YOGYAKARTA–Wisnu T. Wardhana, relawan Tim Penanganan Jenazah Gugus Tugas Covid-19 Bantul, menceritakan pengalaman terberatnya kala menjalankan tugas memakamkan jeazah pasien Covid-19.
Dikutip dari Tempo, Rabu (20/5/2020), Wisnu baru saja merampungkan santap sahurnya pada 17 Mei 2020 lalu saat telepon selulernya berdering. Dari layar handphone tampak panggilan itu berasal dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Panembahan Senopati Bantul.
Setelah menerima panggilan tersebut, ia mendapat kabar bahwa seorang balita berstatus pasien dalam pengawasan (PDP) terkait Covid-19 baru saja meninggal dunia dan harus segera dimakamkan.
“Padahal kami baru saja menguburkan pasien PDP juga di pemakaman Jipangan Bantul, lalu sahur. Tapi tugas sudah memanggil,” ujar Wisnu kepada Tempo, Selasa (18/5/2020).
BACA JUGA: Pesan Haru di Balik Foto Sebuah Peti Mati Berukuran Kecil
Wisnu dan tujuh relawan dari Posko Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY bergegas menuju RSUD Bantul menjemput jenazah bayi yang tidak mereka ketahui usiannya itu.
Baju hazmat lengkap dengan perangkat APD juga sudah melekat erat di tubuh. Sedikit tradisi kecil tetap dijalankan tim untuk menghormati jenazah yang akan mereka kuburkan, yakni mencorat-coret baju hazmat satu-dua relawan dengan spidol. Kali ini mereka menulis ‘Surga Menantimu Dek Bayi’ disertai gambar malaikat dan gambar jantung hati.
Setiba di rumah sakit, sudah ada mobil ambulans jenazah menunggu. Tim langsung mengikuti gerak mobil ambulans itu dari belakang, menembus dinginnya subuh menuju lokasi pemakaman.
Jenazah sang bayi rencananya dimakamkan di dekat tempat tinggalnya, di sebuah pemakaman umum di Kecamatan Dlingo, Bantul. Pemakaman itu lokasinya ada di perbukitan, yang berjarak sekitar 45 menit dari pusat kota Bantul.
Saat fajar menyingsing, tim tiba di pemakaman yang padat dengan nisan. Prosesi pertama yang digelar adalah mensalatkan jenazah itu sebelum dimakamkan.
Betapa kagetnya para relawan saat membuka bagasi ambulans untuk mengeluarkan peti mati yang ukurannya ternyata tak sampai satu meter. Bayangan mereka awalnya balita atau bayi yang dimaksud rumah sakit ditempatkan di ukuran peti agak besar, minimal peti anak yang panjangnya 1 meteran lebih.
“Tapi ini, petinya paling 70-90 sentimeter,” ujar Wisnu.
Menurut Wisnu, dari 14 jenazah pasien terkait Covid-19 yang telah mereka kuburkan sebulan terakhir, di antaranya anak usia 13 tahun. Peti yang mereka gotong biasanya berukuran sekitar 1,5 meteran.
“Psikis kami kena begitu melihat peti mungil itu. Ternyata bayi laki laki yang usianya baru sepuluh hari,” ujar Wisnu.
Wisnu menuturkan, relawan tak banyak berkata-kata dengan peti mungil di depannya. Mereka mulai mensalatkan jenazah itu dengan pikiran hampir sama satu sama lain. Terkenang anak-anak sendiri di rumah.
“Peti ini paling kecil yang kami kuburkan selama ini, tapi rasanya paling berat. Kami langsung ingat anak-anak kami sendiri,” ujar Wisnu.
Liang lahat bayi itu sendiri ada di tengah kompleks pemakaman. Tim harus berhati hati berjalan menyusuri makam. Mereka berjingkat, merunduk, menghindari batu nisan dan bangunan yang posisinya rapat rapat di tengah balutan hazmat serta badan yang penuh keringat.
Sesampai liang yang dituju, perlahan jenazah bayi itu diturunkan. Kicau burung mengiringi pemakaman pagi yang tak disertai ratap tangis keluarga bayi malang itu.
Satu dua relawan selama pemakaman bayi itu hanya merasa seperti ditonton banyak orang walau hanya 14 orang termasuk petugas di lokasi pemakaman itu. Namun itu perasaan biasa yang sering muncul dan tak pernah mereka hiraukan.
“Keluarga sepertinya sudah ikhlas,” ujar Wisnu.
Kepala Sub Bagian Hukum Pemasaran dan Kemitraan RSUD Panembahan Senopati Bantul, Siti Rahayu Ningsih membenarkan soal bayi usia 10 hari yang meninggal dunia dengan status PDP pada 16 Mei 2020 dan dikebumikan esok harinya itu.
“Orang tuanya ODP (orang dalam pemantauan) saat bayi itu lahir,” ujar Siti.
Bayi itu lahir pada 6 Mei 2020 lalu. Ia bahkan sempat dibawa pulang orang tuanya ke rumah. Namun pada 11 Mei 2020 bayi itu dilarikan kembali ke RSUD Bantul dan dirawat di ruang isolasi Pediatric Intensive Care Unit atau PICU.
Siti hanya menyebut saat itu jabang bayi kondisinya tidak baik dan ditangani langsung oleh dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) utama bersama dokter pendamping. Sayang, setelah lima hari diisolasi, bayi itu tak kuat dan menghembuskan nafas terakhirnya.
Para relawan yang mengubur bayi itu hanya berharap, pemakaman bayi tak berdosa itu segera menyudahi tugas mereka sebagai tim penanganan jenazah Covid-19. Mereka sangat berharap tak ada lagi korban lain bertambah khususnya anak anak karena wabah.
“Mohon sekali, masyarakat semakin sadar, mematuhi protokol sehingga wabah ini segera usai. Jangan paksa lagi kami mengangkat peti peti kecil seperti ini,” ujar Wisnu, relawan yang dalam pemakaman bayi itu bertindak sebagai safety officer. []
SUMBER: TEMPO