Oleh: Muhammad Syaid Agustiar
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Budi Luhur
PADA era informasi yang berlangsung sekarang ini dan ditunjang dengan perkembangan teknologi informasi maka siapa yang tidak terlibat dalam teknologi informasi, dapat dikatakan ketinggalan zaman. Oleh karena itu, mau tidak mau, mulai dari anak-anak, remaja dan dewasa harus bisa memahami teknologi informasi, seperti media sosial. Siapa pun bisa mendaftar untuk memiliki akun gratis tersebut.
Hasil penelitian yang dipublikasikan di http://wearesocial.sg (dalam Nasrullah, 2015), untuk Indonesia, data riset menunjukkan bahwa ada sekitar 15 persen penetrasi atau 38 juta lebih pengguna di internet.
Dari jumlah total jumlah penduduk, ada sekitar 62 juta orang yang terdaftar serta memiliki akun media sosial Facebook. Data riset tersebut menunjukkan bahwa rata-rata pengguna internet di Indonesia menghabiskan waktu hampir 3 jam untuk terkoneksi dan berselancar di media sosial. Sebagian besar dari pengguna tersebut mengakses media sosial melalui telepon genggam.
Sementara itu, dalam seminar Komunikasi di Era Millenial kerjasama antara Ikatan Sarjana Komunikasi (ISKI) DKI Jakarta dan Asosiasi Pendidikan Tinggi Ilmu Komunikasi (ASPIKOM) Jabodetabek, Rabu (22/03/2017) di Universitas Budi Luhur, Jakarta. Dr. Mulharnetti Syas selaku ketua ASPIKOM berkata, “di era teknologi komunikasi dan informasi semua orang yang memiliki akun media sosial bisa mencari, men-share dan menyampaikan informasi atau konten baik dalam tulisan, gambar, suara dan video. Inilah yang disebut citizen journalism.”
Berbicara mengenai citizen journalism (jurnalis warga), sebenarnya sudah tercantum dalam UUD 1945, pasal 28F yang berbunyi “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.
Akan tetapi, apakah dalam menyampaikan atau menyebarkan suatu konten kita sudah bijak dan beretika di media sosial? Kenyataannya sekarang ini banyak konten kasar, vulgar, saling mencela, fitnah, adu domba, pornografi, dan hoax mewarnai di media sosial.
Hemat saya, media sosial diibaratkan seperti pisau bermata dua. Ada sisi positif dan negatifnya tergantung dari pikiran penggunanya. Pepatah Inggris mengatakan “You are what you think”, kamu adalah apa yang kamu pikirkan. Pikiran inilah yang membedakan antara manusia dan hewan. Menurut Ubaedy (2007), “Essensi kemanusiaan seseorang itu bukan pada wujud fisiknya, melainkan pada pikirannya, dalam arti luas. Manusia berubah menjadi lebih binatang dari binatang karena pikirannya. Manusia juga bisa menjadi lebih malaikat dari malaikat karena pikirannya.”
Layaknya peribahasa, “apa yang kita tanam maka itulah yang kita tuai.” Artinya kalau kita menanam pikiran positif maka menghasilkan tindakan positif. Sebagai contoh, Jika pengguna media sosial berpikir negatif akan menghasilkan konten negatif. Sebaliknya, jka pengguna media sosial berpikir positif akan menghasilkan konten positif.
Sejalan dengan itu, agama islam selalu mengajarkan kepada umatnya untuk berpikir positif (husnudzon). Dengan berpikir positif seseorang bisa mencegah dirinya dari prasangka buruk.
Sebagaimana Allah SWT berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah kebanyakan dari prasangka. Sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan jangan kalian mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kalian menggunjing sebagian yang lain. Apakah salah seorang di antara kalian suka memakan daging saudaranya yang sudah mati?. Tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Bertakwalah kalian kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang,” (QS. Al-Hujuraat:12).
Seyogyanya, pengguna media sosial menerapkan pikiran positif dalam menyampaikan dan men-share suatu konten. Namun sayang, kenapa masih ada orang berpikir negatif dalam bermedia sosial ?. Karena di dalam diri mereka terdapat penyakit hati. Allah SWT berfirman “Di dalam hati mereka ada penyakit, maka Allah menambah penyakit tersebut, dan mereka akan mendapatkan siksa yang pedih akibat apa yang mereka dustakan,“ (QS. al-Baqarah: 10).
Oleh karena itu, agar kita terhindar dari penyakit hati, hendaklah memiliki hati yang terpuji. Sebagaimana Rasulullah SAW pernah ditanya: “Siapakah manusia yang paling utama ?’ Beliau menjawab, ‘Setiap orang yang hatinya terpuji dan lisannya jujur.’ Para sahabat berkata, ‘Lisan yang jujur kami sudah paham. Lantas apakah yang dimaksud dengan hati yang terpuji?’ Rasulullah menjawab, ‘Hati yang bertakwa dan bersih dari kesalahan, tiada dosa padanya, tiada kedurhakaan, tidak ghill (perasaan negatif terhadap orang lain) dan tidak pula dengki’,” (HR Ibnu Majah No.4216, lihat Shahih Ibu Majah 11/411 dan Al-Hadist Ash-Shahihah No. 948).
Semoga kita memiliki hati yang terpuji dalam bermedia sosial. Amin.