TANYA: Suatu kali, saat puasa, saya minum obat. Apakah puasa saya batal?
JAWAB: Kami kumpulkan dari berbagai sumber, berikut adalah hal-hal yang tidak membatalkan puasa.
1. Mencuci telinga, atau memasukkan tetesan ke dalam hidung, atau oksigen yang dimasukkan melalui hidung apabila bagian yang masuk tenggorokan tidak ditelan.
2. Pil-pil pengobatan yang diletakkan di bawah lidah untuk pengobatan sariawan atau lainnya juga tidak membatalkan puasa selagi dihindari masuknya ke dalam tenggorokan.
3. Memasukkan alat perekam ke lobang vagina, atau jari untuk pemeriksaan. [Fatawa Al-Lajnah Ad-Da’imah, 10/172]
4. Memasukkan alat pelihat atau spiral atau yang serupa dengannya ke dalam rahim.
5. Benda yang dimasukkan ke lobang air seni, maksudnya; pipa yang dimasukkan ke lobang tempat aliran air seni pada zakar atau vagina, atau benda yang dihubungkan dengan sinar atau obat, atau tempat untuk membersihkan wadah air seni.
6. Melubangi gigi atau mencopot gigi geraham atau pembersihan gigi atau bersiwak dan bersikat gigi asal dihindari tertelannya sesuatu ke dalam tenggorokan.
7. Kumur-kumur dan oksigen buatan yang dilakukan di mulut asal dihindari tertelannya sesuatu ke dalam tenggorokan.
8. Injeksi pengobatan di tubuh atau pada otot atau pembuluh darah, selain infuse pengganti makanan.
9. Gas oksigen.
10. Gas pembius yang tidak diberi bahan cair sebagai suplemen.
11. Benda-benda yang diserap kulit, seperti bahan cairan atau minyak angin atau benda tempelan lainnya yang mengandung bahan medis atau kimia.
12. Memasukkan selang (pipa kecil) ke urat-urat untuk kepentingan pemotretan atau pengobatan rongga jantung atau anggota badan lainnya.
13. Memasukkan alat untuk melihat yang dimasukkan ke bagian luar lambung untuk pemeriksaan atau operasi medis.
14. Mengambil bintik atau bendul-bendul yang ada di dalam hati atau lainnya selagi tidak dibarengi dengan bahan cairan suplemen.
15. Alat yang digunakan untuk melihat pencernaan bila dimasukkan tidak dibarengi dengan bahan-bahan suplemen atau benda lainnya.
16. Masuknya alat atau benda medis ke otak atau sumsum.
Hendaknya seorang dokter muslim selalu memberi nasihat kepada pasien untuk menunda hal-hal yang tersebut di atas yang tidak berbahaya atas penundaannya sampai waktu berbuka tiba, karena hal yang demikian itu lebih berhati-hati. [Qararat Majma’ Al-Fiqh Al-Islami, hal. 213]