Oleh: Herini Ridianah, S.Pd
Pemerhati sosial dan pendidikan
heriniridianah@gmail.com
“NO Gadget, No Life!” Ungkapan tersebut cukup menggambarkan zaman saat ini. Betapa gadget atau gawai telah menjadi pencuri waktu semua usia. Generasi tua maupun muda menghabiskan banyak waktunya dengan bersocial media. Kebergantungan terhadap gawai begitu tinggi. Ibaratnya, hidup nggak akan seru tanpa kuota internet yang menggebu. Menjalani hari tanpa internet ibarat makan sayur tanpa garam. Hambar!
Karenanya, gaya hidup mayoritas muslim pun telah ikut terseret arus perkembangan era digital. Banjir informasi pun tak terbendung memenuhi ruang-ruang social media, seperti facebook, instagram, twitter, dsb. Informasi benar dan salah berebut tempat hingga membuat banyak orang terjebak informasi bohong (hoaks) tanpa tabayun. Bagi muslim yang imannya lemah, mereka terbawa arus gaya hidup barat yang hedonis, serba permissif (serba boleh) hingga menggerus nilai-nilai ketakwaan.
Menurut KBBI, gaya hidup diartikan cara mengekspresikan diri melalui aktivitas, minat dan opini khususnya yang berkaitan dengan citra diri. Dengan kata lain, gaya hidup adalah cara seseorang memenuhi kebutuhan jasmani dan nalurinya berdasarkan pemikiran yang ia anggap benar. Sungguh miris! Di tengah modernisasi zaman, justru gaya hidup muslim sudah makin tak terbedakan dengan gaya hidup non muslim. Gaya bicara, cara makan dan jenis makanannya, cara berpakaian, cara menghabiskan waktu, usaha, hobi tak lagi mencerminkan gaya hidup muslim sejati.
BACA JUGA: Rumah yang Menjadi Sumber Adab bagi Kaum Muslimin
Banyak muslim yang melakukan aktivitas kesehariannya tanpa menghiraukan adab dalam islam. Sebagai contoh: ketika mereka berbicara secara lisan dan tulisan banyak yang secara sadar menyalahi adab berbicara islami. Saat ini akan sangat mudah ditemui bullying (perundungan) secara verbal di berbagai tempat, mulai dari lingkungan rumah, sekolah, tempat kerja hingga media online. Dikenal juga dengan sebutan budaya shaming, yaitu kebiasaan memberikan komentar negatif dengan maksud merendahkan lawan bicara. Hal tersebut saat ini dianggap lumrah terjadi di kehidupan sehari-hari dengan dibalut candaan. Alih-alih minta maaf, yang terjadi justru korban bullying yang merasa sakit hati malah disalahkan dan dianggap baper (terbawa perasaan). Padahal, kebiasaan tersebut sangat dibenci islam. Bahkan islam memerintahkan kita untuk senantiasa menjaga lisan kita agar tidak menyakiti orang lain. Saat seorang muslim berbicara maka harus bernafaskan takwa dalam lisannya. Sebagaimana hadits Rasul SAW yaitu: “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berbicara yang baik atau diam!” (HR.Bukhari)
Begitupun saat mereka makan. Saat sudah tersedia makanan di hadapan, hal pertama yang dilakukan langsung ambil handphone, ambil foto, posting status. Kalau perlu bahkan menyengajakan diri sesering mungkin wisata kuliner mencari tempat makan yang instagramable agar viral statusnya dan jika beruntung akan mendulang rupiah. Ketika mengadakan jamuan makan di pesta pernikahan seolah merasa lebih mulia dengan standing party atau makan sambil berdiri. Aturan makan halal-thoyyib pun tak lagi diperhatikan. Padahal islam mengajarkan untuk makan sambil duduk, diawali bismillah, makan sekadarnya, dan diakhiri alhamdulillah.
Ada juga yang mengadakan tantangan atau challenge hingga makan berlebihan. Padahal Rasul SAW. mengingatkan “Tidak ada bejana yang diisi oleh manusia yang lebih buruk dari perutnya, cukuplah baginya memakan beberapa suapan sekedar dapat menegakkan tulang punggungnya (memberikan tenaga), maka jika tidak mau, maka ia dapat memenuhi perutnya dengan sepertiga makanan, sepertiga minuman dan sepertiga lagi untuk bernafasnya.” (HR. Ahad, Ibnu Majah)
Cara generasi muslim menghabiskan waktu pun telah tergerus gaya hidup yang lalai. Mereka sanggup berlama-lama menatap gawai, tapi enggan membaca Al-Qur’an. Mereka terbiasa menonton film drama korea, india, hingga sinetron yang mengumbar aurat dan memuat nilai-nilai yang bertentangan dengan islam. Namun, bermimpi melahirkan generasi penghafal Al-Qur’an. Sungguh jauh api dari panggang!.
