RAMADHAN adalah bulan mulia yang kedatangannya selalu disambut sukacita oleh umat Muslim di seluruh dunia. Bagi kita Muslim Indonesia pasti tak akan mengalami kesulitan dalam menentukan kapan waktu sahur dan berbuka dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Namun berbeda cerita bagi umat Muslim yang tinggal di Lingkaran Arktik (kota-kota yang berada di sekitar Kutub Utara).
Ketika datang bulan Ramadhan, umat Islam yang tinggal di sekitar kutub utara biasanya menghadapi kebingungan perihal kapan mereka harus memulai dan mengakhiri puasa setiap harinya.
Apabila Ramadan bertepatan dengan bulan-bulan musim panas di sana, maka di seluruh wilayah ini, matahari akan terbit selama hampir 24 jam, dengan jam malam hanya sekitar 50 menit saja. Bahkan di beberapa wilayah tertentu, sama sekali tidak ada malam.
BACA JUGA: Makan Minum Waktu Puasa tapi Tak Batal, Kok Bisa?
Dan sebaliknya, ketika musim dingin tiba, wilayah tersebut dapat gelap sepenuhnya selama 24 jam.
Cobalah Anda bayangkan, bagaimana rasanya berpuasa di tengah situasi dan kondisi seperti itu?
Untuk mengatasi persoalan ini, yang mana akan sangat memberatkan apabila seseorang berpuasa di atas 20 jam per harinya, The European Council for Fatwa and Research (Dewan Fatwa dan Penelitian Eropa) berupaya untuk menyusun pedoman baru untuk Muslim yang tinggal di daerah Nordik, agar mereka dapat melaksanakan puasa dengan jam yang realistis.
Dewan tersebut akan merilis pedoman pelaksanaan Ramadan untuk mempermudah umat Islam yang berada di kota-kota paling utara di negara-negara seperti Norwegia, Swedia, Islandia, Rusia, dan Kanada.
Umat Muslim yang berpuasa di daerah ini mungkin mengalami kesulitan untuk menentukan waktu sebenarnya yang tepat kapan matahari terbit dan terbenam, sebab di sana hampir tidak ada bedanya.
Karena tidak ada batasan yang pasti terkait kapan matahari terbit atau terbenam, Mohammed Kharraki, juru bicara Asosiasi Islam Swedia menyarankan umat Islam untuk, “Tentukan berdasarkan kapan terakhir kalinya matahari terlihat terbenam dan terbit dengan jelas,” ujarnya sebagaimana dikutip oleh mvslim.
Namun tidak semuanya setuju dengan pendapat Kharraki, ada juga yang mengambil referensi berdasarkan waktu dari negara terdekat yang siklus perputaran mataharinya relatif normal, ke negara Eropa terdekat misalnya. Pilihan lainnya adalah, mengikuti jam puasa yang terjadi di Mekah, Arab Saudi.
BACA JUGA: Sebelum Puasa Ramadhan Waktu Paling Baik untuk Ziarah?
Pilihan terakhir adalah, ini yang paling berat, yaitu mengikuti jam terbit dan terbenamnya matahari sebagaimana adanya di sana.
Karim Askari, Direktur Eksekutif Islamic Foundation of Iceland (Islandia), memilih cara yang terakhir. “Saya akan melaksanakan (puasa) berdasarkan waktu setempat di Reykjavik (ibu kota Islandia),” kata Askari kepada CNBC. “Melaksanakan (puasa) 21 jam tanpa makan adalah waktu yang lama. Tapi Insya Allah, mayoritas Muslim di sini, di Reykjavik, juga melakukannya.”
Meski demikian, Askari tetap menghormati Muslim lainnya yang melaksanakan puasa dengan jam yang berbeda. []
SUMBER: GANA ISLAMIKA