Oleh : Tri Silvia
Penimba Ilmu Tanpa Batas
trisilvia.ts@gmail.com
“HAI orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: ‘Berlapang-lapanglah dalam majlis’, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: ‘Berdirilah kamu’, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuanku beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Mujadilah : 11)
Asbabun nuzul ayat di atas adalah sikap Rasulullah yang biasa memberikan tempat khusus kepada para sahabat ahli badar. Diceritakan bahwa kala itu, ada beberapa sahabat ahli badar yang mendatangi majelis Rasulullah yang tengah berlangsung. Mereka mengucapkan salam kepada Rasulullah dan dijawab oleh beliau.
Lantas para ahli Badar pun mengucap salam kepada orang-orang yang ada di majelis tersebut dan mereka langsung menjawab salam tanpa beranjak dari posisi duduk semula, hingga para ahli badar pun terus berdiri.
Maka Rasulullah memerintahkan kepada sahabat-sahabatnya yang lain, yang tidak ikut perang badar, untuk bergeser agar para ahli badar bisa duduk di dekat beliau. Orang-orang munafik pun lantas memanfaatkan kesempatan dengan menuduh Rasulullah tidak adil. “Katanya Muhammad berlaku adil, ternyata tidak.”
Mereka bermaksud memecah belah para sahabat. Ketika tuduhan itu sampai di telinga Rasulullah, beliau menjelaskan bahwa siapa yang memberi kelapangan untuk saudaranya, ia akan mendapatkan rahmat Allah. Para sahabat menyambut seruan Rasulullah itu dan Allah pun menurunkan Surat Al Mujadalah ayat 11.
Ada banyak sekali pelajaran yang bisa kita ambil dari ayat di atas, diantaranya kita diperintahkan untuk berlapang-lapang di dalamnya dan memberikan kelapangan bagi orang lain untuk turut bergabung dalam majelis. Sungguh Allah telah menjanjikan kelapangan dan juga ketinggian derajat bagi mereka yang beriman, memiliki ilmu lagi mematuhi perintah Allah. Jadi ayat tersebut benar menjelaskan tentang adab dan keilmuan, dengan kata lain bagaimana sebuah proses keilmuan harus menyertakan adab di dalamnya.
Berbicara tentang adab dan keilmuan, sungguh keduanya tidak bisa dipisahkan dan saling berkaitan satu sama lain. Sebagaimana tidak dipandangnya sebuah perbuatan sebagai ihsanul amal ketika pelaksanaannya tidak sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah meskipun dilakukan dengan niat yang ikhlas. Begitupun proses keilmuan, jika tanpa adanya adab yang baik maka tidak akan ada keberkahan yang didapat dari ilmu yang dicerap.
Belajar hukumnya wajib bagi setiap muslim, baik laki-laki ataupun perempuan. Sebagaimana yang disampaikan dalam hadits yang artinya, “Menuntut ilmu itu wajib, bagi muslim laki-laki ataupun perempuan.” (HR. Ibnu Abdil Barr). Adapula hadis lain yang memiliki arti, ”Barang siapa yang menempuh jalan untuk mencari suatu ilmu. Niscaya Allah memudahkannya ke jalan menuju surga”. (HR. Turmudzi)
Kedua hadis di atas hanyalah dua diantara sekian banyak hadis dan Alquran yang memerintahkan manusia untuk terus belajar. Dalam artian mereka menjelaskan bahwa menuntut ilmu itu adalah kewajiban, Allah telah memberikan banyak keutamaan bagi orang-orang yang menuntut ilmu.
Sungguh tidak ada sama sekali yang mengingkari hal tersebut. Namun sayangnya banyak orang yang masih belum bahkan hingga gagal faham, bahwa tidak akan mendapat keberkahan ilmu bagi para pembelajar yang tidak memperhatikan adab dalam belajar.
Ada banyak sekali fakta ironis yang menerpa dunia pendidikan Indonesia saat ini dan banyak pula contoh tidak baik yang ditunjukkan oleh para pemilik ilmu dalam keseharian, yang mana hanya mencerminkan kebodohan dalam tanda kutip. Berbicara tentang fakta, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima 153 pengaduan kasus kekerasan fisik dan psikis terhadap siswa di satuan pendidikan sepanjang 2019.
Dari jumlah tersebut, 5 orang diantaranya adalah guru, dengan modus pemukulan, perundungan, dan memvideokan kejadian terkait kemudian mengunggahnya ke media sosial. Dalam salah satu kasus, siswa juga melakukan penikaman dengan pisau. Penikaman tersebut terjadi pada seorang guru SMK di Manado yang bernama Alexander Warupangkey (54), yang tewas ditikam muridnya, lantaran muridnya kesal ditegur saat merokok. (WartaEkonomi.co.id, 31/12/19)
Proses keilmuan yang dimaksud tidak hanya meliputi institusi resmi pendidikan seperti sekolah dan universitas. Namun lebih luas lagi dari itu. Yakni berlaku untuk semua jenis majelis keilmuan yang ada, baik yang sifatnya formal semisal seminar, diskusi publik, ceramah keagamaan, majelis taklim, dan lain sebagainya. Ataupun yang tidak formal seperti halqoh ataupun diskusi santai lainnya. Semuanya harus menyertakan adab di dalamnya dan itulah yang akan menyempurnakan keberkahan ilmu yang akan didapatkan kemudian.
Materi tentang adab mungkin terkesan remeh temeh, namun nyatanya amat penting untuk dipelajari terutama dalam hal keilmuan atau pembelajaran. Materi ini jarang sekali disampaikan, baik dalam majelis-majelis taklim ataupun pendidikan formal keagamaan atau lainnya. Itulah kemudian yang membuat umat Islam akhirnya lalai dan melupakan arti pentingnya pembelajaran tentang hal tersebut.
