KHADIJAH binti Khuwailid ialah tokoh wanita Quraisy yang suci. Ia lahir di keluarga yang terhormat diperkirakan pada lima belas tahun sebelum tahun Gajah. Ia memiliki keistimewaan dalam cara berpikirnya yang tajam dan berkepribadian luhur. Bahkan banyak tokoh Quraisy yang mengaguminya.
Namun sangat disayangkan selama ia berpisah dengan suami keduanya yaitu ‘Atiq bin A’idz, ia tak pernah menerima lamaran dari pria mana pun.
BACA JUGA: Ketika Dinikahi Nabi, Benarkah Khadijah Sudah Berusia 40 Tahun?
Itu terjadi karena ia ingin lebih fokus terhadap usaha berniaganya dan mengasuh anak-anaknya, yang bernama Halah dan Hundun, yang ia miliki pada pernikahan pertamanya.
Karena Khadijah seorang saudagar kaya maka ia terbiasa memberikan upah pada kaum laki-laki yang mau bekerjasama dengannya. Hingga akhirnya ia mengenal Nabi sebelum masa kenabiaannya. Ialah Muhammad yang memiliki sifat yang jujur, amanah dan berakhlak mulia. Khadijah pun mempercayakan barang dagangannya pada Nabi SAW.
Setelah terjadi kesepakatan, maka berangkatlah Nabi ke negeri Syam dan berkat Allah SWT, Nabi membawa laba yang banyak daripada biasanya. Hal itu membuat Khadijah merasa gembira. Meskipun sebenarnya rasa kagum terhadap Nabi lebih besar daripada kegembiraannya.
Ketika hatinya semakin bergejolak, maka berceritalah ia pada sahabatnya, Nafisah binti Munabbih. Nafisah pun mampu menangkap arti dibalik kekhawatiran Khadijah. Dan dengan kecerdasannya Nafisah menguatkan pendapatnya dan langsung pergi menemui Nabi.
Nafisah bertanya pada Nabi, “Muhammad, apa yang menghalangimu untuk menikah?”
Nabi menjawab, “Aku tidak mempunyai apa-apa untuk menikah.”
“Seandainya ada yang mau mencukupimu dan engkau diminta untuk menikahi wanita kaya, cantik dan terhormat, apakah engkau mau?”
“Tetapi siapa dia?” tanya Nabi.
“Khadijah binti Khuwalid,” ucap Nafisah dengan penuh keyakinan.
Dan Nabi pun memberi respon positif, “Jika ia setuju, aku akan menerima.”
BACA JUGA: Rasulullah Berkata: Demi Allah, Tidak Ada yang Lebih Baik daripada Khadijah
Nafisah pun segera menemui Khadijah dan memberikan kabar gembira itu. Sementara itu Muhammad juga memberitahukan kepada pamannya tentang niat baiknya itu.
Setelah akad selesai, maka mereka resmi sebagai sepasang suami istri. Khadijah pun menjadi teladan paling agung sebagai istri yang mencintai suaminya. Bahkan karena itu ia masih menjadi contoh terbaik bagi istri-istri Nabi meski ia telah wafat. []
Sumber: Wanita Teladan, Istri-istri, Putri-putri, dan Shahabat Wanita Utama Rasulullah/Penulis: Mahmud Mahdi Al-Istanbuli dan Musthafa Abu Nashr Asy-Syilbi/2016