SEBAGAI seorang muslimah, banyak hal yang harus diperhatikan. Dimulai dari cara berjalan, berbicara, melirik, dan lain sebagainya. Bahkan dalam hal sederhana seperti tertawa pun ada adabnya,
1 Meneladani Nabi dalam senyuman dan tawa beliau.
Dari Ka’ab bin Malik r.a, ia berkata: ”Rasulullah apabila (ada sesuatu yang membuatnya) senang (maka) wajah beliau akan bersinar seolah-olah wajah beliau sepenggal rembulan.“ (HR Al-Bukhari kitab al-Maghaazi bab Hadiits Ka’ab bin Malik (no. 4418), al-Fat-h (VIII/142))
BACA JUGA: Canda dan Tawa Rasulullah
2 Jangan tertawa apabila hanya untuk mengejek, mengolok, mencela dan sebagainya.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim.” (QS. Al-Hujurat: 11).
3 Cukup tertawa secukupnya dan Tidak memperbanyak tertawa.
“Berhati-hatilah dengan tertawa, karena banyak tertawa akan mematikan hati.” (Hadits shahih, Shahiibul Jaami’ (no.7435)).
4 Tertawa bukanlah suatu profesi, karena hal itu alami dan lumrah terjadi
”Celakalah bagi orang-orang yang bercakap-cakap dengan suatu perkataan untuk membuat sekelompok orang tertawa (dengan perkataan tersebut), sedang ia berbohong dalam percakapannya itu, celakalah baginya dan celakalah baginya.” (Hadits hasan, diriwayatkan oleh at-Tirmidzi kitab az-Zuhd bab Man Takallama bi Kalimatin Yudh-hiku bihan Naas (no. 2315), telah di hasankan oleh Syaikh al-Albani dengan nomor yang sama, terbitan Baitul Afkar ad-Dauliyah)
Dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi bahwa maknanya adalah apabila seseorang berbicara dengan suatu pembicaraan yang benar untuk membuat orang lain tertawa, hukumnya adalah boleh. Al-Ghazali berkata, ”Jika demikian, haruslah sesuai dengan canda Rasulullah, tidak dilakukan kecuali dengan benar, tidak menyakiti hati dan tidak pula berlebih-lebihan.”
5 Tidak berlebih-lebihan dalam tertawa dan terbahak-bahak dengan suara yang keras.
Etika tertawa; ”Aku tidak pernah melihat Rasulullah berlebih-lebihan ketika tertawa hingga terlihat langit-langit mulut beliau, sesungguhnya (tawa beliau) hanyalah senyum semata.” (HR. Al-Bukhari kitab al-Aadab bab at-Tabassum wadh Dhahik (no. 6092), al-Fat-h (X/617)).
BACA JUGA: Hikmah Menutup Aurat bagi Muslimah
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, ”Yaitu, tidaklah aku melihat beliau berkumpul dalam hal tertawa, di mana beliau tertawa dengan sempurna dan suka akan hal tersebut secara keseluruhan.”
Tertawa yang berlebihan dapat menyebabkan muslimah kehilangan izzahnya. Tertawa berlebihan juga dapat mengundang keburukan. Seperti mudahnya laki-laki mendekatinya, dan mudah pula menjadi ajang keributan karena orang lain akan merasa terganggu. Muslimah memang dianjurkan untuk banyak tersenyum tetapi tidak banyak tertawa. []
SUMBER: MEDIA IHRAM ASIA