Lebih parah lagi, saat arus pornografi telah merebak di dunia nyata dan maya seperti sekarang. Banyak terjadi penyimpangan naluri mencintai. Virus Seks bebas, LGBT telah meruntuhkan sendi-sendi ketakwaan kaum muslim. Sungguh sangat memprihatinkan!. Bagai fenomena gunung es, kasus-kasus kejahatan seksual, perilaku homoseksual (liwath) bahkan telah menjadi gaya hidup (lifestyle) generasi muslim di kota-kota besar hingga ke pelosok desa, dari usia muda hingga tua. Astaghfirullah! padahal hal tersebut jelas perbuatan yang dilaknat Allah SWT dan RasulNya.
Pun dengan cara seorang muslim zaman now memiliki sesuatu, mulai dari materi, barang hingga pekerjaan makin banyak yang tak menghiraukan tuntunan halal haram dalam islam. Banyak muslim yang mementingkan gaya hidup mewah meski harus bergelimang dosa riba yang berat. Misalnya rumah kredit, kendaraan kredit, kebutuhan sehari-hari pun kredit dengan berhutang ke bank ribawi. Sampai-sampai ada istilah : “Hari gini, kalau nggak berutang, sampai kapanpun nggak akan punya rumah dan segalanya!”. Maka, sangat sulit menemukan seorang muslim saat ini yang tak terjebak hutang ribawi. Bahkan negeri kita yang mayoritas muslim pun telah terbiasa membangun negerinya dengan bersendikan hutang ribawi kepada renternir dunia. Astaghfirullah!
BACA JUGA: Pentingnya Mengajarkan Adab kepada Anak
Sungguh, gaya hidup muslim zaman now mayoritas telah jauh dari gaya hidup muslim sejati sebagaimana yang dicontohkan orang-orang bertakwa terdahulu. Salahsatu penyebabnya adalah wabah penyakit wahn yang ditawarkan sistem sekuler saat ini. Wahn adalah penyakit cinta dunia dan takut mati. Sebagaimana sabda Rasul SAW: “Hampir tiba masanya kalian diperebutkan seperti sekumpulan pemangsa yang memperebutkan makanannya.” Maka seseorang bertanya: ”Apakah karena sedikitnya jumlah kita?” ”Bahkan kalian banyak, namun kalian seperti buih mengapung. Dan Allah telah mencabut rasa gentar dari dada musuh kalian terhadap kalian. Dan Allah telah menanamkan dalam hati kalian penyakit Al-Wahn.” Seseorang bertanya: ”Ya Rasulullah, apakah Al-Wahn itu?” Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: ”Cinta dunia dan takut akan kematian.” (HR Abu Dawud 3745)
Maka, menjadi PR bersama bagi kita untuk kembali pada gaya hidup muslim sejati yang berlandaskan ketakwaan. Sebagai contoh, sudah saatnya kita kembali pada pola hidup sehat Rasululullah dengan mengonsumsi makanan yang halal dan thoyyib. Semua dilakukan bukan karena memenuhi gaya hidup tapi semata karena tanggung jawab atau manifestasi ketakwaan kita kepada Allah SWT. Saat pagi hari mengkonsumsi madu dan kurma misalnya, ucapkan “Ya Allah, aku niatkan makan makanan ini karenaMu, maka berkahilah makanan ini agar menyehatkan bagi tubuhku. Aamiin”. Jika itu dilakukan maka selain tubuh yang sehat, maka insyaAllah juga berbuah pahala.
Begitupun saat kita menjadikan gaya hidup kita cerminan ketakwaan kita pada Allah SWT, maka kebiasaan kita berpakaian, cara kita melakukan rutinitas aktivitas sehari-hari, apa yang kita dengar, apa yang kita tonton, apa yang kita ucapkan, semuanya kan bernilai pahala di hadapanNya. Tentu saja akan menjadi amal kebaikan sebagai bekal ke surgaNya. Semoga kita sanggup menghiasi diri kita dengan gaya hidup islam. InsyaAllah! []
OPINI adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.