KETAATAN Fatimah Az Zahra kepada suaminya Sayyidina Ali menyebabkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengangkat darajatnya. Fatimah tidak pernah mengeluh dengan kekurangan dan kemiskinan keluarga mereka.
Tidak juga dia meminta-minta hingga menyusahkan suaminya. Meski begitu, kemiskinan tidak menghalangi Fatimah untuk selalu bersedekah. Dia tidak sanggup untuk kenyang sendiri apabila ada orang lain yang kelaparan.
Dia tidak rela hidup senang dikala orang lain menderita. Bahkan dia tidak pernah membiarkan pengemis melangkah dari pintu rumahnya tanpa memberikan sesuatu, meskipun dirinya sendiri sering kelaparan.
Pernah suatu hari, Fatimah telah membuat Ali terusik hati dengan kata-katanya. Menyadari kesalahannya, Fatimah segera meminta maaf berulang-ulang kali.
Melihat air muka suaminya tidak juga berubah, maka Fatimah berlari-lari seperti anak kecil mengelilingi Ali. Tujuh puluh kali Fatimah mengelilingi Ali sambil merayu-rayu mohon untuk dimaafkan. Melihat tingkah laku Fatimah itu, tersenyumlah Ali dan lantas memaafkan istrinya itu.
Kemudian perkara ini sampai ke telinga Rasulullah Shallahu ‘alaihi wassalam dan beliaupun memberi nasihat kepada puterinya
“Wahai Fatimah, kalaulah di kala itu engkau meninggal sedangkan suamimu Ali tidak memaafkanmu, niscaya aku tidak akan mensholatkan jenazahmu.”
Begitulah yang ditetapkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengenai kedudukan suami sebagai pemimpin bagi seorang istri. Betapa seorang istri itu perlu berhati-hati di saat berhadapan dengan suami. Padahal apa yang dilakukan Fatimah itu bukanlah suatu kesengajaan. []
Sumber: ZonaKeren.com