Oleh: Samson Rahman, MA
KEIMANAN yang berkesinambungan dengan istiqamah memiliki efek luar biasa bagi seseorang yang melakukannya. Dia mendapatkan karunia di mana para malaikat akan turun padanya saat menjelang kematiannya mengabarkan agar dia tidak takut, khawatir, gentar dan panik menghadapi kematian dan jangan pula sedih dan gundah karena dia akan mendapatkan surga sebagaimana yang telah dijanjikan pada mereka. Surga yang diperoleh melalui kucuran keringat dalam berpegang teguh pada kebenaran, komitmen dengan keadilan, keberanian menghadang tantangan dan rintangan. Bahkan jika perlu dengan darah dan jiwa sebagai taruhan.
Rasulullah diperintahkan oleh Allah akan senantiasa istiqamah terhadap segala hal yang Allah perintahkan padanya. Jangan pernah menyimpang, jangan pernah menyeleweng. Berjalanlah lurus sesuai track-nya.
فاستقم كما أمرت ومن تاب معك ولا تطغوا إنه بما تعملون بصير
“Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah tobat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Huud : 112).
BACA JUGA: Istiqamahlah, Jika Tidak, Mendekatilah Ideal
Tidak istiqamah berarti telah melakukan perbuatan melampaui batas.
Umar bin Khattab pernah berkata: Istiqamah adalah kamu berdiri di atas perintah dan larangan dan tidak terombang ambing seperti musang (yang berlarian ke sana kemari).
Suatu saat ada seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah satu pertanyaan sangat penting tentang Islam. Dan Rasulullah mengatakan : قل آمنت بالله ثم استقم, “katakan aku beriman kepada Allah lalu istiqamahlah.” (HR. Muslim).
Pada sabdanya yang lain Rasulullah mengatakan :
(استقيموا ونعما إن استقمتم).رواه ابن ماجه
“Istiqamahlah kalian semua, dan beruntunglah jika kalian istiqamah.” (HR. Ibnu Majah).
Rasulullah menganggap perlu menyampaikan itu karena banyak orang yang mengatakan beriman, namun keimanannya cepat layu dan loyo, keimanan yang tidak subur, keimanan yang kering kerontang. Keimanan tanpa istiqamah akan terus melemah, meredup, keropos, kerontang dan mungkin suatu saat mati. Istiqamah adalah nikmat, istiqamah adalah karunia yang tidak diberikan secara gratis pada siapa saja kecuali bagi mereka yang memang berburu untuk mendapatkannya.
Istiqamah adalah melaksanakan hal-hal fardhu yang Allah perintah, istiqamah tahu perintah Allah lalu mengamalkan ketaatan pada-Nya dan menjauhi maksiat pada-Nya. Senantiasa komitmen mencintai-Nya, ibadah pada-Nya tanpa menoleh kiri dan kanan.
Ibnu Qayyim mengatakan: istiqamah adalah kata yang mencakup semua dimensi agama ini. Dia adalah berdiri di hadapan Allah dengan melakukan kejujuran hakiki, menepati kesepakatan yang berhubungan dengan ucapan, perbuatan dan kondisi jiwa serta niat.
Ibnu Rajab mengatakan, Istiqamah adalah istiqamahnya hati atas tauhid. Tatkala hati telah istiqamah dalam makrifat kepada Allah, dalam takut pada-Nya, pengagungan-Nya, keseganan pada-Nya, dalam cinta, dalam keinginan, harapan pada-Nya dan berdoa pada-Nya, tawakkal pada-Nya dan berpaling dari selainnya maka organ tubuh lainnya akan istiqamah. Karena sesungguhnya hati adalah komandan organ tubuh lainnya dan yang lain adalah prajuritnya
Jika kita ingin anggota tubuh kita istiqamah maka istiqamahkanlah hati kita dengan Iman dan ini tidak akan pernah terjadi kecuali lisan kita telah istiqamah. Sebagaimana yang pernah Rasulullah sebutkan :
(( لا يستقيم إيمان عبد حتى يستقيم قلبه , ولا يستقيم قلبه حتى يستقيم لسانه ))
“Tidaklah iman seorang hamba itu lurus (istiqamah) hingga hatinya istiqamah, dan hatinya tidak akan istiqamah kecuali lisannya telah istiqamah.” (HR. Ahmad).
