“MAMA tahu Ummanya Nussa?” tanya Fiqi anak saya, suatu ketika. Saya jadi curiga, dia mulai bisa mengarahkan pembicaraan.
“Ummanya Nussa itu baik ya Ma, hebat. Baik hati. Bisa ngapa-ngapain.”
“Memangnya, Mamanya Fiqi nggak hebat, nggak baik, dan nggak bisa ngapa-ngapain?”
Saya balik tanya (lebih tepatnya baper. Tentu saja, perasaan ini muncul karena sadar diri, ada sikap dan sifat saya yang masih kurang di mata dia. Di mata anak 6 tahun yang kini bisa memulai pembicaraan layaknya orang dewasa).
“Mama juga hebat, baik, bisa ngapa-ngapain, tapi kadang suka marah.”
Oke, untuk yang satu ini. Saya mengakui. Saya tak sesabar Ummanya Nussa.
Belakangan saya sadar. Film animasi yang mengangkat tokoh anak soleh nan teladan itu, bukan hanya untuk memberi contoh kepada anak-anak. Tapi juga kepada kita para orang dewasa.
Lalu saya sampaikan maaf kepadanya kalau masih ada kekurangan sebagai ibu, dan tahu apa jawabnya?
“Nggak apa-apa Ma, biarpun begitu aku sayang Mama, Mama nggak tergantikan.” []