Oleh: Syaikh Salim dan Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid
KAMI menilai perlunya dibawakan pasal ini pada kitab kami, karena adanya sesuatu yang teramat penting yang tidak diragukan lagi sebagai peringatan bagi manusia, dan sebagai penegasan terhadap kebenaran, maka kami katakan:
Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla telah menetapkan sunnah Nabi secara adil, (untuk) memusnahkan penyimpangan orangorang sesat dari sunnah, dan mematahkan takwilan para pendusta dari sunnah dan menyingkap kepalsuan para pemalsu Sunnah. Sejak bertahun-tahun sunnah telah tercampur dengan hadits-hadits dhaif, dusta, diada-adakan atau lainnya. Hal ini telah diterangkan oleh para imam terdahulu dan ulama salaf dengan penjelasan dan keterangan yang sempurna.
BACA JUGA: Ramadhan ini Harus Perbaiki Diri
Orang yang melihat dunia para penulis dan para pemberi nasihat akan melihat bahwa mereka –kecuali yang diberi rahmat oleh Allah- tidak mempedulikan masalah yang mulia ini walaupun sedikit perhatianpun, wlaupun banyak sumber ilmu yang memuat keterangan yang shahih yang menyingkap yang bathil. Maksud kami bukan membahas dengan detail masalah ini, serta pengaruh yang akan terjadi pada ilmu dan manusia, tapi akan kita cukupkan sebagian contoh yang baru masuk dan mashyur di kalangan manusia dengan sangat masyhurnya, hingga tidaklah engkau membaca makalah atau mendengar nasehat kecuali hadits-hadits ini sangat disesalkan- menduduki kedudukan yang tinggi. (Ini semua) sebagai pengamalan hadits: “Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat…” (riwayat Bukhari 6/361), dan sabda beliau: “Agama itu nasehat…”(riwayat Muslim no.55)
Maka kami katakan wabillahi taufiq:
Sesungguhnya hadits-hadits yang tersebar di masyarakat banyak sekali, hingga mereka hampir tidak pernah menyebutkan hadits shahih walau banyak- yang bisa menghentikan mereka dari menyebut hadits dhaif. Semoga Allah merahmati Al Imam Abdullah bin Mubarak yang mengatakan: “(Menyebutkan) hadits shahih itu menyibukkan (diri) dari yang dhaifnya.” Jadikanlah imam ini sebagai suri tauladan kita, jadikanlah ilmu shahih yang telah tersaring sebagai jalan (hidup) kita.
Dan (yang termasuk) dari hadits-hadits lemah (dhaif) yang tersebar digunakan (sebagai dalil) di kalangan manusia pada bulan Ramadhan di antaranya:
1. “Kalaulah seandainya kaum muslimin tahu apa yang ada di dalam Ramadhan, niscaya umatku akan berangan-angan agar satu tahun Ramadhan seluruhnya. Sesungguhnya surga dihiasi untuk Ramadhan dari awal tahun kepada tahun berikutnya…” Hingga akhir hadits ini.
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah (no. 1886) dan Ibnul Jauzi di dalam Kitabul Mauduat (2/188-189) dan Abul Ya’la di dalam Musnad-nya sebagaimana pada Al Muthalibul ‘Aaliyah (Bab/A-B/ tulisan tangan) dari jalan Jabir bin Burdah dari Abu Mas’ud Al Ghifari.
Hadits ini maudhu’ (palsu), penyakitnya pada Jabir bin Ayyub, biografinya ada pada Ibnu Hajar di dalam Lisanul Mizan (2/101) dan beliau berkata: “Masyhur dengan kelemahannya.” Juga dinukilkan perkataan Abu Nu’aim, “Dia suka memalsukan hadits,” dan Bukhari, berkata, “Mungkarul hadits” dan dari An Nasa’i, “matruk (ditinggalkan) haditsnya.”
Ibnul Jauzi menghulumi hadits ini sebagai hadits palsu, dan ibnu Khuzaimah berkata serta meriwayatkannya, “Jika haditsnya shahih, karena dalam hatiku ada keraguan pada Jarir bin Ayyub Al Bajali.”
2. “Wahai manusia, sungguh bulan yang agung telah (menaungi) kalian, bulan yang didalamnya terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan, Allah menjadikan puasa (pada bulan itu) sebagai satu kewajiban dan menjadikan shalat malamnya sebagai amalan sunnah. Barangsiapa yang mendekatkan diri pada bulan tersebut dengan (mengharapkan) suatu kebaikan, maka sama (nilainya) dengan menunaikan perkara wajib pada bulan yang lain…. Inilah bulan yang awalnya adalah rahmat, pertengahannya ampunan dan akhirnya adalah merupakan pembebasan dari api neraka…” sampai selesai.
Hadits ini juga panjang, kami cukupkan dengan membawakan perkataan ulama yang paling masyhur. Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah (1887) dan Al Muhamili di dalam Amalinya (293) dan Al Ashbahani dalam At Targhib (q/178,b/tulisan tangan) dari jalan Ali bin Zaid Jad’an dari Sa’id bin Al Musayyib dari Salman.
Hadits ini sanadnya dhaif, karena lemahnya Ali bin Zaid, berkata Ibnu Sa’ad, “Di dalamnya ada kelemahan dan jangan berhujjah dengannya,” berkata Imam Ahmad bin Hanbal, “Tidak kuat,” berkata Ibnu Ma’in, “Dhaif” berkata Ibnu Abi khaitsamah, “Lemah di segala penjuru,” dan berkata Ibnu Khuzaimah, “Jangan berhujjah dengan hadits ini, karena jelek hafalannya.” Demikianlah di dalam Tahdizbut Tahdzib (7/322-323). Dan Ibnu Khuzaimah berkata setelah meriwayatkan hadits ini, “Jika benar kabarnya.” Berkata Ibnu Hajar di dalam Al Athraf, “Sumbernya pada Ali bin Zaid bin Jad’an, dan dia lemah,” sebagaimana hal ini dinukilkan oleh Imam As Suyuthi di dalam Jam’ul Jawami’ (no. 23714-tertib urutannya).
