Oleh: Sofistika Carevy Ediwindra
MENDAPATI Majalah Suara Hidayatullah di rumah adalah hal yang membahagiakan. Langsung menu Jendela Keluarga menjadi sorotan dan kali pertama dibuka. Ya, sudah lama saya rindukan tulisan manis dari Mbak Ida S. Widayanti, penulis inspirator saya. Kali ini judul tulisan beliau yakni tentang “Mengapa Perlu Ayah?”
Tulisan bermula dengan mengangkat kisah seorang sopir yang tiba-tiba menyatakan kepada penumpangnya yang merupakan seorang ibu dengan putrinya di pangkuan yang tengah tertidur untuk berhati-hati menjaga anak perempuannya tersebut. Sang ibu yang mendadak mendapati semacam warning dari Pak Sopir terbingung. Apa ihwalnya?
BACA JUGA: Ayah dan Anak Perempuannya
Ternyata, sang sopir mengaku sering mendapati penumpang yang merupakan gadis SMP-mahasiswa yang diantarkannya ke tempat tidak baik. Penumpangnya yang kerap berdandan menor tenyata banyak di antaranya minta diantar ke tempat tujuan yang di sana telah ada om-om yang menunggu sang gadis penumpang. Na’udzubillah.
Ya, sosok ayah memang mutlak dibutuhkan bagi anak, pun anak perempuan. Teladan, perlindungan, rasa aman, perhatian dll dari sosok ayah tentu berbeda dari yang diberikan ibu dan itu semua diperlukan untuk anak tumbuh dan berkembang. Namun terkadang, anak tidak mendapatinya dari sosok ayah ataupun kakak dalam kehidupannya. Ayah sering cuek terhadap anaknya. Disangkanya, tugas kehidupannya hanyalah mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan material anak dan istrinya.
Ayah sebagai sosok pemimpin kerap jarang membersamai keluarga di rumah. Disangkanya tugas pengasuhan dan pendidikan murni tugas istri. Suami hanya fokus mencari uang dan memenuhi kebutuhan material istri dan anaknya. Bahkan tak jarang, tulis Mbak Ida, hal ini juga menimpa keluarga aktivis dakwah. Mungkin, sering kita temui sosok ayah yang merupakan da’i, aktivis. Seringkali ia pergi melalang buana untuk berdakwah di luar sana. Namun sayangnya, ia meninggalkan jika tidak dibilang menelantarkan keluarganya. Anaknya sangat jarang ditemui, pun istrinya. Hal ini perlu menjadi sorotan bagi siapapun sosok ayah. Menjadi seimbang dalam menjalani peran hidupnya sebagai ayah adalah hal yang mutlak dilakukan.
Jika anak kehilangan sosok ayah sebagai lelaki utama dalam hidupnya, maka wajar jika ia mencari di luar sana. Saat peran dan pengaruh sosok ayah hilang dari kehidupan anak perempuan bisa jadi sosok lelaki di luaran menjadi sasaran sang anak perempuan.
BACA JUGA: Ketika Ayah Menangis
Kebutuhan akan perlindungan, rasa aman, dan sosok pemimpin menuntunnya mencari pengganti. Sebut saja pacaran. Hal yang menjadi kelumrahan anak muda zaman sekarang ini bisa dibilang salah satunya dipicu oleh hilangnya sosok ayah (lelaki) dalam kehidupan sang anak.
Ayah merupakan pemimpin dalam keluarga. Ibarat masinis, ke mana arah gerbong keluarga, ia menjadi penentunya. Bukan semata memenuhi kebutuhan material anak dan istri, namun mengedukasi dan menghindarkan anak, istri, dan keluarga dari siksa api neraka pun menjadi tugasnya. Adalah Rasulullah, ayah terbaik yang pernah ada. Beliau teladankan pada kita, umatnya, bagaimana menjadi ayah yang berpengaruh dalam keluarga. Mencium anak, bermain bersama anak, demokratis terhadap mereka, meneladankan ibadah terbaik dan banyak hal lain secara sempurna telah beliau tuntunkan pada kita.
Wallahu a’lam bish shawab. []
NB : Tulisan ini adalah tanggapan dari tulisan “Mengapa Perlu Ayah?” yang ditulis Ida S. Widayanti di majalah Suara Hidayatullah Edisi IV, Agustus 2013