BISAKAH Anda mengendalikan perasaan di hati Anda?
Kita memiliki kekuatan yang luar biasa untuk memengaruhi hati kita selama kita percaya bahwa kita dapat dan tahu cara mendekatinya. Ini musltahil dilakukan oleh seseorang yang bersikap: “Itu buang-buang waktu, karena saya tidak akan berhasil.” Sedangkan bagi mereka yang belum tahu bagaimana caranya, bisa memakan banyak waktu untuk berhasil mencapainya.
Apa yang kita sebut sebagai respon “tidak disengaja” adalah hal-hal yang kita rasa sangat sulit untuk diubah. Namun, dengan latihan dan kegigihan, kita secara bertahap dapat mengendalikan waktu, luas, dan cara di mana respon-respon ini terjadi.
BACA JUGA: Begitulah Cinta
Pertama-tama, kita harus membayangkan bahwa itu mungkin. Mulailah dengan menonton program atau membaca buku atau artikel tentang manfaat dari hal yang ingin Anda pelajari untuk bisa mulai mencintainya. Pelajari lebih lanjut tentang hal itu dan pelajari sejarahnya. Namun, lakukan dengan kecepatan yang tenang dan bertahap. Jangan terburu-buru.
Bayangkan diri Anda di masa depan ketika benda ini telah menjadi bagian integral dan kebiasaan dalam hidup Anda. Ada banyak orang sukses yang telah memalsukan kebiasaan dari apa yang membuat mereka sukses, dan yang telah belajar untuk mencintai hal-hal yang merupakan kunci menuju kemakmuran mereka. Dengan cara ini, mereka berhasil mengendalikan setiap aspek kehidupan mereka, sampai ke detail ketika mereka makan, minum, tidur dan mandi.
Allah berfirman:
“Ketahuilah bahwa Allah datang di antara seseorang dan hati mereka.” (QS 8: 24)
Namun demikian, Dia masih menyeru kita untuk beriman kepada-Nya dan meningkatkan keimanan kepada-Nya.
Nabi Muhammad SAW juga bersabda tentang hal-hal terkait hati dan perasaan:
“Ya Allah! Inilah cara saya membagi apa yang saya kendalikan, jadi jangan menegur saya karena apa yang berada di luar kendali saya.”
Hadis ini tidak bertentangan dengan sabdanya yang lain:
“Cintailah yang kamu cintai secara moderat, karena suatu hari mereka mungkin membencimu.”
BACA JUGA: Mencintai Itu Indah
Meskipun kita tidak dapat secara langsung mengendalikan apa yang dirasakan hati, hati kita tetap terhubung dengan apa yang kita lihat dengan mata kita, yang kita dengan dengan telinga kita, yang dikatakan lidah kita, yang disentuh tangan kita, yang ditapaki kaki kita, dan yang dipikirkan di benak kita.
Cinta yang dirasakan seseorang juga merupakan kebiasaan. Ini bukan liburan sehari setahun seperti valentine’s day.
Banyak anak muda dewasa ini gagal memaknai bahwa cinta adalah pengorbanan, kejujuran, dan pemberian tanpa pamrih. Mereka pikir itu tentang lagu-lagu cinta, bentuk hati, mawar, surat cinta, pembicaraan manis dan kesenangan sementara.
Juga sangat umum bagi cinta untuk meninggalkan hati kita atau cinta hilang di tengah jalan, atau bahkan lenyap ketika orang yang dicintai berhasil didapatkan. Orang-orang Arab kuno mengatakan:
“Ketika cinta disempurnakan, itu hancur.”
Apakah rutinitas atau kebiasaan bisa mengurangi Cinta?
Allah berfirman:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS 30:21)
Cinta akan bertahan selama kedua belah pihak bekerja keras untuk itu dan bersedia mengatasi badai yang tak terhindarkan dengan ketabahan. Ketika badai itu berlalu, cinta, kesetiaan, dan kasih sayang adalah apa yang tersisa.
Hati yang bersemangat dan tidak akan pernah berhenti merasakan cinta selama hidup masih ada.
Beberapa hati merasakan cinta yang tak terhingga, terbakar dengan kerinduan dan kegilaan, terutama ketika orang yang dicintai dijauhkan.
Cinta yang terpendam adalah hal biasa di keluarga tradisional konservatif. Ekspresi cinta yang terbuka dianggap sebagai tabu. Mereka tidak mau mengatakan kepada orang yang mereka cintai bahwa mereka mencintai mereka. Namun, cinta yang ada antara suami dan istri dan antara orang tua dan anak-anak itulah yang melindungi keluarga. Mereka perlu menghargai dan memeliharanya, karena itulah yang membawa kepuasan, kedekatan, dan pertumbuhan.
Cinta adalah fondasi dari segala yang baik, dan fondasinya sendiri adalah cinta Allah. Itu adalah perasaan suci, dan bahkan mendahului harapan kita pada Allah dan rasa takut kita kepada-Nya. Itu adalah puncak iman. []
SUMBER: ABOUT ISLAM | ISLAM TODAY