ISRAEL–Seorang seniman keturunan Palestina, Nawal Arafat, membuat sulaman kata ‘Insya Allah’ berbahasa Ibrani di atas sebuah sajadah. Arafat yang sebelumnya pernah belajar di Shenkar School of Engineering and Design, mengambil sajadah dari rumah keluarganya di Ramla.
Ia dengan hati-hati menyulam kata-kata di atasnya. Dia menyulam kata Insya Allah yang berasal dari bahasa Arab ke dalam bahasa Ibrani.
BACA JUGA: Sajadah Bulan Berkeping
Konon, karyanya ini terinspirasi dari berbagai pertanyaan yang sering diajukan kepadanya. Seperti pertanyaan kapan kamu mau menikah? Kapan kamu kembali ke jalan Allah? Maka atas pertanyaan ini ia memiliki jawabannya, yakni Insya Allah.
Kini, karyanya dipamerkan di Beit Hagefen, pusat kebudayaan Arab-Yahudi di Haifa, Israel. Di sana, ia terlibat dalam sebuah diskusi menarik tentang hubungan Bahasa Arab dan Ibrani serta tentang para perempuan dalam komunitas Palestina di Israel.
Arafat mengaku telah banyak mempertimbangkan sebelum akhirnya memutuskan apakah karyanya akan dipamerkan atau tidak. Ia juga mendapat banyak komentar negatif dari sejumlah warga atas karyanya tersebut. Namun ia tak peduli.
Ketika Arafat menunjukkan sajadahnya yang bertuliskan bahasa Ibrani kepada para doktor di Beit Hagefen, awalnya mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan. Bahkan beberapa menolak dan memilih untuk tidak memasukkan sajadahnya untuk dipajang dalam daftar tur pengunjung.
“Tapi, setelah saya mendapatkan kesempatan untuk menjelaskan, mereka mau memahaminya,” jelas Arafat.
Arafat menciptakan karya tanpa judul tersebut di acara Beit Hagefen atas dukungan kurator Yael Messar dan Hadas Zemer Ben-Ari.
BACA JUGA: Shalat, Haruskah Pakai Sajadah?
Ia mulai belajar komunikasi visual di Shenkar yang berlokasi di Ramat Gan ketika ia baru berusia 19 tahun. Ia dan satu siswa lainnya merupakan satu-satunya perempuan Arab di sana.
“Saya tidak memiliki kesamaan dengan orang-orang di sana. Saya tidak tahu harus berbicara apa dengan mereka. Hidupku sangat berbeda. Saya masih tinggal di rumah orangtua,” terang Arafat.
Kesenjangan sosial yang ia rasakan membuatnya sangat menyadari apa yang diharapkan para perempuan Palestina di Israel dan tekanan untuk tidak menyimpang dari jalan yang diharapkan. Itu sebabnya, setelah menyelesaikan gelarnya, Arafat merasa perlu meninggalkan rumahnya agar bisa lebih berkembang. []
SUMBER: ISLAMTICT | HAARETZ