Oleh: Aditya Budi
adityabudi82@gmail.com
GENERASI Sandwich ibarat generasi yang terjepit, menanggung beban berat keluarga dan penuh tekanan. Begitulah narasi-narasi yang berkecambah di ruang publik, termasuk di sosial media. Istilah Sandwich Generation ini pertama kali diperkenalkan oleh Dorothy A. Miller, seorang professor di Universitas Kentucky Amerika Serikat pada tahun 1981 dan akhir-akhir ini menjadi populer kembali.
Definisi sederhana dari Generasi Sandwich adalah generasi orang dewasa yang bukan hanya mengganggung beban hidup keluarganya sendiri (pasangan hidup dan anak) namun juga bertanggung jawab atas kebutuhan hidup orangtuanya.
Sandwich seakan menggambarkan kondisi tersebut, di mana tekanan ada dari atas maupun bawah, terjepit seperti sandwich dengan irisan tomat, keju atau daging di tengahnya. Generasi yang konon juga menimpa generasi milenial yang baru berkeluarga. Generasi yang berpotensi mengalami banyak tekanan dan rentan stres.
Dalam prespektif Barat, situasi tersebut terjadi sebagai akibat dari generasi tua (orang tua) yang tidak mempersiapkan masa tuanya dengan baik. Katakanlah ketiadaan manajemen masa pensiun dan rapuhnya pengelolaan keuangan untuk hari tua. Termasuk menjaga kesehatan dirinya sendiri.
Banyak solusi yang ditawarkan oleh sejumlah pakar, mulai dari perencanaan pengelolaan keuangan yang lebih baik dan disiplin hingga menambah penghasilan dari usaha-usaha sampingan.
Namun langkah awal yang perlu harus diubah adalah soal mindset, bahwa orangtua adalah beban. Sebagai seorang muslim tentu sudah seharusnya kita punya cara pandang tersendiri. Menempatkan orang tua sebagai beban hidup sungguh hal tersebut mencederai apa yang Allah dan Rasul-Nya perintahkan.
Rasullullah SAW pernah menolak keinginan seorang pemuda untuk ikut jihad berperang dan meminta ia kembali, yaitu untuk merawat dan berbakti pada orangtuanya. Bukankah jihad fisabilillah adalah amal yang begitu mulia, gugur di dalamnya maka surga menjadi balasannya tanpa hisab. Dan Rasulullah SAW menyamakan amal tersebut dengan merawat dan menghidupi kedua orangtua.
Kita semua juga sudah tahu bahwa berbakti pada orang tua adalah salah satu dari tiga amal yang paling dicintai oleh Allah SWT, selain shalat tepat waktu dan jihad fisabilillah. Ingat pula kisah tiga orang yang terjebak dalam gua, bukankah salah satunya bertawasul kepada amalnya atas ketataan terhadap kedua orangtuanya.
Dan tentu mungkin yang paling populer adalah kisah keteladanan Uwais Al-Qarny. Seorang yang disebut-sebut oleh Rasulullah SAW meski akhirnya tak pernah bertemu dengan beliau. Seorang yang dianggap remeh, berpenyakit sopak, tubuhnya belang-belang, tak dihiraukan, namanya senyap di dunia namun sakti melangit, semerbak harum diantara penduduk jagat langit. Doanya begitu makbul.
Demi keinginan ibunya Uwais melakukan berbagai cara, jangankan untuk mengeluh bahkan menyela argumentasipun tak ia lakukan tatkala ibunya menyatakan keingingan untuk pergi berhaji. Padahal jarak Yaman-Mekah tidaklah dekat dan Uwais tak memiliki apapun kecuali hanya seekor anak lembu. Julukan gila oleh warga kampungnya tak ia hiraukan demi ibunya.
Bahkan ketika orangtua kita telah meninggal pun, Rasulullah SAW berpesan untuk masih berbakti kepada keduanya yaitu dengan empat hal: mendoakan dan memintakan ampunan untuk mereka, melaksanakan janji mereka, memuliakan sahabat-sahabat mereka serta menyambung tali silaturahim kepada para sahabat kedua orangtua kita.
Rasulullah SAW pernah bersabda “Sesungguhnya sebaik-baik yang dimakan seorang muslim adalah dari hasil usahanya, sedangkan anak adalah hasil usaha orang tuanya” (HR. Abu Daud dan An-Nasa’i)
Dan ingatkah kita selarik firman Allah SWT: “Dan Kami perintahkan manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orangtuamu. Hanya kepada-Ku lah tempat kembali.” (QS. Al-Luqman 14)
Dari semua hal tersebut lantas apakah kita masih beranggapan bahwa kedua orang tua kita adalah beban dan menyusahkan hidup kita, naudzubillah. Atau sebaliknya bahwa seberat apapun perjuangan kita dalam menghidupi keluarga kita termasuk kedua orang tua adalah sebuah keberkahan dan kemuliaan tersendiri di sisi Allah. Ada ampunan dan pahala yang berlimpah di dalamnya.
Maka Allah pasti akan memudahkan jalan bagi mereka-mereka yang yakin akan janji-Nya serta memilih berbahagia menjadi Generasi Sandwich. Yang tak mempermasalahkan terjepit diantara dua lapis roti segitiga. Wallahu’alam Bishshawab. []
RENUNGAN adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim RENUNGAN Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi di luar tanggung jawab redaksi Islampos.