MASJID Kota Ross, merupakan masjid tertua yang berada di Amerika Serikat. Tak hanya itu, masjid ini merupakan masjid bersejarah yang berstatus sebagai cagar budaya karena menyimpan catatan perkembangan asimilasi bangsa di negara tersebut.
Pendirinya, Abraham Omar (1933-2004), telah diakui oleh pemerintah Amerika Serikat (AS) dalam sejarah pembentukan multibangsa di Negeri Paman Sam tersebut. Tepatnya sekitar 120 tahun lalu mereka menjadi pendatang Muslim pertama yang mendirikan masjid tertua di AS.
Sang putra, Richard Omar (70), menuturkan kisah sejarah leluhurnya yang sudah berperan penting dalam perkembangan Islam di Amerika Serikat.
BACA JUGA: Masjid di Amerika Ini Tampung Warga Non-Muslim Korban Badai Harvey
Abraham Omar datang dari Lebanon pada 1920-an sebagai petani dan pembuat alat-alat rumah tangga di area desa Bire, Bera Valley. Ia datang bersama sekira 8.500 orang yang menempati lahan seluas 1.900 mil persegi di sekitar Kota Ross sampai Mountrail County.
Generasi pertama keluarga Omar adalah Abdallah Ayash. Setelah ia bekerja di pabrik mobil Henry Ford dan pindah ke Kota Ross pada 1911, ia mengganti namanya menjadi Albert Omar agar terlihat lebih akrab di telinga penduduk asli.
“Bertahun-tahun lalu, imigran muslim membuka hidup barunya di sini dengan mengganti namanya,” terang Omar seperti dilansir dari New York Times, Senin (4/5/2020).
Komunitas muslim inilah yang ditengarai sebagai cikal bakal kelompok masyarakat muslim yang tersebar di Brooklyn; Dearborn, Michigan, dan Chicago.
Tepatnya sekitar 120 tahun lalu keluarga Omar menjadi pendatang Muslim pertama yang mendirikan masjid tertua di AS. Masjid yang kini dikenal sebagai Masjid kota Ross.
Masjid dengan bangunan sederhana tersebut pertama kali dibangun oleh komunitas muslim asal Suriah dan Lebanon pada 1929. Setelah 76 tahun berdiri di tanah lapang dekat bukit, komunitas muslim dibantu oleh umat Kristiani Kota Ross, North Dakota menggalang dana untuk pemugarannya.
Pada 2005 berdirilah bangunan kotak dengan tiang-tiang setinggi sekira 8 meter menyangga kubah dari alumunium. Meski besar bangunan terbilang lebih kecil daripada bangunan asli, posisi bangunan masjid pun masih sama, bersisian dengan jalan utama kota berpenduduk 200 orang tersebut. Di dalamnya tergantung foto-foto pendiri masjid. Lantainya yang beralaskan karpet ditambahkan sebuah sajadah saja. Masjid tersebut kini jarang digunakan untuk sholat berjamaah. Hanya sesekali pengunjung dari luar kota menyempatkan sholat sembari menelusuri sejarah awal masuknya Islam di AS.
Atas usul warga kota setempat, masjid tanpa nama ini didaftarkan ke pusat artefak sejarah AS. Masjid ini dianggap pantas menyandang status sebagai cagar budaya karena mempunyai jejak perkembangan asimilasi antarbangsa.
BACA JUGA: Selama Ramadhan, Masjid di Ottawa Diijinkan Kumandangkan Azan Maghrib
Cerita Omar tentang masjid dan leluhur keluarganya itu diamini oleh seorang traveller profesional Aman Ali (35). Imigran asal India yang tinggal di Ohio ini pernah melakukan safari masjid di seluruh AS sepanjang Ramadhan 2010. Ia bersama rekannya, sutradara Bassam Tariq pernah berkunjung ke masjid di Kota Ross.
Ia dipertemukan dengan Lila Thorlakson, salah satu anak dari keluarga Omar yang menjadi relawan pengurus masjid. Momen inilah yang mengubah pandangan serta hidupnya.
“Saya belajar banyak tentang komunitas muslim di AS pada 1800an. Dari sini saya menyadari mereka adalah bagian dari kehidupan saya,” ujar Ali. []
SUMBER: NEW YORK TIMES