APAPUN yang kita kerjakan harus memiliki keikhlasan di dalamnya. Etss, tentunya itu hal positif. Kalau apa yang dikerjakan berkaitan dengan hal yang negatif, mendekati dosa, zina, itu mah, tak usah ditanya pasti menjalankannya dengan ikhlas.
Loh, kok gitu sih? Ya, bukankah sok tahu, tapi dilihat dari realita, ya, memang seperti itu. Kenapa? Soalnya, hal yang seperti zina, gibah, dan yang mendekati zina lainnya, pastilah nikmat. Sehingga, tidak sulit untuk melaksanakannya, dan menjalankannya, jadi oke, oke saja!
Berbeda dengan apa yang akan kita kerjakan bernilai ibadah, pasti saja banyak alasan untuk menolaknya. Meskipun tidak ada, pasti tuh dicari-cari si alasan.
Apapun bentuk ibadahnya, baik itu shalat, zakat, sedakah, puasa, dan lain sebaginya, amat sulit dilakukan dengan suka cita dan ikhlas ini. Tapi tahukah ikhlas dalam melaksanakan puasa banyak keuntungannya, loh!
Ikhlas dalam puasa adalah memurnikan niat dan tujuan dalam menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa, hanya untuk mencari keridhoan Allah SWT. Puasa hamba yang ikhlas buakn sekedar menahan hawa nafsu, seperti makan, minum, dan bersetubuh. Tetapi ia juga harus menjaga penglihatannya, pendengarannya, penciumannya, pengecapnya dan perasaannya untuk tujuan lain selain kepada Allah SWT. Mulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari seorang hamba menjaga ucapan, tindakan, dan perbuatannya hanya untuk Allah semata.
Dalam bahasa puasa (shiam) berarti menahan diri. Dalam syariat Islam, puasa berarti menahan diri dari segala yang membatalkannya (makan, minum, dan bersetubuh), mulai dari sejak terbit fajar sampai terbenam matahari yang dilaksanakan untuk mendapatkan ridho Allah.
Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagai mana yang diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa,” (QS. Al-Baqarah: 183)
Puasa adalah bentuk pengorbanan seorang hamba kepada Tuhannya. Hamba yang puasa adalah hamba yang memenjara dan mengendalikan hawa nafsunya, mulai matahari terbit hingga matahari terbenam, di waktu-waktu yang telah ditentukan Allah.
Puasa adalah ibadah yang dapat mendisiplin ruhaniah seorang hamba. Rahasia keberhasilannya tergantung pada diri sendiri, karena puasa bukanlah semata-mata amalan yang orang banyak. Yang dapat menilai kesempurnaan puasa seorang hamba, hanya dirinya sendiri dan Allah SWT. Karena itu, puasa sesungguhnya adalah amalan batin antara hamba dan Khalik-nya.
Hamba Allah yang ikhlas dalam puasanya, akan mencapai derajat ketaqwaan di mata Allah, karena goal dan ibadah puasa adalah penghekangan hawa nafsu duniawi, yang mendidik seorang insan untuk berbuat baik dan mulia, lalu menjauhi maksiat dan kemungkaran.
Ibadah puasa yang tidak disertai keikhlasan mencari keridhaan Allah, akan menjadi sia-sia dan tak ada nilainya di mata Allah.
Rasulullah SAW bersabda, “Betapa banyak orang puasa, hasilnya hanya lapar dan dahaga,“ (HR. Bukhari)
Puasa itu untuk Allah, bukan untuk diet, atau sekedar menahan lapar dan dahaga. Tetapi menahan nafsu yang membatalkan dan mengurangi pahala puasa, seperti pandangan mata yang membawa maksiat, pendengaran yang hanya memfitnah orang lain, menyentuh wanita yang bukan mukhrimnya, berbohong, menipu, menghasut, menghujat, melecehkan, memarahi, hingga menghina orang lain. P
uasa bukan untuk mencari kesaktian, penguasaan ilmu kebatinan tertentu,hingga ingin disebut soleh. Apapun tujuan puasa selain Allah, akan sia-sia amalnya di mata Allah.
Puasa dengan ikhlas, adalah ciri-ciri hamba Allah yag bertaqwa. Dan semulia-mulianya manusia di antara manusia lain, adalah manusiamanusia yang bertaqwa.
Allah SWT firman: “Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian di sisi Allah, adalah orang yang paling bertaqwa di antara kalian,“ (QS. AL-Hujurat : 13) []
BERSAMBUNG
Referensi: Keajaiban Ikhlas/Muhammad Gatot Aryo Al-Huseini/Coretan Books Publishing