FILIPINA–Seorang pria di Filipina ditembak mati setelah melanggar aturan lockdown. Selain itu, pria 63 tahun tersebut juga mengancam para pejabat desa dan polisi dengan sabit di pos pemeriksaan Covid-19 pada Sabtu lalu.
Pria ini diyakini mabuk saat mengancam petugas keamanan di pos pemeriksaan Kota Nasipit, Provinsi selatan Agusan del Norte.
“Tersangka itu diperingatkan oleh petugas kesehatan desa karena tidak mengenakan masker,” menurut laporan polisi, melansir Al Jazeera.
BACA JUGA: Pengurus Besar IDI Analisis 3 Penyebab Tingginya Kematian akibat Corona di Indonesia
“Tapi tersangka marah, mengucapkan kata-kata memprovokasi dan akhirnya menyerang personil menggunakan sabit.”
Kemudian pria itu ditembak mati oleh polisi yang berusaha menenangkannya. Kasus penembakan warga sipil karena menolak aturan lockdown di Filipina ini menjadi yang pertama terjadi.
Sebelumnya, Presiden Rodrigo Duterte telah memperingatkan akan mengerahkan polisi dan militer untuk menembak siapapun yang melanggar lockdown.
“Ikuti pemerintah saat ini karena ini adalah saat yang kritis. Dan jangan membahayakan pekerja kesehatan, para dokter, karena itu adalah kejahatan serius,” ujar Duterte pada Rabu silam.
“Perintah saya kepada polisi dan militer, jika ada yang membuat masalah, dan hidup mereka (aparat) dalam bahaya, tembak mereka mati,” tambahnya.
Sebelumnya, Pulau Luzon di Filipina telah ditutup selama sebulan sejak 16 Maret. Penguncian ini memaksa warga agar lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Warga hanya boleh keluar untuk tujuan yang penting yakni ke toko kebutuhan atau apotek.
Menurut catatan Worldometers pada Senin (6/4/2020), Filipina sudah mengantongi 3.660 kasus Covid-19. 163 orang meninggal dunia. Sedangkan hanya 73 pasien yang berhasil pulih dari virus ini.
“Tanpa pembatasan, ini tidak akan berakhir. Jadi, jika kamu tidak mau mengikuti, maka aku akan menghabisimu untuk melindungi nyawa orang tak bersalah yang tidak ingin mati,” tegas Duterte.
Amnesty International menyesalkan bahwa seorang penguasa seperti Duterte menggunakan pandemi corona untuk melumpuhkan kritik dan perbedaan pendapat.
“Ini adalah krisis kesehatan yang belum pernah terjadi sebelumnya, tetapi Presiden Duterte fokus menyerang kebebasan berbicara dan berkumpul,” kata Butch Olano, direktur Amnesty International di Filipina.
“Dia meremehkan permintaan negara untuk layanan yang lebih baik ketika prioritasnya adalah untuk memenuhi kewajiban pemerintah untuk menyediakan layanan kesehatan dan bantuan vital bagi semua orang tanpa diskriminasi,” tambahnya.
Sebelumnya, pemerintah Filipina sudah mulai mendistribusikan bantuan tunai kepada keluarga miskin dan pekerja yang terkena dampak penguncian.
BACA JUGA: Harimau di Kebun Binatang AS Positif Terinfeksi Virus Corona
Paket stimulus ini totalnya adalah 200 miliar peso ( 4 miliar Dolar) sekitar Rp 66 Triliun. Namun banyak keluhan berdatangan terkait bantuan ini, seperti paket makanan yang terlambat.
Seperti pada Rabu silam, sebuah kerusuhan terjadi di pinggiran Manila. Sekelompok penduduk di daerah kumuh berkumpul di luar rumah setelah mendengar ada distribusi bantuan.
Petugas keamanan desa dan polisi berusaha mendesak warga agar kembali ke rumah. Namun mereka malah menolak anjuran itu. Alhasil setidaknya 21 warga setempat ditangkap dan mendapatkan berbagai tuntutan pidana. []