SANGAT disayangkan perilaku segelintir orang yang dengan gegabah menjatuhkan vonis tidak sesuai sunah (bid’ah) kepada doa buka puasa yang berbunyi “Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizqika afthartu”, dengan alasan (katanya) haditsnya dhaif (lemah), yang sesuai sunah adalah doa yang berbunyi “Dzahaba zama’u…”.
Pernyataan ini tidak elok muncul dari seorang muslim yang baik agamanya. Sebuah klaim yang besar kemungkinan hanya didasarkan kepada semangat, tanpa diiringi dengan ilmu yang memadahi. Oleh karena itu, pada kesempatakan kali ini ijinkanlah kami untuk mengupas masalah ini secara ilmiyyah, sehingga bisa menjadi pencerahan bagi kita sekalian.
BACA JUGA: Ini 5 Langkah Berbuka Puasa yang Tepat dan Sehat
Pembaca yang dimulikan Allah. Imam Abu Dawud As-Sijistani (w.275 H) dalam “Sunan Abu Dawud” no : (2358) telah meriwayatkan dari Mu’adz bin Zahrah, sesungguhnya telah sampai kepada beliau :
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا أَفْطَرَ، قَالَ: اللهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ
“Sesungguhnya Nabi apabila berbuka, beliau mengucapkan : Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizquka afthartu ( Ya Allah ! bagi-Mu aku berpuasa dan atas rezeki-Mu aku berbuka ).”
Di dalam Jalan periwayatan hadits ini terdapat seorang rawi yang bernama Mu’adz bin Zuhrah atau kadang disebut dengan Mu’adz Abu Zuhrah. Beliau ini seorang tabi’i tingkatan ke tiga yang tentu tidak berjumpa dengan nabi, akan tetapi langsung meriwayatkan dari Nabi. Ini dalam ilmu hadits dinamakan hadits mursal, tapi sanad riwayat ini hasan. Imam Abu Dawud menyebutkan hadits ini dalam “Sunan-nya” dalam kondisi tidak memberikan komentar apapun. Dalam ilmu musthalah hadits, hal ini menunjukkan bahwa hadits tersebut “shalih” (baik) di sisi beliau.
Lalu bolehkan hadits yang statusnya mursal hasan diamalkan ? Jawabnya boleh dengan beberapa argument, diantaranya :
(1). Isi hadits di atas seputar masalah doa buka puasa. Dan ini termasuk masalah bab targhib (motivasi) atau bisa dikatakan dalam bab fadhailul a’mal (keutamaan amalan), bukan termasuk masalah pokok agama, seperti masalah aqidah, halal dan haram, dan yang semisalnya. Menurut mayoritas ahli hadits, mengamalkan hadits lemah (dengan kelemahan ringan) dalam bab fadhailul a’mal diperbolehkan.
(2). Lafadz doa pada hadits di atas telah dianjurkan untuk dibaca oleh jumhur ulama (mayoritas ulama) termasuk di dalamnya empat madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali). Silahkan cek sendiri kitab-kitab fiqh dari empat madzhab, insya Allah akan ditemukan hal ini. Dalam pandangan imam Syafi’i, hadits mursal boleh diamalkan ketika memiliki pendukung salah satu dari empat perkara, salah satunya : bahwa isi hadits tersebut menjadi pendapat dan diamalkan oleh mayoritas ulama. (Simak kitab Al-Majmu Syarhul Muhadzdzab : 6/206).
(3). Dalam sebuah riwayat disebutkan, bahwa salah satu tempat yang mustajab seorang berdoa adalah menjelang buka puasa. Riwayat tersebut berbunyi :
إِنَّ لِلصَّائِمِ عِنْدَ فِطْرِهِ دَعْوَةً مَا تُرَدُّ
“Sesungguhnya orang yang berpuasa memiliki doa yang tidak akan ditolak ketika berbuka.” [HR. Ibnu Majah].
Kata “doa” dalam hadits di atas datang dalam bentuk “nakirah” (kata benda yang tak tertentu) yang memiliki sifat umum meliputi doa apa saja, misal : doa mohon rejeki, kesehatan, keberkahan, ataupun yang lainnya, termasuk di dalamnya doa dengan lafadz “Allahumma laka shumtu”. Jadi, walaupun doa ini secara riwayat lemah, namun isinya telah mendapatkan justifikasi dari hadits lain yang shahih.