Dan Ibnu Abi Hatim menukilkan dari bapaknya di dalam Illalul Hadits (1/249), “Hadits yang mungkar.”
3. “Berpuasalah, niscaya kalian akan sehat.”
Hadits tersebut merupakan potongan dari hadits riwayat Ibnu Adi di dalam Al Kamil (7/2521) dari jalan Nahsyal bin Sa’id, dai Ad Dhahhak dari ibnu Abbas. Nahsyal termasuk yang ditinggal (karena) dia pendusta dan Ad Dhahhak tidak mendengarkan dari ibnu Abbas. Diriwayatkan oleh At Thabrani di dalam Al Ausath (1/q 69/ Al Majma’ul Bahrain) dan Abu Nu’aim di dalam Ath Thibun Nabawiy dari jalan Muhammad bin Sulaiman bin Abi Daud, dari Zuhair bin muhammad, dari Suhail bin Abi Shalih dari Abi hurairah. Dan sanad hadits ini lemah. Berkata Abu Bakar Al Atsram, “Aku mendengar Imam Ahmad –dan beliau menyebutkan riwayat orang-orang Syam dari Zuhair bin muhammad- berkata, “Mereka meriwayatkan darinya (Zuhair –pent) beberapa hadits mereka (orang-orang Syam- pent) yang dhaif itu,” Ibnu Abi Hatim berkata, “Hafalannya jelek dan hadits dia dari Syam lebih mungkar daripada haditsnya (yang berasal) dari Irak, karena jeleknya hafalan dia.” Al Ajalaiy berkata, “Hadits-hadits yang mereka riwayatkan dari ahli Syam ini tidak membuatku kagum,” demikianlah yang terdapat pada Tahdzibul Kamal (9/427).
Aku katakan: dan Muhammad bin Sulaiaman Syaami, biografinya (disebutkan) pada Tarikh Damasqus (15/q386-tulisan tangan) maka riwayatnya dari Zuhair sebagaiman dinaskhkan oleh para Imam adalah mungkar, dan hadits ini darinya.
4. “Barangsiapa yang berbuka puasa satu hari pada bulan Ramadhan tanpa ada sebab dan tidak pula karena sakit maka puasa satu tahun pun tidak akan dapat mencukupinya walaupun ia berpuasa pada satu tahun tersebut.”
Hadits ini diriwayatkan Bukhari dengan mu’allaq* dalam Shahih-nya (4/160 –Fathul Bari) tanpa sanad. Ibnu Khuzaimah telah memalsukan hadits tersebut di dalam Shahih-nya (19870), At Tirmidzi (723), Abu Daud (2397), Ibnu Majah (1672) dan Nasa’i di dalam Al Kubra sebagaimana dalam Tuhfatu Asyraaf (10/373), Baihaqi (4/228) dan Ibnu Hajar dalam Taghliqut Ta’liq (3/170) dari jalan Abil Muthawwas dari bapaknya dari Abu Hurairah.
Ibnu Hajar berkata dalam Fathul bari (4/161): “Dalam hadits ini ada perselisihan tentang Hubaib bin Abi Tsabit dengan perselisihan yang banyak, hingga kesimpulannya ada tiga penyakit: idhthirab (goncang), tidak diketahuinya keadaan Abil muthawwas dan diragukan pendengaran bapak beliau dari Abu Hurairah.”
Ibnu Khuzaimah berkata setelah meriwayatkannya: “Jika khabarnya shahih, karena aku tidak mengenal Abil Muthawwas dan tidak pula bapaknya sehingga hadits ini dhaif juga.”
BACA JUGA: Tips Persiapan Menuju Bulan Ramadhan
Wa ba’du: Inilah empat hadits yang didhaifkan oleh para ulama dan dilemahkan oleh para Imam, namun walaupun demikian kita (sering)mendengar dan membacanya pada hari-hari di bulan Ramadhan yang diberkahi khususnya dan selain pada bulan itu pada umumnya.
Tidak menutup kemungkinan bahwa sebagian hadits-hadits ini memiliki makna-makna yang benar, yang sesuai dengan syari’at kita yang lurus baik dari Alquran maupun Sunnah, akan tetapi (hadits-hadits ini) sendiri tidak boleh kita sandarkan kepada Rasulullah SAW, dan terlebih lagi –segala puji hanya bagi Allah- umat ini telah Allah khususkan dengan sanad dibandingkan dengan umat-umat yang lain. Dengan sanad ini dapat diketahui mana hadits yang dapat diterima dan mana yang harus ditolak, membedakan yang shahih dari yang jelek. Ilmu sanad adalah ilmu yang paling rumit, telah benar dan baik orang yang menamainya (yakni Al Isnad) adalah: “Ucapan yang dinukil dan neraca pembenaran khabar.”
Mudah-mudahan Allah memberi rezeki pada kami kebaikannya. Wahai saudaraku yang haus akan ketaatan kepada Allah, inilah sifat puasa Nabi dihadapanmu. Dan inilah petunjuknya dalam puasa Ramadhan, bersegeralah kepada kebaikan. Wasubhaanakallahu wa bihamdika, asyhadu anlaa ilaha illa anta, astaghfiruka, wa atuubu ilaika.
SUMBER: QURANDANSUNNAH