Syaikh Al-Albani dan syaikh bin Baz pernah terlibat beda pendapat dalam masalah letak tangan setelah i’tidal (bangkit dari rukuk). Menurut syaikh Al-Albani, posisi tangan setelah i’tidal adalah irsal (lurus ke bawah), bukan sedekap. Masih menurut beliau, mengembalikan tangan dalam posisi sedekap hukumnya bid’ah. Adapun syaikh bin Baz, berpendapat qabdh (tangan kembali sedekap) seperti ketika berdiri. Bahkan beliau menilai hal ini sebagai sunah.
Keduanya memiliki dalil serta argumentasi yang kuat. Syaikh Al-Albani menyatakan, bahwa tidak ada satupun dalil yang menunjukkan secara spesifik akan disyari’atkannya bersedekap setelah i’tidal. Ini argument beliau. Lain halnya dengan syaik bin Baz. beliau berdalil dengan berbagai dalil umum yang menunjukkan akan disyari’atkannya sedekap ketika “berdiri”. Artinya, ketika seorang dalam posisi berdiri, baik sebelum rukuk atau sesudahnya, maka masuk dalam dalil umum disyari’atkannya tangan untuk sedekap. Demikian argument masing-masing.
BACA JUGA: Pendapat yang Rajih Namun Tidak Difatwakan
Namun begitu, perbedaan pendapat keduanya dalam masalah ini dan masalah yang lain, tidak menjadikan beliau berdua saling menyesatkan dan saling mentahdzir, apalagi saling menghukumi sebagai ahli bid’ah. Beliau berdua tetap saling menghormati, memuliakan, mendo’akan kebaikan, serta bersinergi dalam kebaikan. Keduanya juga saling memberi semangat kepada para penuntut ilmu untuk istifadah (mengambil faidah/manfaat) dari masing-masing. Dan demikianlah hakikat “manhaj Salaf” dalam masalah ini.
Perbedaan dalam masalah ijtihadiyyah, merupakan keniscayaan yang tidak mungkin untuk dihindari. Imam An-Nawawi menyatakan, bahwa Ikhtilaf dalam masalah ijtihadiyyah adalah salah satu bentuk “rahmat” Allah kepada umat ini. Hanya tinggal bagaimana kita bersikap secara dewasa kepada orang lain yang berbeda pendapat dengan kita.
Maka, sikap yang menjadikan perbedaan pendapat dalam masalah khilafiyyah ijtihadiyyah sebagai ajang untuk saling mentahdzir, menyesatkan, membid’ahkan, serta mengeluarkan orang lain dari lingkup Ahlus Sunnah wal Jama’ah, dapat dipastikan “bukan dari manhaj Salaf”, tapi “manhaj para pengekor hawa nafsu” yang telah dikendalikan oleh Syetan untuk membuat kerusakan di tengah-tengah barisan kaum muslimin.
BACA JUGA: Contoh Sikap Ulama Salaf dalam Berbeda Pendapat
Rasulullah ﷺ bersabda :
إِنَّ الشَّيْطَانَ قَدْ أَيِسَ أَنْ يَعْبُدَهُ الْمُصَلُّونَ فِي جَزِيرَةِ الْعَرَبِ، وَلَكِنْ فِي التَّحْرِيشِ بَيْنَهُمْ
“Sesungguhnya syetan telah putus asa untuk menjadikan orang-orang yang shalat di jaziraab Arab untuk menyembahnya, akan tetapi dengan cara mengadu domba dan menaburkan benih-benih permusuhan dan perselisihan di antara mereka.” [ HR. Muslim : 2812, dari Ali bin Abi Thalib ]
Sikap keduanya (Syaikh bin Baz dan Syaikh Al-Albani) dalam berbeda pendapat, layak menjadi teladan bagi kita sekalian. Dengan demikian, akan terwujud kedamaikan yang kita harapkan bersama insya Allah. Semoga Allah merahmati beliau berdua, membalas keduanya dengan pahala yang besar, serta meninggikan derajat keduanya di Surga. Amin…ya Rabbal ‘alamin. Salam ukhuwah. []
Facebook: Abdullah Al-Jirani