Oleh : Widya Fauzi
Ibu Rumah Tangga dan Founder storytelling club
wwidiaz08@gmail.com
“NAK, jangan kayak gitu. Nanti Allah marah loh. Nak, jangan gitu, nanti dosa loh”.
Familiar dengan kalimat di atas?
Sebagai orang tua terkadang kita sering mengedepankan kemurkaan Allah saat mengenalkan Allah pada anak-anak daripada sifat Ar-Rahman & Ar-RahimNya. Padahal berdasarkan hadist dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, “Tatkala Allah menciptakan makhluk-Nya, Dia menulis dalam kitab-Nya, yang kitab itu terletak di sisi-Nya di atas ‘Arsy, “Sesungguhnya rahmat-Ku lebih mengalahkan kemurkaan-Ku.” (HR. Bukhari no. 7404 dan Muslim no. 2751).
Begitulah sifat Allah pada setiap hambanya, kasih sayangNya lebih besar dari murkaNya. Maka penting bagi kita para orangtua untuk mengasah cinta dan kasih sayang. Karena semua itu terkait erat antara hati, rasa dan perasaan.
Perasaan itu bermacam-macam. Tingkatan perasaan yang paling rendah adalah takut. Tingkat yang lebih tinggi dari takut adalah harap. Sedangkan tingkatan perasaan yang paling tinggi adalah cinta. Ya, cinta dan kasih sayang adalah perasaan yang paling tinggi. Cinta adalah perasaan hakiki, sehingga pembahasan tentang cinta adalah salah satu pembahasan utama dalam pendidikan iman.
Mendidik cinta adalah hal penting sekaligus tidak mudah karena tidak ada jalan pintas bagi tumbuhnya cinta. Di sisi lain, salah satu karakter manusia adalah tergesa-gesa dan ingin segera melihat hasil. Sehingga, dorongan ini kadang-kadang membuat para orang tua akhirnya mengambil jalan pintas dengan menakut-nakuti bahkan mengancam anak atas nama mendidik kebaikan.
Padahal, rasa takut berada pada posisi yang berlawanan dengan rasa cinta. Misal, kita mungkin pernah menakuti anak yang tidak sholat dengan mengatakan bahwa itu perbuatan yang tidak disukai Allah. Sehingga muncul di benak anak bahwa ia sholat karena takut dosa dan asal gugur kewajiban. Sholatnya tidak dilakukan atas kerelaan hati wujud kecintaan pada Rabbnya, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
Berapa banyak orang sholat dan sholatnya itu tidak mampu mencegahnya dari tercela. Padahal kata Allah dalam QS. Al Ankabut: 45 “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar.”
Lalu, bagaimana kita menumbuhkan rasa cinta dalam hati kita?
Karena cinta adalah urusan hati dan hati itu milik Allah, sifatnya selalu berbolak-balik dan kita tidak bisa menguasainya. Maka satu-satunya cara untuk menjinakkan hati dan menumbuhkan cinta adalah dengan cara mendekatkan diri pada Allah.
Penuhi hati kita dengan Allah. Kenali Allah dengan semua sifatnya yang membuat kita dekat dengan-Nya. Dengan demikian kita akan bisa merasakan kehadirannya dalam kehidupan kita.
Hati yang peka adalah hati yang senantiasa terhubung pada Allah dan tidak berjarak. Hati yang selalu hangat dan mudah mengalirkan rasa apapun. Ingatlah bahwa Allah lebih dekat daripada urat leher kita sendiri.
Tidak ada tips dan trik untuk menjadikan hati ini peka, kecuali dengan taqorrub ilallaah (mendekatkan diri kepada Allah). Berdialog dengan nyaman pada Allah, tidak bersekat.
Maka melatih anak-anak untuk dekat dengan Allah. Menanamkan rasa cinta pada Rabbnya terlebih dahulu, sedini mungkin menjadi hal yang wajib dilakukan setiap orang tua. Karena cinta akan melahirkan rasa takut. Tapi takut tidak akan melahirkan rasa cinta.
Wallahu’alam bish Shawab. []
Kirim RENUNGAN Anda lewat imel ke: redaksi@islampos.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word