Banyak fadhilah yang akan dinikmati dari istiqamah ini oleh para pelakunya. Mereka tidak pernah ditimpa rasa takut, gentar dan was-was. Mereka akan menjadi penghuni surga yang bertabur nikmat beraroma wewangian, berhiaskan keindahan. Dunia akhiratnya diliputi dengan kebahagiaan yang menebar, hidupnya baik dan elok. Mereka mendapatkan rasa aman, ketenangan dan ketentraman, hidayat senantiasa mengawal dan mengiringi kehidupannya. Cinta Allah terus tercurah, kasih Allah terus mengalir pada mereka. Allah senantiasa bersamanya. Rizkinya mudah didapat dan hartanya penuh berkah. Umurnya bermakna dan berbobot.
Kebaikan yang dilakukan berlipat ganda, kesalahannya terhapus karena kebaikannya. Allah akan menjaga dirinya dan keluarganya. Ikhlas akan menghiasi hidupnya. Jiwanya bersih akhlaknya penuh budi. Doa-doanya mudah diapresiasi Allah. Sadar diri dan senantiasa melakukan introspeksi. Mereka akan sangat mudah memahami agama ini dan mengamalkan apa yang didapatkannya. Hidupnya adalah semangat yang berkobar, tekad yang membara, keinginan yang membubung tinggi untuk senantiasa beriman dan melanjutkannya dengan tindakan.
Tapi istiqamah itu tidaklah mudah. Di tengah dunia yang keras dan kencang, dengan terpaan angin dunia yang melenakan banyak yang harus “gugur” keistiqamahannya, harus rontok puing-puing Islamnya, harus luntur ihsannya. Dunia menipunya, dunia menggelincirkannya, dunia menelikungnya dan dia jatuh dalam jeratnya. Gemerlapnya dunia sering kali menyilaukannya, membuat matanya gelap gulita, membuat mata hatinya legam membuta. Orang-orang yang dulunya fasih menganjurkan keadilan tiba-tiba kelu karena dia dipeluk mesra oleh dunia.
Orang-orang yang dulunya rajin mengajak orang untuk sekadarnya menikmati dunia kini malah menjadi hambanya yang setia tiada tara. Dulunya dia sangat peka terhadap kemungkaran yang ada di hadapan matanya kini malah ikut menikmatinya. Istiqamah memang tidak mudah, tapi mungkin kita capai melalui tekad baja.
BACA JUGA: Allah Buatkan Istana di Surga untuk yang Istiqamah Shalat Rawatib
Istiqamah harus dipertahankan dengan semangat menyala dengan tujuan untuk kebaikan pribadi, umat, negeri bangsa-bangsa dunia yang kini sedang merana karena minimnya orang-orang yang mau berpegang teguh dengan agamanya, kokoh dengan pondasi imannya.
Zaman kita ini perlu para “mustaqimin” di mana ketaatan senantiasa menghiasi dirinya, kemungkaran sirna dari hatinya, kebohongan tak pernah ada dalam kamusnya. Para “mustaqimin” yang tidak menjual agama dengan dunia, dan tidak menjual ayat-ayat Allah atas nama pragmatisme yang menyusup deras ke jantung-jantung yang rapuh imannya. Hati-hati yang kosong dari tilawah, dari dzikir pada yang Mahakuasa.
Di zaman kita ini yang dibutuhkan bukan ilmuwan, zaman kita membutuhkan para amilin yang menjadikan ilmu menjalar menjadi sebuah kenyataan. Bukan hanya dalam ucapan, kata dan slogan. Tapi dia lahir dan hadir di alam nyata agar bisa dinikmati oleh semesta.
Resep istiqamah yang diberikan Rasulullah kepada sahabatnya perlu kita telan walaupun dia pahit rasanya, namun dia akan menjadi obat mujarab menghilangkan semua penyakit kronis dan akut ruhani kita. []
SUMBER: IKADI