Ikhtilaf dalam ‘Aqidah itu terbagi tiga:
1. Ikhtilaf dalam Ushuluddin.
Misalnya persoalan: Wujudnya Allah dan Keesaan-Nya. Kebenaran para Rasul dan Nabi, dll.
Yang menyelisihi hal ini, dihukumi kafir.
2. Ikhtilaf dalam Ushul Madzhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Misalnya persoalan: Adanya azab dan nikmat kubur, persoalan celaan terhadap para Shahabat radhiyallahu ‘anhum, persoalan qadar, tidak kafirnya seorang pelaku maksiat selama ia masih bertauhid, dll.
Yang menyelisihi hal ini, tidak divonis kafir. Tapi ia dianggap telah sesat, fasiq, dan keluar dari lingkaran Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
BACA JUGA: Ini yang Harus Kita Kedepankan ketika Menghadapi Ikhtilaf
3. Ikhtilaf dalam Furu’ ‘Aqidah.
Misalnya tentang apakah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Rabb tabaaraka wa ta’ala saat Mi’raj. Juga persoalan diazabnya mayit karena tangisan keluarganya.
Termasuk juga dalam hal ini (menurut penulis kitab yang saya rujuk) adalah ikhtilaf tentang sifat-sifat Allah dalam ayat mutasyabihat, apakah menyikapinya dengan tafwidh atau dengan ta’wil.
Perbedaan dalam hal ini dianggap perbedaan ijtihadiyah belaka, dan yang berbeda tidak divonis sebagai sesat atau ahlul bid’ah.
Disarikan dari kitab: Ahlus Sunnah Al-Asya’irah, Syahadatu ‘Ulama Al-Ummah wa Adillatuhum, karya Hamad As-Sinan dan Fauzi Al-‘Anjari, Penerbit Dar Adh-Dhiya, Kuwait.
CATATAN:
Kitab ini berisi penjelasan tentang Aqidah Asy’ariyyah dan pembelaan terhadapnya.
Pembagian ikhtilaf dalam aqidah seperti ini, secara umum, setahu saya juga diterima dan dipahami oleh kalangan Hanabilah atau Salafiyyin (Wahhabiyyin).
Yang jelas berbeda tentu, persoalan yang selama ini mereka perdebatkan, tentang ta’wil, tafwidh, dan itsbat. Yang jelas, masing-masing pihak, kebanyakan membawanya ke ranah ikhtilaf dalam ushul madzhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Konsekuensinya, yang berbeda, dianggap bukan Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Ada juga yang menganggap bahwa Asy’ariyyah, Maturidiyyah, dan Hanabilah fil ‘aqidah (Salafiyyin/Wahhabiyyin), semuanya Ahlus Sunnah. Tapi untuk bagian ini, bagi saya pribadi, perlu pendalaman lebih lanjut.
BACA JUGA: Perbedaan Pendapat Itu Rahmat
Syaikh ‘Ali Jum’ah (salah satu tokoh Asy’ariyyah zaman sekarang) meskipun menyatakan Ibnu Taimiyyah menyelisihi Ahlus Sunnah dalam bab sifat Allah dalam ayat mutasyabihat, namun beliau tetap menganggap Ibnu Taimiyyah sebagai Ahlus Sunnah.
Pendekatan ini, mungkin bisa diambil untuk sedikit mendamaikan pihak-pihak yang berseteru. Artinya, baik pihak Hanabilah fil ‘aqidah, maupun Asy’ariyyah, bisa berkata pada lawan diskusinya, “Anda adalah Ahlus Sunnah, namun dalam bab bla..bla..bla, anda menyelisihi konsep Ahlus Sunnah.”
Artinya, tidak melakukan vonis secara mutlak. []
Wallahu a’lam.
Facebook: Muhammad Abduh Negara