SERUAN berpuasa di dalam Alquran dimulai dengan panggilan khusus kepada orang-orang beriman,yaitu “Yaa ayyuhalladziina aamanu…” Panggilan khusus ini menunjukkan kedekatan dan kecintaan kepada kita sebagai orang-orang beriman. Ketika kita dipanggil secara khusus oleh Allah SWT dengan sebutan langsung, maka kita yang diseru akan merasakan getaran cinta dari Allah SWT. Getaran cinta, rasa kedekatan, keintiman itu yang kemudian membuat kita mudah menerima isi seruan yang disampaikan setelahnya. Siap melaksanakan beban-beban yang terkandung di dalam seruan Allah.
Inilah antara lain suasana jiwa yang penting kita hidupkan saat mendengar perintah melaksanakan puasa Ramadhan sebagaimana Allah berfirman yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa,” (QS. Al Baqarah:183).
BACA JUGA: Dari Rajab ke Sya’ban sampai Ramadhan
Islam adalah tuntunan Allah SWT yang harus menjadi pedoman hidup kita di dunia. Sebuah keyakinan atau aqidah, dan juga sebuah peraturan atau syariah yang harus disebarluaskan, diperjuangkan, dibela dan ditegakkan di tempat di mana kita hidup. Menjalani tugas-tugas itu, tak hanya membutuhkan fisik yang kuat, akal yang tajam, tapi juga ruhani atau jiwa yang kuat. Di sinilah, ibadah puasa Ramadhan disyariatkan oleh Allah SWT kepada kita sebagai upaya membentuk karakter Muslim yang kuat secara ruhani, sehingga mampu memikul tugas-tugas sebagai khalifatullah atau khalifah Allah SWT di muka bumi.
Setidaknya, ada empat target yang harus kita capai dalam menjalankan ibadah Ramadhan, khususnya dalam konteks mengemban amanah perjuangan menyebarkan dan menegakkan nilai-nilai kebenaran Islam yang kita yakini sebagai pedoman hidup ini.
Target pertama, quwwatul ‘aqidah atau memperkuat aqidah di dalam hati
Puasa menjadikan hati kita lebih dekat kepada Allah SWT, lebih tunduk, lebih peduli, lebih sensitif, lebih lembut, lebih takut kepada Allah SWT dan sifat-sifat mulia lainnya. Itulah takwa. Pesan lahir takwa adalah membangkitkan kesadaran dalam hati sehingga kita mau menunaikan kewajiban, mau lebih menjaga hati agar tidak dirusak oleh hal-hal yang merusak kedekatan dan ketundukan kepada Allah, dan semakin memiliki sensitifitas getaran hati terhadap perbuatan dosa.
Orang yang bertakwa adalah cermin kekuatan akidahnya. Artinya, kekuatan akidah kita akan seiring sejalan dengan kualitas ketakwaan kita kepada Allah SWT. Dan melalui puasa, akidah kita harus lebih kuat dan dari kekuatan akidah atau keyakinan kita itulah, maka ketakwaan kita pun akan menjelma menjadi lebih sempurna. Dan ketika itulah, seorang manusia menjadi makhluk yang mulia di sisi Allah.
“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal,” (QS. Al Hujurat:13).
Dalam konteks kehidupan kita yang sudah rusak, maka apa yang dihasilkan dari ibadah puasa ini sangat penting. Puasa menjadikan keimanan kita semakin kokoh, dan kekokohan itu juga yang akan melahirkan sikap takwa yang lebih sempurna. Dan ketika suatu masyarakat telah memiliki kekokohan akidah yang tercermin dalam ketakwaan yang kuat, maka akan terbentuk, kualitas masyarakat yang kita dambakan. Seperti digambarkan oleh Sayyid Quthb dalam Tafsir Fii dzilaalil Qur’an : “Apabila terjadi kerusakan pada suatu generasi manusia, maka untuk memperbaikinya bukan dengan memperketat peraturan dan hukum terhadap mereka, melainkan dengan jalan memperbaiki pendidikan dan hati mereka, serta menghidupkan rasa takwa di dalam hati mereka”.
Target kedua adalah, taqwiyatus Shilah billah atau Memperkuat hubungan dengan Allah SWT
Salah satu nilai dalam puasa yang pasti terbentuk bagi orang yang berpuasa adalah, puasa mendidik orang untuk lebih dekat dan lebih kuat hubungannya dengan Allah SWT. Puasa pada dasarnya adalah ibadah hati, di mana setiap orang tidak akan menjalani perintah berpuasa sebagaimana yang diatur di dalam ajaran agama, kecuali bila hatinya memiliki hubungan dan keyakinan dengan Allah SWT sebagai Rabbnya.
Ketika perilaku yang di luar Ramadhan atau di luar puasa halal, seperti makan, minum dan berhubungan dengan suami atau istri, tapi itu tidak dilakukan di siang bulan Ramadhan atau di saat berpuasa. Hal ini bisa dilakukan selama satu bulan penuh, pasti semata karena ada nilai dan kedudukan Allah SWT yang kuat di dalam hati orang yang berpuasa. Kita menjadi lebih tunduk kepada Allah SWT meskipun sebenarnya hal itu bisa dilakukan. Jadi, puasa ini pasti menjadi pertanda hubungan yang baik kepada Allah SWT yang menjelma dalam bentuk kepatuhan kepada-Nya.
