ADUUH, hatur nuhun pisan ka ibu guru SD anu tos masihan tugas, “Memijat ayah sepuasnya.”
Ini tugas yang baik, mendidik dan bermanfaat. Tugas berbakti, keterampilan, dan melakukan kebiasaan baik harus jadi bagian pembelajaran.
Tak mesti anak dibebani setumpuk pekerjaan rumah, memindahkan jadwal dari sekolah ke rumah yang bertumpuk.
Kasihan anak jadi tertekan, orangtua kerepotan, dan guru mengajar online pun belepotan.
Mending kalau anaknya satu, lha yang anaknya banyak, 1 orang masih TK, 2 orang SD, 1 orang SMP, 1 lagi SMA. Belum lagi punya balita tiga tahun.
Kebayang kan, betapa repotnya orangtua di rumah? Semua minta bantuan, si kecil rewel, tambah ayahnya minta dibikinin kopi. Alamaaa.
Biarlah anak bahagia, tak usah dibebani mata pelajaran yang berjibun jumlahnya, rumit mengerjakannya, dan repot membuat tugasnya.
Biarkan anak bahagia, belajar di rumah macam ini tak sepuluh tahun sekali kok. Anggap saja ini kurikulum kebahagiaan.
Kalau pun mau ngasih tugas, yang ringan saja, simple dan bermanfaat. Bukan berarti mata pelajaran di sekolah tak bermanfaat, tapi melihat kondisi dan situasi yang ada. Biar pas, biar kena, biar anak-anak dan orangtua bahagia.
Toh kita lihat kenyataan di lapangan, ada anak lulusan SMA tapi masih buang sampah sembarangan. Jadi, sekolah selama 12 tahun ngapain aja, Tong?
Sekarang mumpung di rumah, pembelajarannya tentang agama, akhlak dan kebiasaan baik. Misalnya anak menghafal surat-surat, doa-doa, menjadi imam shalat, mengasuh adik, membantu cuci piring, menyapu lantai, menjemur pakaian dan sebagainya.
Perkuat pemahaman agama, perkokoh aqidah, perindah akhlak, nanti juga ilmu mah nuturkeun. Aqidah bagus, akhlak bagus, ilmu insyaallah berkah.
“Ah, omdo. Emang Lo siapa, tahu apa soal pendidikan?”
Haduh.. Kudu jawab gimana ya pada orang model gini? Baiklah, gini aja, kalau tuturan saya dianggap baik, silakan boleh diambil. Kalau buruk, ya tinggalkan. Maklum orang awam yang gak sekolah, hanya pernah ngambil kesejahteraan sosial, S2/spesialis anak. Jadi makklum kalau dangkal soal pendidikan.
“Tuh kan, Gue bilang juga apa? Minim ilmu pendidikan?”
Iya saya akui, maklum bukan bintang kampus. Tapi alhamdulillah, walau pun terseok-seok lulus juga S2 pendidikan agama Islam, tesis tentang pendidikan karakter.
“Hm.. Emang cukup?”
Tentu saja gak cukup, masih jauh ilmu dan pengalaman saya dari kata ideal. Tapi paling tidak saya peduli pada pendidikan, pada anak didik, juga peduli pada anak kami sebagai murid sekolah. Maklum S3 tentang ilmu pendidikan. []