CIPIKA-cipiki di masa penyebaran virus corona menjadi dilema baru, terutama di benua biru, Eropa. Di Eropa Utara yang menjaga tradisi, kekhawatiran haruskah mereka melupakan tradisi berjabat tangan yang sakral itu bergulir.
Komisaris khusus pemerintah untuk virus corona di Italia, Angelo Borrelli mengungkapkan, Italia bisa berkontribusi pada penyebaran virus tersebut, sampai saat ini setidaknya ada lebih dari 1.000 orang yang positif Covid-19 dengan 29 kematian, yang hampir semuanya berada di bagian utara Italia.
Hanya saja, seperti dikutip dari AP, belum ada kebijakan resmi tentang kebiasaan sosial di sana. Sosiolog mengungkapkan hal ini berakar pada budaya Mediterania Italia serta struktur keluarga dan sosialnya yang kuat.
“Kami memiliki kehidupan sosial kolektif yang sangat luas dan ekspansif. Kami memiliki banyak kontak, berjabat tangan, saling mencium, dan saling berpelukan,” kata Borelli, “Mungkin lebih baik pada periode ini untuk tidak berjabat tangan, dan tak memiliki terlalu banyak kontak, mencoba sedikit kurang ekspansif, yang mana ini sangat berbeda dari saya biasanya.”
BACA JUGA:Â Virus Corona Masuk RI, MUI Ajak Umat Perbanyak Tobat dan Qunut Nazilah
Di Prancis, Menteri Kesehatan Olivier Veran menyarankan orang untuk mengurangi la bise, kebiasaan orang Prancis untuk memberikan salam dengan ciuman, kiss by, cipika-cipiki, ataupun berjabat tangan.
Di Spanyol, negara yang punya tradisi yag berakar kuat dengan ciuman pipi dalam pertukaran sosial dan profesional, kebiasaan ini masih berjalan.
Di Jerman, di mana anak-anak diajarkan berjabat tangan dengan orang dewasa dan kekuatan cengkeraman dianggap berkorelasi dengan kekuatan kepribadian, para ahli kesehatan dan dokter berusaha membujuk orang untuk keluar dari etika tradisional tersebut.
Di rumah sakit Virchow di Berlin, dokter tidak hanya berhenti berjabatan tangan dengan pasien mereka – bahkan yang tidak menular sekalipun. Para ahli kesehatan telah memperingatkan bahwa berjabatan tangan adalah cara utama untuk menyebarkan penyakit ini.
Giampaolo Nuvolati, seorang sosiolog perkotaan di University of Milan-Bicocca, Italia, mengatakan bahwa kebiasaan orang Italia untuk berciuman pipi alias cipika-cipiki adalah ekspresi kepercayaan yang tidak mungkin terguncang oleh virus. Tapi dia mengatakan sesuatu yang lebih mendasar mungkin berubah.
“Setelah ini berlalu, kami akan memahami bahwa kami tidak dapat menghadapi masalah sendirian, bahwa kami membutuhkan orang lain di luar keluarga dan teman dekat,” kata Nuvolati, “Ada komunitas, ada institusi. Mungkin itu akan menciptakan solidaritas yang lebih luas, tidak hanya terbatas pada teman dan keluarga.”
BACA JUGA:Â Virus Corona dan Karakter Manusia
Beberapa waktu lalu, Presiden Prancis Emmanuel Macron mencondongkan badan untuk memberikan ciuman pipi alias cipika-cipiki kepada Perdana Menteri Italia Giusseppe Conte, sebenarnya itu biasa dalam budaya Eropa. Macron bahkan melakukannya tak hanya sekali, tapi dalam dua kesempatan terpisah, selama KTT Franco-Italian di Naples, pekan ini.
Sorotan terjadi karena hal itu dilakukan di tengah ketakutan dunia terhadap virus corona yang dapat menyebar melalui kontak fisik. Namun, apa yang dilakukan Macron dalam kondisi ini bukan sekadar salam biasa. Ini adalah sinyal bagi orang-orang untuk tidak takut pada orang lain dan tetangga mereka karena virus baru yang menyebar dari China, dan Italia yang juga dianggap sebagai hotspot virus Corona di Eropa. []
SUMBER: CNN INDONESIA