Ditambah lagi dengan diterapkannya sistem kapitalis liberal saat ini dimana mereka senantiasa mendewakan uang dan kebebasan di atas segalanya. Melakukan segala hal yang bisa mereka lakukan untuk mendapatkan keduanya, meskipun secara nyata jauh bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh Islam telah membuat umat akhirnya jauh, sejauh-jauhnya, bahkan berusaha untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang berbau keislaman. Dan adab baginya hanya merupakan penghalang yang harus dihilangkan dari jalan-jalan kebebasan mereka.
Efeknya benar-benar terasa di era millenial saat ini dimana para murid tidak lagi hormat kepada guru nya, bahkan terkesan lancang. Mereka merasa guru sebagai pelayannya, yang bertugas untuk menyampaikan ilmu sebagai syarat untuk lulus dan mendapat ijazah yang menjadi jembatan mereka untuk bekerja di kemudian hari. Hanya itu.
Alhasil tidak perlu sopan santun ketika menghadap mereka, pun ketika para guru tersebut memberikan instruksi atau apapun yang tidak murid disukai, murid akan langsung mengadu kepada orang tua untuk kemudian melaporkannya kepada pihak berwajib. Itu adalah kasus yang terjadi di sekolah, lantas banyak pula kasus-kasus yang terjadi di luar sekolah.
Walau tak serumit kasus-kasus di sekolah, namun itu benar terjadi di tengah-tengah kita. Dan mungkin tanpa kita sadari pernah ada perbuatan kita yang tidak sesuai dengan adab yang seharusnya dimiliki oleh seorang pembelajar ketika sedang berada dalam majelis ilmu.
Saat ini telah banyak beredar buku-buku yang menjelaskan tentang adab menuntut ilmu. Salah satunya adalah kitab “Adab Menuntut Ilmu” karya Majid bin Su’ud al-Usyan yang diterjemahkan oleh Muzafar Syahidu bin Mahsun, Lc. Di antara sekian banyak poin adab yang beliau jelaskan, saya tertarik pada lima poin pembahasan sebagaimana tertulis di bawah ini:
1. Jika seseorang terlambat dalam menghadiri majelis ilmu, maka lebih baik baginya untuk tidak mengucapkan salam jika hal tersebut bisa mengganggu perjalanan majelis tersebut. Namun jika tidak memberikan pengaruh apapun maka mengucapkan salam adalah sunnah.
2. Menulis catatan penting pada sampul luar buku atau kertas lainnya
3. Tidak melempar buku di atas tanah, seseorang telah melakukannya di hadapan Imam Ahmad rahimahullah, akhirnya beliau marah dan berkata : “Seperti inikah perilaku kita terhadap ucapan para ulama yang mulia”.
4. Tidak memotong pembicaraan seorang guru sampai dia selesai menjelaskan masalahnya. Ibnul Jauzi berkata : Dan pada saat seorang pembelajar tidak memahami suatu pelajaran, hendaklah dia bersabar sampai gurunya tersebut berhenti berbicara, lalu barulah bertanya kepada syekh dengan beradab dan cara yang lembut serta tidak memotong penjelasan gurunya saat berbicara.
5. Beradab dalam mengajukan pertanyaan kepada guru, maka hendaklah seseorang tidak bertanya dengan pertanyaan yang sengaja dibuat-buat dan dipaksakan, atau mengajukan pertanyaan yang sudah diketahui jawabannya dengan tujuan menyingkap kelemahan guru atau untuk menampakkan kemampuan diri yang telah mengetahui masalah tersebut, atau bertanya dengan suatu pertanyaan yang tidak terjadi.
Lima poin di atas seringkali dilanggar oleh para penimba ilmu. Mereka sangat sulit untuk menempatkan diri di hadapan gurunya. Hingga akhirnya sangat sedikit sekali murid yang menghormati para penyampai ilmu dan buku sebagai sarana penyampaiannya. Sungguh amat kasihan orang-orang yang mereka begitu tekun mencari ilmu namun tidak faham bagaimana menempatkan diri. Alhasil mereka gagal mendapatkan keberkahan dari ilmu yang mereka cari.
Banyak faktor yang menyebabkan kegagalan para pembelajar untuk menempatkan diri dalam proses pembelajaran dengan adabnya, sebagaimana yang telah disinggung di paragraf sebelumnya. Adapun guna penyelesaiannya, perlu dilakukan usaha pengembalian adab pada posisi semula.
Adab perlu diajarkan kepada anak didik sebelum mereka memulai pembelajaran mereka. Serta perlu adanya pengubahan opini terkait dengan kebebasan, makna pembelajaran, dan tujuan daripadanya sehingga mereka akan menyadari dengan sendirinya akan pentingnya adab dalam sebuah pembelajaran.
Kiranya perlulah kita melihat kembali pada diri pribadi, masihkah kita menuntut ilmu secara asal tanpa lagi berpikir tentang adab. Ataukah kita sudah memaksimalkan berbagai upaya dalam melaksanakan adab menuntut ilmu hingga keberkahannya pun tercerap dengan sempurna.
Ingatlah, kita semua adalah pembelajar, mulai dari buaian hingga ke liang lahat, kita tetap pembelajar. Semoga segala ilmu yang kita dapatkan dari hari ke hari bisa berbuah keberkahan yang akhirnya nanti menjadi bekal kita semua untuk mengarungi Jannah nya… Aamiin.
Wallahu a’lam bis shawwab. []
Kirim tulisan Anda yang sekiranya sesuai dengan Islampos lewat imel ke: redaksi@islampos.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word, ukuran font 12 Times New Roman. Untuk semua tulisan berbentuk opini, harap menyertakan foto diri.