(4). Doa “Allahumma lak shumtu” telah dihasankan oleh Syaikh Syua’ib Al-Arnauth dalam tahqiq beliau kepada kitab Al-Adzkar hlm. (190) karya Imam An-Nawawi dengan berbagai syawahid (penguat dari berbagai jalur periwayatan). Ini sebagai bukti, bahwa ulama tidak sepakat akan kelemahan doa ini. Bahkan kalau kita mau jujur, doa “Dzahaba zama’u” telah dilemahkan oleh Syaikh Muqbil bin Hadi, Yaman. Ini sebagai bukti kalau ulama ahli hadits tidak sepakat akan keshahihan doa ini. Lalu setelah ini, pantaskah seorang menghklaim doa ini paling sesuai sunah dan yang itu tidak sesuai sunah/bidah ? Jawab : amat sangat tidak pantas.
Imam An-Nawawi Asy-Syafi’i (w.676 H) menyatakan :
قال المصنف وسائر الاصحاب يستحب أن يدعوا عِنْدَ إفْطَارِهِ اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ
“Mushannif (pengarang, maksudnya imam Asy-Syirazi) dan seluruh fuqaha madzhab Syafi’iyyah menyatakan : dianjurkan bagi mereka yang berpuasa untuk mengucapkan doa ketika akan berbuak : Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizqika afthartu.” [Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab : 3/363].
Sebagai tambahan agar lebih mantap, perlu untuk diketahui bahwa para ulama Salafi di Saudi Arabia yang nota bene mereka bermadzhab Hanbali juga menyatakan akan bolehnya mengamalkan doa ini (Allahuma laka shumtu). Diantara mereka, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin :
وأما ما ورد قوله عند الفطور، فمنه قول: «اللهم لك صمت، وعلى رزقك أفطرت، اللهم تقبل مني إنك أنت السميع العليم» ووردت آثار أخرى والجميع في أسانيدها ما فيها، لكن إذا قالها الإنسان فلا بأس
“Adapun beberapa doa yang datang ketika berbuka, diantaranya : Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizqika afthartu, Allahumma taqabbal minni innaka anta as-sami’ al-‘alim, ada beberapa riwayat lain akan tetapi semuanya sanadnya lemah. Akan tetapi jika doa ini diucapkan oleh seorang, maka tidak mengapa (boleh).” [Syahrul Mumti’ : 6/440].
Demikian pula syaikh Abdul Aziz bin Baz dalam “Fatwa Lajnah Daimah” (9/180) dan Syaikh Shalih Al-Fauzan dalam “Mulakhash Fiqh” (1/381) juga menfatwakan akan bolehnya mengamalkan doa di atas dalam kondisi mereka tahu haditsnya lemah secara riwayat.
BACA JUGA: Anak-anak Tinggalkan Puasa, Berdosa?
Kesimpulannya : doa buka puasa yang berbunyi “Dzahaba zama’u…” dan “Allahuma laka shumtu…” keduanya sama-sama dianjurkan untuk diamalkan. Boleh dibaca sendiri-sendiri dan juga boleh digabungkan.
Kalau kami tertarik dengan pendapat Syaikh Muhammad Nawawi Al-Bantani Asy-Syafi’i yang mengabungkan dua doa di atas bahkan ditambah dengan doa yang lainnya. Dalam kitab “Nihayatu Az-Zain” hlm. (194) beliau mengatakan : Dan yang ketiga, doa yang ma’tsur (datang dari nabi) yang mengiringi buka puasa :
اللَّهُمَّ لَك صمت وعَلى رزقك أفطرت وَبِك آمَنت وَعَلَيْك توكلت ذهب الظمأ وابتلت الْعُرُوق وَثَبت الْأجر إِن شَاءَ الله تَعَالَى يَا وَاسع الْفضل اغْفِر لي الْحَمد لله الَّذِي هَدَانِي فَصمت وَرَزَقَنِي فأفطرت
Akhiran, kami mengajak kepada segenap kaum muslimin, marilah kita mengamalkan suatu pendapat yang menurut kita kuat, tanpa menyalahkan apalagi membidahkan dan menyesatkan orang lain yang berbeda dengan kita. fiqh itu luas, jangan sampai kita persempit.
Wallahu a’lam bish shawab. Alhamdulillah Rabbil ‘alamin. Semoga bermanfaat bagi kita sekalian.
Facebook: Muhammad Abdullah Al Jirani