ADA banyak sekali peristiwa yang mengandung ibrah tentang kebenaran Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa Sallam dalam penggalian parit, kenabiannya yang langsung dilihat langsung oleh kaum Muslimin.
Ketika itu, kaum Muslimin sempat kesulitan menggali sebagian tanah berbatu, maka mereka mengutarakan kepada Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa Sallam. Beliau meminta disediakan air kemudian meludah ke dalamnya, lalu berdoa kepada Allah dan menuangkan air tersebut ke atas tanah tersebut. Para sahabat yang hadir ketika itu berkata, “Demi Dzat yang mengutusnya sebagai nabi dengan membawa kebenaran, tanah berbatu tersebut hancur lebur hingga menjadi seperti pasir padahal tadinya tidak mempan dipukul dengan kapak cangkul.”
Ibnu Ishaq menuturkan: Aku mendapat berita yang berasal dari Salman Al-Farisi yang berkata, “Saat aku sedang menggali aku temukan ada batu yang keras sehingga tidak mampu aku pecahkan, sementara Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa Sallam berada di dekatku. Ketika beliau melihatku kesulitan memecah- kan batu tersebut beliau turun kemudian mengambil alih cangkul dari tanganku. Beliau menghantam batu tersebut sehingga memercikkan cahaya terang berkemilau. Beliau terus menghantam batu tersebut hingga tiga kali sehingga memercikkan cahaya terang di bawah kapak. Aku berkata, “Wahai Rasulullah, cahaya apakah yang aku lihat, ketika engkau menghantam batu tersebut?” Beliau bersabda: “Wahai Salman apakah engkau melihatnya?” Aku menjawab, “Ya, tentu saja.” Beliau bersabda: “Adapun cahaya pertama, itu adalah tanda bahwa Allah akan menaklukkan Yaman untukku. Sedangkan cahaya kedua adalah tanda aku akan menaklukkan Syam dan negeri-negeri Barat (Maghribi) untukku. Sedang cahaya ketiga, adalah tanda aku akan menaklukkan negeri-negeri timur.”
BACA JUGA: Beginilah Para Pemimpin Besar Menghadapi Wabah
Tatkala Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa Sallam selesai menggali parit, datanglah orang-orang Quraisy yang kemudian berhenti di Dumah. Mereka datang ketempat tersebut dengan membawa sepuluh ribu orang dari orang-orang Ahabisy (non Arab), Bani Kinanah, dan Bani Tihamah. Orang-orang dari Ghathafan bersama orang-orang Najed juga datang kemudian berhenti di Dzanab Naqma di samping Uhud. Sementara, Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa Sallam bersama tiga ribu kaum muslimin keluar ke Gunung Sil’un. Di sanalah beliau membuat markas, sedang parit membatasi mereka dengan musuh.
Di saat yang sama, Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa Sallam menganugerahi Ibnu Ummi Maktum menjadi imam sementara di Madinah. Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa Sallam mengamankan anak-anak dan wanita-wanita di balik benteng.
Musuh Allah, Huyay bin Akthab An-Nadhri, keluar menemui Ka’ab bin Sa’ad Al-Quradhi, wakil Bani Quraizhah yang masih terikat perjanjian dengan Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa Sallam. Sayangnya, Ka’ab termakan provokasi Huyai sehingga ia membatalkan perjanjian tersebut.
Ketika berita pembatalan perjanjian di atas terdengar oleh Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa Sallam dan kaum Muslimin, beliau kecewa sekali kepada mereka.
Kaum Muslimin mengalami krisis kepercayaan diri karena hal tersebut, sebab musuh datang dari atas dan bawah mereka hingga kedok orang munafik pun terbuka dengan sendirinya. Seperti Mu’attib bin Qusyair dari Bani Amr bin Auf yang berkata, “Muhammad pernah menjanjikan kepada kita bahwa kita akan menguasai kekayaan Kisra dan Kaisar, padahal pada hari ini salah seorang dari kita untuk buang air saja tidak merasa aman.”
Ibnu Hisyam berkata: Ulama yang aku percaya berkata kepadaku bahwa Mu’attib bin Qusyair tidak masuk barisan orang-orang munafik. Dengan alasan bahwa Muattib bin Qusyair ikut hadir terjun pada Perang Badar.
Hampir sebulan, perang Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa sallam dengan orang-orang musyrikin hanya saling lempar panah.
Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa Sallam bersama kaum Muslimin masih bertahan di dalam kota Madinah, sedang musuh mengepung mereka, tapi perang tetap tidak berkobar di antara mereka. Beberapa tentara berkuda Quraisy di antaranya Amr bin Abdu Wudd bin Abu Qais dari Bani Amir bin Luay. Ibnu Hisyam berkata, Ada yang mengatakan bahwa Amr adalah anak Abd bin Abu Qais, Ikrimah bin Abu Jahal dari Bani Makhzum, Hubairah bin Abu Wahb dari Bani Makhzum, dan Dhirar bin Khaththab bin Mirdas dari Bani Muharits bin Fihr mengambil ancang-ancang berjalan melintasi kampung-kampung Bani Kinanah, mereka berkata, “Wahai Bani Kinanah, bangkitlah kalian untuk perang, karena pada hari ini kalian akan tahu siapa sesungguhnya pasukan berkuda itu.”
Setelah mengatakan itu, orang-orang Quraisy tersebut melecut kencang kuda-kuda mereka hingga tiba di parit. Tatkala melihat parit tersebut, mereka berkata, “Demi Allah, jebakan ini tidak pernah dilakukan oleh orang-orang Arab.”
Salman Al-Farisi adalah sahabat yang mengusulkan ide kepada Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa Sallam agar membuat parit tersebut.
Ibnu Hisyam menuturkan: Salah seorang pakar bercerita kepadaku bahwa pada perang Khandaq kaum Muhajirin berkata, “Salman termasuk kelompok kami.” Orang-orang dari kaum Anshar berkata, “Salman bagian dari kami.” Kemudian Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Salman bagian dari keluarga (ahlul Bait) Nabi.”
Kemudian orang-orang Quraisy tersebut mencari celah agar bisa melewati parit-parit tersebut lalu kuda-kuda mereka pun akhirnya masuk ke tempat tersebut, kemudian mereka menerobos celah yang ada di antara parit dan Sala’.
Pada saat yang bersamaan, Ali bin Abu Thalib bersama beberapa orang dari kaum Muslimin memblokade jalan masuknya orang-orang Quraisy. Penungang-penunggang kuda Quraisy berjalan cepat dengan kuda-kuda mereka ke tempat Ali bin Abu Thalib dan sahabat-sahabatnya.
Amr bin Abdu Wudd ikut hadir di Perang Badar hingga terluka berat sehingga absen di Perang Uhud. Pada Perang Khandaq, ia keluar dengan mengenakan tanda pengenal supaya mudah dikenali. Ketika kudanya berhenti, ia berteriak menantang, “Siapa yang siap duel berhadapan denganku?”
Ali bin Abu Thalib tampil kemudian berkata, “Wahai Amr, sungguh engkau telah berjanji kepada Allah bahwa bila ada seorang Quraisy mengajakmu kepada dua hal maka engkau akan menyambutnya.”
BACA JUGA: Masuk Islamnya Kedua Kakak Beradik dari Kerajaan Oman
Amr bin Abdu Wudd menjawab, “Benar!”
Ali bin Abu Thalib berujar melanjutkan, “Sekarang aku mengajakmu kepada Allah, Rasul-Nya, dan Islam.”
Amr bin Abdu Wudd menjawab, “Aku tidak butuh itu semua!!”
Ali bin Abu Thalib berkata, “Jika demikian maka aku ajak engkau berperang.”
Amr bin Abdu Wudd berkata, “Mengapa demikian?” Demi Allah, aku tidak berniat menghabisimu.”
Ali bin Abu Thalib berkata, “Namun demi Allah, aku bergairah sekali untuk membunuhmu.”
Amr bin Abdu Wudd bangkit marahnya mendengar tantangan Ali bin Abu Thalib. Ia turun dari atas kuda, kemudian menyembelihnya, memukul wajah kudanya, dan maju ke hadapan Ali bin Abu Thalib. Keduanya bertempur sangat sengit hingga akhirnya Ali bin Abu Thalib berhasil menghabisi Amr bin Abdu Wudd, sedang kuda-kuda Quraisy lari kocar-kacir tak menentu.
Ibnu lshaq menuturkan: Saat itu, Ikrimah bin Abu Jahal lari menyelamatkan diri meninggalkan Amr bin Abdu Wudd. []
Referensi: Sirah Nabawiyah perjalanan lengkap Kehidupan Rasulullah/ Asy Syaikh Al Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al Albani/ Akbar Media