QATAR–Amerika Serikat dan Taliban menandatangani kesepakatan damai mengakhiri perang yang terjadi selama 18 tahun. Kesepakatan bersejarah ini sebagai langkah awal rekonsiliasi antara Taliban dan Afganistan.
Penandatanganan kesepakatan dilakukan di Doha, ibukota Qatar pada hari Sabtu (29/2/2020).
AS diwakili oleh Zalmay Khailzad, utusan khusus yang juga Perwakilan Khusus untuk Rekonsiliasi Afganistan dan Taliban diwakili oleh kepala negosiator, Mullah Abdul Ghani Baradar.
BACA JUGA: Sosok Ibrahim Baycora, Kepala Polisi Muslim Pertama di New Jersey Amerika Serikat
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menjadi saksi penandatanganan kesepakatan itu. Adapun Menteri Pertahanan AS Mark Esper berada di Kabul, Afganistan untuk merayakan deklarasi bersama dengan Presiden Afganistan Ashraf Ghani.
Kesepakatan damai ini membuka jalan bagi AS memulangkan seluruh pasukannya yang mencapai 13 ribu tentara dalam kurun waktu 135 hari, mengutip laporan CNN.
Pompeo mengatakan, “AS akan mencermati Taliban secara dekat tentang pemenuhan komitmennya dan mengkaliberasi langkap penarikan kami,” kata Pompeo mengenai kesepakatan bersejarah ini.
“Ini cara kami akan memastikan bahwa Afganistan tidak lagi jadi tempat bagi teroris internasional,” kata Pompeo lagi.
“Hari ini merupakan monumental bagi Afganistan. Ini tentang menghadirkan perdamaian dan mengukir masa depan bersama yang lebih baik. Kami bersama Afganistan,” ujar pihak Kedutaan AS di Kabul via Twiitter.
Prinsip kesepakatan ini dibahas sejak awal yang dipimpin Khalilzad mewakili pemerintah AS. Pada awal September 2019, kedua belah pihak telah mencapai prinsip kesepakatan.
BACA JUGA: Dijual Mahal di Amerika, Ini Manfaat Gedebog Pisang untuk Kesehatan
Dalam kunjungan ke Afganistan November 2019, Presiden Trump menyatakan pembahasan perdamaian dengan Taliban dilanjutkan kembali. Presiden Trump memenuhi janjinya dalam kampanye pemilihan presiden 2016 untuk mengakhiri keterlibatan AS dalam perang di seluruh dunia dan membawa pulang seluruh pasukan AS.
Bagi warga Afganistan, kesepakatan ini mewakili harapan untuk berakhirnya tahun-tahun penuh darah.
Seorang pria yang kehilangan anaknya akibat bom Taliban meledak tahun 2018 menyambut gembira kesepakatan itu. Dia saat itu mengirim surat kepada para pemimpin dunia untuk mendesak mereka mengakhiri perang. []
SUMBER: TEMPO