Terjalinnya hubungan yang dekat kepada Allah SWT merupakan modal penting bagi kita. Bukan hanya supaya kita bisa menjalani amanah dan tugas dari Allah SWT semasa hidup, tapi juga untuk menuntun dan mem-back up kebutuhan kita sendiri dalam menjalani kehidupan dunia yang penuh tantangan. Hati yang jauh dari Allah, akan memunculkan banyak persoalan dalam hidup pribadi maupun masyarakat. Dan hati yang dekat dengan Allah dan merasa selalu diawasi oleh Allah SWT, akan membuat hidup lurus tidak menyimpang dari ketentuan Allah, dan itulah yang menyebabkan hidup kita menjadi damai dan teduh.
Target ketiga adalah, memperkuat hubungan dengan sesama manusia, atau taqwiyatus shilah bainan naas.
Puasa Ramadhan adalah ibadah yang dilakukan oleh kaum muslimin secara serentak di seluruh dunia. Kita merasakan satu hal yang sama, yakni lapar dan haus dan sama-sama berjuang untuk mampu menahan dan mengendalikan diri dari melakukan sesuatu yang tidak dibenarkan oleh Allah SWT, meskipun peluang untuk itu sangat besar.
Nilai keserentakan bisa menghasilkan kebersamaan dan hubungan yang baik dengan sesama muslim. Semangat kebersamaan merupakan modal yang sangat berharga bagi upaya perjuangan di jalan Allah SWT, apalagi Dia amat mencintai orang yang berjuang secara bersama-sama dengan kerjasama yang baik, Allah berfirman yang artinya: “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang dijalan-Nya dalam suatu barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (QS. As Shaff: 4)
Keserentakan dalam melakukan ibadah Ramadhan, juga melahirkan makna kekompakan antar sesama kaum Muslimin. Kekompakan dalam menyikapi suatu pilihan. Kekompakan dalam menghadapi suatu masalah. Kekompakan dalam mengatasi problematika hidup. Termasuk kekompakan dalam membuat pilihan-pilihan sosial dan politik. Inilah ruh kebersamaan yang lahir dalam ibadah puasa di bulan Ramadhan. Tidak mudah dicerai berai, tidak gampang difitnah dan diadu domba. Kita merasakan hal yang sama, menjalankan ketaatan kepada Allah SWT. Dan apapun yang menghalangi ketaatan dan ketundukan pada Allah SWT, kita sama-sama merasakannya sebagai sesuatu yang harus dihindari.
BACA JUGA: Sambut Bulan Ramadhan, Yuk Persiapkan Diri untuk Menjadi Lebih Baik
Di bulan Ramadhan, kita lebih memandang kepentingan publik atau sosial yang diyakini lebih bisa memelihara ketaatan dan ketundukan masyarakat kepada Allah SWT. Di bulan Ramadhan, penilaian kita terhadap banyak masalah, menjadi lebih didasari pertimbangan, apakah sikap kita dan sikap masyarakat kita, lebih berpihak pada ketundukan pada syariat Allah SWT, atau tidak. Di bulan Ramadhan, kita lebih memiliki keyakinan yang kuat untuk menjatuhkan pilihan pada apa yang menjadi keinginan ummat Islam secara bersama-sama, dan lebih memberi harapan pada kehidupan keagamaan yang lebih baik.
Target keempat, adalah quwwatuts tsabaat atau memperkokoh jiwa ketabahan
Dalam hidup ini, dalam kekuatan konsitensi dan ketabahan adalah sesuatu yang harus kita miliki. Ketabahan tidak muncul dengan sendirinya, dan karenanya setiap kita harus mendapat pemahaman dan melakukan latihan agar kita memiliki ketabahan itu. Puasa di bulan Ramadhan adalah sarana pelatihan ketabahan yang luar biasa. Kita menjadi lebih berdaya tahan dalam mempertahankan nilai-nilai kebenaran yang datang dari Allah SWT, meskipun dalam kondisi yang sulit seperti haus dan lapar.
Kehidupan ini ibarat kita berjalan di atas jalanan yang banyak persimpangan. Di persimpangan yang banyak itu, banyak pula godaan, bisikan, yang menarik agar kita tidak melanjutkan perjalanan atau menyimpangkan langkah ke jalan yang berbeda. Maka puasa di bulan Ramadhan membentuk kekuatan kita untuk tabah, untuk tangguh, untuk tetap berada di dalam jalan perjuangan, di jalan kebaikan, di jalan yang mengarah pada hidupnya nilai-nilai Islam di masyarakat.
Keempat target yang penting kita capai dalam bulan Ramadhan di atas akan mencetak kita semua sebagai pribadi-pribadi pemimpin yang berhasil dalam menjalankan kepemimpinannya. Kepemimpinan dalam lingkup keluarga, masyarakat, atau negara, harus memiliki empat target yang harus dicapai dalam bulan Ramadhan. Keyakinan yang kuat kepada Allah SWT, hubungan yang kuat kepada Allah SWT, hubungan yang kuat dengan sesama, dan mental yang kuat dalam membela kebenaran.
Keempat target itu, sekaligus menjadi karakter yang bisa menjadi kriteria pemimpin yang seharusnya kita pilih untuk memimpin masyarakat kita ke depan. []
SUMBER: IKADI