MAROS–Hadi, seorang nenek yang diperkirakan telah berusia lebih dari 70 tahun memilih tinggal di sebuah gubuk reyot tak layak huni di sebuah tempat terpencil perbatasan antara desa Tunikamasea dan Kelurahan Leang-leang, Kecamatan Bantimurung, Maros, Sulawesi Selatan. Hal ini dia lakukan karena tak ingin merepotkan keluarganya.
Sudah lebih dua tahun, nenek malang ini tinggal di dalam gubuk tua berukuran 3×4 meter. Sebelum dihuni, dulunya tempat tinggal nenek adalah tempat penyimpanan makanan ternak warga yang tidak terpakai lagi. Mulai dari dinding hingga lantai yang terbuat dari bambu, pun sudah banyak yang rapuh dan patah termakan rayap.
Meski usianya sudah renta, Hadi tetap mencoba hidup mandiri dengan bercocok tanam. Hasilnya, ia jual untuk kebutuhan sehari-hari seperti untuk membeli lauk pauk. Hanya saja, sudah beberapa bulan ini, ia tidak bisa lagi banyak bergerak karena merasa sakit saat mencoba berdiri dan berjalan.
BACA JUGA: Sembuh dari Covid-19, Nenek Usia 100 Tahun dari Surabaya Beberkan Vaksin Paling Tokcer
Nenek malang ini memang semasa hidupnya tidak pernah bersuami hingga tidak memiliki keturunan. Keluarga terdekatnya saat ini hanya keponakannya yang rumahnya berjarak sekitar 500 meter dari gubuknya. Meski sering diajak untuk tinggal bersama, Hadi kekeh ingin tinggal digubuknya itu.
“Sudah dua tahun tinggal di sini, dulunya juga tinggal sendiri dan jauh dari keluarga. Biasa saya jual sayur-sayuran buat beli ikan saya makan. Sekarang karena sudah tidak bisa kerja karena sakit kalau mau berdiri. Saya tidak mau susahkan orang,” kata Nenek Hadi, Rabu (3/6/2020).
Di dalam gubuknya, hanya ada satu kasur dan bantal kapuk yang sudah lusuh. Tidak ada satupun lemari untuk menyimpan pakaian atau makanan. Nenek hadi hanya menyimpan pakaiannya di kardus, sementara makanannya ia tempatkan di dalam rantang yang ia gantung di tiang agar tak dimakan kucing.
Sementara di bawah gubuknya, terdapat banyak tumpukan kayu bakar yang ia gunakan untuk memasak sehari-hari. Di antara tumpukan kayu itulah, nenek hadi menempatkan tungkunya untuk memasak dan sangat berbahaya jika terjadi kebakaran.
“Saya tidak punya uang untuk perbaiki. Keponakan saya juga sama saja. Yah terpaksa lah tinggal di sini biar kondisinya begini. Mau apa lagi. Saya tetap masak sendiri, meskipun saya makannya sangat sedikit. Kadang tinggal saja basi,” sebutnya dalam bahasa Bugis.
Sebelum tinggal di gubuk itu, Hadi juga pernah tinggal sendirian di wilayah Kelurahan Leang-leang yang masuk dalam kawasan ring satu Perusahaan Semen Bosowa. Hanya saja, pihak keluarganya meminta agar ia bisa tinggal lebih dekat dengannya agar bisa diawasi, karena ia juga tidak ingin tinggal bersama di rumah keluarganya.
“Dulunya tinggal di Leang-leang, tapi karena jauh dari saya. Saya minta dia tinggal di rumah saya tapi juga tidak mau. Yah dikasihlah tempati itu rumah kecil. Tante saya ini susah sekali mau diajak tinggal sama-sama, yah kita saja mengerti karena sering marah-marah begitu,” kata keluarganya, Pardi.
Diakuinya, meski dalam kondisi sakit seperti sekarang, Hadi tidak pernah meminta keponakannya memasak untuknya. Bahkan, jika keponakannya melarang dia masak, Hadi justru malah marah dan tetap memasak untuk dirinya, meski sangat berbahaya jika tidak diawasi.
“Kita sudah larang masak, tapi malah marah kalau dilarang begitu. Padahal kan bahaya sekali karena tempat masaknya itu di tumpukan kayu. Yah kita awasi saja. Biar tengah malam saya atau istri saya itu ke sini melihat kondisinya,” lanjutnya.
Ironisnya, meski sudah hidup dalam kemiskinan selama bertahun-tahun. Nenek malang ini justru tidak pernah tercatat sebagai penerima program bantuan berkala dari pemerintah. Bahkan bantuan untuk warga miskin di masa pandemi ini pun tidak ia dapatkan dari pemerintah.
“Ia nenek ini tidak terdaftar dalam penerima bantuan, baik PKH maupun BST. Data penerimanya kan itu dari pusat yah. Jadi kami tidak tahu. Tapi meski begitu, kami tetap salurkan bantuan sembako kalau ada. Tapi dulunya nenek ini pernah menerima bantuan raskin,” kata Lurah Leang-leang, Syarifuddin Talli.
Saat masih tinggal di kelurahan Leang-leang, petugas Kesehatan rutin datang untuk melakukan pemeriksaan Kesehatan kepadanya. Namun karena saat ini ia tinggal di wilayah yang sudah masuk dalam desa Tunikamasea, pemeriksaan Kesehatan itu sudah tidak rutin lagi dilakukan.
BACA JUGA: Mobil Kapolsek di Rembang Tabrak Rumah Warga, Seorang Balita dan Nenek Tewas
“Jadi kalau berdasarkan Kartu Keluarganya, nenek ini masuk dalam warga kelurahan leang-leang. Tapi tinggalnya masuk wilayah Desa Tunikamasea. Kami sudah koordinasi juga dengan pihak desanya, untuk mencari solusi bagaimana baiknya,” terangnya.
Saat ini, Nenek Hadi memang sangat membutuhkan tempat tinggal yang layak. Hanya saja, program bedah rumah untuk warga miskin syaratnya harus memiliki lahan sendiri. Sementara, nenek malang ini tinggal di lahan bukan miliknya.
“Kalau untuk bedah rumah kan syaratnya tidak masuk yah. Nah kami dari pemerintah sudah bekerja sama dengan mahasiswa di sini, menggalang dana untuk memperbaiki gubuk nenek Hadi ini. Mudah-mudahan secepatnya bisa terwujud,” ujarnya. []
SUMBER: DETIK