INI adalah kisah cinta, keyakinan, dan harapan yang indah. Sebuah pazel sejarah yang tersusun rapi, memesona, dan penuh hikmah. Kisah para pemimpin besar dalam menghadapi bencana wabah Thaun’ Amwas, penyakit menular dan mematikan.
Adalah Kota Madinah di fase-fase awal penduduk Mekah hijrah, Rasulullah Saw mendapati beragam penyakit yang mengkhawatirkan penduduknya. Ada dua yang paling parah, yaitu demam dan pes yang menakutkan.
Saat itu kaum Muhajirin dalam keadaan lemah, baru pindah, dan dilanda kerinduan yang amat dalam pada kota Mekah yang ditinggalkannya. Islam belum kokoh di Madinah, di tempat baru yang mereka tinggali saat ini. Sementara kesedihan, kekurangan, kelaparan, dan gizi tak mencukupi kebutuhan.
BACA JUGA: Menyikapi Corona; Sahabat Nabi Pun Ada yang Meninggal Karena Wabah Penyakit
Rasulullah Saw menengadahkan tangan, memohon pertolongan Allah Swt.
Dengan kasih sayang-Nya, Allah berikan kesempatan memilih salah satu dari dua penyakit ini. Rasulullah memandang bahwa demam lebih ringan daripada pes yang mematikan, maka Allah Swt memindahkan pes ke negeri Syam.
Para sahabat mulai sakit, mulai berjatuhan akibat demam yang menggigilkan tubuh. Belum lagi gangguan psikis meresahkan kehidupan. Madinah benar-benar dioncang berbagai macam isu tak menyenangkan, penduduk yang masih kafir dan Yahudi tersenyum sinis melecehkan.
Rasulullah Saw berduka. Bagaimana kalau para sahabatnya meninggal dunia, sementara Islam belum kokoh di sana?
Dengan hati mengiba, berpasrah jiwa dan raga. Melalui lisannya yang agung dan tak pernah berdusta, Rasulullah Saw kembali menengadahkan tangan memohon pertolongan Allah Swt agar demam pun diangkat dari Madinah. Doa yang tulus, jujur, dan penuh harapan.
Rasulullah Saw bermimpi melihat seorang wanita berkulit hitam legam dan berambut gimbal, keluar dari Madinah menuju Juhfah. Rasulullah Saw mengabarkan bahwa demam telah dipindahkan Allah Swt dari Madinah Al-Munawarah menuju Juhfah.
Maka Juhfah pun diisolir. Tak boleh ada perjalanan yang melewatinya, tak boleh ada orang yang menetap dan tinggal di dalamnya.
Rasulullah Saw mulai meletakan pondasi pemerintahan Islam di Madinah, mulai melakukan pembebasan wilayah demi wilayah seperti Yaman, Syam, Persia dan Romawi.
BACA JUGA: Sejarah, Ini 6 Wabah yang Tak Kalah Mematikan dari Corona
Rasulullah Saw menerima wahyu, mempelajari sejarah bangsa-bangsa, dan terpukau dengan Romawi yang amat mencintai nabi Isa ‘Alaihisalam.
Rasulullah Saw menyeru penguasa Romawi, mengajak pembesarnya, dan memanggil rakyatnya agar masuk Islam. Surat seruan dilayangkan pada Kaisar Heraklius sang penguasa Romawi saat itu, tapi tak ada balasan mereka akan mengikuti seruannya.
Ada banyak negeri yang diseru masuk Islam dan harus dibebaskan dari tirani penguasa diktator yang menyusahkan rakyatnya. Nubuwah pembebasan Konstantinopel menjadi semangat para sahabat untuk mewujudkan kabar gembira itu.
Hanya saja sebelum Konstatinopel dibebaskan, ada Syam yang terbentang luas dibawah kekuasaan raksasa Imperium Romawi. Negeri Syam harus dibebaskan lebih dahulu sebelum melangkah ke Konstantinopel.
Usai Perjanjian Hudaibiyah, kondisi mulai lebih tenang dan terkendali. Maka pada kesempatan ini Rasulullah Saw mulai menjalankan misi pembebasan Romawi melalui Perang Mu’tah.
Jafar bin Abu Thalib sepupu kecintaannya gugur, disusul Zaid bin Haritsah putra angkat kesayangannya gugur, dan tak ketinggalan Abdullah Ibnu Rawahah sahabat yang amat dikasihinya pun gugur. Tiga panglima kebanggaan nabi Saw, syahid dalam pertempuran ini.
Selanjutnya Khalid bin Walid mengambil alih kepemimpinan, hingga esok harinya Romawi kewalahan melawan pasukan Muslim dalam pertempuran dahsyat. Khalid berhasil membawa pasukan kaum Muslimin kembali ke Madinah dalam keadaan selamat.
Pada fase berikutnya Rasulullah Saw wafat dan para sahabat meneruskan aksi pembebasan negeri demi negeri mulai dari Abu Bakar, Umar dan seterusnya. Semuanya bergerak melanjutkan misi agung pembebasan manusia dari belenggu hamba menuju keagungan Allah Swt.
Ternyata ada dua masalah di Syam, selain kekuatan musuh yang tangguh, juga wabah penyakit menular yang mematikan. Ini bagai dua mata pisau yang membahayakan. Sebuah dilema yang dihadapi kaum Muslimin dalam pembebasan Syam yang melegenda.
Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khatab, wabah benar-benar menggila. Penduduk Syam dan kaum Muslimin banyak yang meninggal karenanya.
Situasi ini mulai kacau dan tak terkendali, terjadi chaos dan kisruh di Syam. Tentu saja tak semua orang tahu tentang doa Rasulullah Saw yang berkaitan dengan wabah menular ini.
Abu Ubaidah yang saat itu diamanhi sebagai gubernur Syam, berdiri dan angkat bicara meyakinkan semuanya, sehingga mereka tenang dan sabar atas cobaan yang melanda.
Dalam menjalankan roda pemerintahannya di Madinah, Umar membutuhkan peran Abu Ubaidah demi estafet kememimpinan kaum Muslimin esok hari.
Umar memanggil Abu Ubaidah agar keluar dari Syam dan kembali ke Madinah, karena setelah Salim Maula Abu Hudzaifah wafat, harapan Umar jatuh pada Abu Ubaidah sebagai penggantinya.
Dalam pandangan Umar, nyawa Abu Ubaidah sangat penting sehingga harus diselamatkan. Tapi Abu Ubaidah menolaknya. Ia merasa tidak penting di hadapan dirinya sendiri. Padahal amat mudah bagi Abu Ubaidah meninggalkan Syam yang dilanda wabah, tapi ia tak tega membiarkan rakyatnya menderita.
Ini kemuliaan, kesempatan syahid di jalan Allah Swt. Abu Ubaidah paham betul nasihat kekasihnya, Muhammad Saw, bahwa orang yang ada di wilayah wabah tidak boleh keluar meninggalkan wilayahnya. Abu Ubaidah meyakini pilihan ini sepenuh hati sebagai jalan syahid yang mulia.
Umar tak kuasa menitikan air mata mendengar wafatnya Abu Ubaidah, sahabat yang baik, teman yang menyejukan, juga gubernur yang kekayaan dan penampilannya susah dibedakan dari rakyatnya.
Umar mengambil pilihan lain untuk menghindari wabah, sebagaimana tuntunan hadits yang didengarnya dari Abdurrahmaan bin Auf. Ada beban kepemimpinan di pundaknya yang belum tuntas, ada hajat hidup orang banyak, dan ada rakyat harus diurusnya.
Setelah Abu Ubaidah wafat, Umar mengangkat Muadz bin Jabal sebagai gubernur Syam. Pilihan ini diambil karena Muadz terpercaya, kompeten dan sudah lama menemani perjuangan Abu Ubaidah di Syam.
Umar berharap, setelah wafatnya Abu Ubaidah, kelak yang menggantikannya sebagai khalifah adalah Muadz sang penghulu para ulama.
Muadz berusaha mencari solusi dari wabah yang menjangkiti Syam, namun tak berapa lama Muadz dan keluarganya wafat karena wabah menyerangnya.
Adapun Amru bin Ash, menghindar dari wabah karena nubuwah tentang pembebasan banyaknya wilayah oleh kaum Muslimin. Amru bin Ash ingin mewujudkan nubuwah itu dan berusaha sekuat tenaga menyelamatkan pasukannya.
Ada mimpi pembebasan wilayah demi wiilayah di kepala Amru bin Ash, ada mimpi pembebasan Konstantinopel di benaknya.
BACA JUGA: PBNU Imbau Shalat Tarawih-Salat Id di Rumah saat Pandemi Corona
Setelah Abu Ubaidah wafat, Muadz juga wafat, estafet gubernur Syam jatuh pada pundak Amru bin Ash. Amirul Mukminin Umar bin Khathab memercayakan pemecahan masalah wabah ke tangannya.
Keshalihan dan kecerdasan Amru bin Ash berpadu dalam menyelesaikan masalah pelik ini. Amru terkenal sebagai cerdik dan terbiasa menyelesaikan permasalahan rumit umat ini.
Selain keyakinan yang kokoh, doa yang mantap, juga harus ada ikhtiar yang optimal. Amru bin Ash berpidato dan memerintahkan penduduk Syam untuk berpencar, berpisah satu sama lain dan tidak boleh berkerumun.
Penduduk Syam patuh melaksanakan titah gubernurnya. Ada yang pergi ke kebun, bukit, lembah, gunung atau daerah terpencil. Upaya ini membuahkan hasil, sehingga wabah yang menular dapat dibendung.
Wabah mulai menurun, mulai berhenti dan akhirnya hilang dari kehidupan masyarakat Syam pada saat itu.
Beginilah cara para pemimpin besar mengambil keputusan, ada tujuan, visi dan misi yang jauh lebih agung dari kehidupannya saat ini.
Umar bin Khatab, Abu Ubaidah, Muadz bin Jabal, dan Amru bin Ash mengajari kita arti kehidupan. Inilah para pemimin sejati. Pempimpin terpaan tarbiyah Rasulullah Saw yang mulia. Pemimpin yang bukan hanya memikirkan dirinya, tapi juga rakyat dan keridhaan Allah Swt. Pemimpin ysng rindu kebaikan di masa depan. Ada keyakinan, cinta, dan harapan yang indah.
Hari ini virus corona melanda negeri kita.
Apa harapanmu untuk masa depan?
[]