ANAK Buah Kapal (ABK) Indonesia di kapal nelayan Cina diduga menjadi korban eksploitasi dan pelanggaran hak asasi manusia yang mengerikan. Hal ini berdasarkan laporan yang diterbitkan mediaedia Korea Selatan, MBC karena permintaan bantuan dari ABK yang diajukan ke pemerintah Korea Selatan ketika kapal memasuki Pelabuhan Busan.
Bahkan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi sebelumnya mengumumkan empat dari ABK yang bekerja di kapal itu meninggal dunia.
Tiga dikuburkan di laut (dilarung), sementara satu orang meninggal dunia di satu fasilitas kesehatan di Busan.
BACA JUGA:Â Turun di Bandara Soekarno-Hatta, 11 ABK Kapal Pesiar Italia Positif Corona
Pemerintah Indonesia meminta pemerintah Cina menyelidiki kasus ini dan meminta perusahaan kapal itu bertanggung jawab.
Para ABK yang bekerja di kapal nelayan Cina itu menceritakan bagaimana pahitnya mereka bekerja di kapal Long Xin 629. Salah seorang ABK Indonesia itu, BR, mengaku ia tidak mampu bekerja di atas kapal ikan berbendera Cina itu, karena jam kerjanya yang di luar batas.
“Bekerja terus, buat makan (hanya dapat waktu) sekitar 10 menit dan 15 menit. Kami bekerja mulai jam 11 siang sampai jam 4 dan 5 pagi,” ujarnya dalam wawancara melalui video online dengan BBC, Kamis (7/5/2020).
“Setiap hari begitu,” kata BR.
Rekannya, MY, 20 tahun, mengatakan hal serupa.
Pria lulusan SMK di Kepulauan Natuna, Riau ini, acap kali “hanya tidur tiga jam”. Sisanya membanting tulang mencari ikan.
“Kalau kita ngeburu kerjaan (mencari ikan), kadang kita tidur cuma tiga jam,” ungkapnya.
Tidak hanya masalah jam kerja yang di luar batas, NA, 20 tahun, anak buah kapal Long Xin 629 asal Makasar, Sulsel, mengaku ‘dianaktirikan’ soal makan dan minum.
Menurutnya, ABK yang non-Indonesia mendapat jatah makanan yang “lebih bergizi” ketimbang mereka. “Kita dibedain dengan orang dia.”
Di dalam kapal penangkap ikan itu, awalnya ada 20 ABK WNI dan sekitar enam orang adalah ABK asal China.
“Air minumnya, kalau dia minum air mineral, kalau kami minum air sulingan dari air laut,” ungkap NA. “Kalau makanan, mereka makan yang segar-segar…,” kata NA.
KR, 19, asal Manado, menambahkan, “Mereka makan enak-enak, kalau kami seringkali makan ikan yang biasanya buat umpan itu.”
Sementara itu Andrisen, lulusan SMK jurusan bangunan, mengatakan sejumlah ABK juga sering tak mengerti apa yang disampaikan oleh pimpinan kapal yang berbahasa asing.
BACA JUGA:Â Lawan Covid-19, MUI Minta Pemerintah Larang Masuknya TKA China ke Indonesia
“Kami nggak ngerti. Dimarahin, dibentak-bentak sama dia. Kami ditendang dan dimaki-maki ketika kelelahan, itu sudah biasa,” katanya.
Para ABK tersebut berharap pengalaman buruk mereka di atas kapal Long Xin 629 tidak dialami warga Indonesia yang tertarik untuk “melaut.”
Untuk itulah, mereka mengharapkan agar perusahaan yang mengirimkan calon ABK agar lebih memperhatikan soal hak-hak mereka sebagai ABK. []
SUMBER: BBC