KITA harus tahu bahwa kemunafikan kepada Allah SWT adalah ketika seseorang yang tampak shalih, padahal ia menyembunyikan kekafirannya agar bisa memperoleh manfaat dari keshalihan itu. Akan tetapi taqiyah, yang adalah suatu keharusan berdasarkan akal dan syariat, jauh berbeda dari kemunafikan.
Taqiyah adalah mengingkari iman di depan pengingkar kebenaran, agar nyawa, kehormatan, dan kekayaan kita tetap aman. Dalam kondisi seperti itu, tidak bertaqiyah tak akan membawa manfaat terhadap keimanan.
BACA JUGA: Masuk Islam karena Hendak Menikah, Bagaimana Hukumnya?
Jika orang yang beriman menunjukkan keimanannya kemudian ia menjadi target pembunuhan, perampokan, atau kehilangan kehormatan, maka dalam kondisi seperti itu wajib baginya untuk bertaqiyah dan menyembunyikan keimanannya.
Seandainya penampakan kebenaran akan menguatkan agama, maka dianjurkan untuk tidak bertaqiyah. Contohnya adalah peristiwa yang dialami Mitham Tammar, atau Abu Dzar Al-Ghifari dan Hujr Ibn Adi. Sahabat-sahabat yang setia ini tidak melakukan taqiyah.
BACA JUGA: Bila Orang Beriman Hendak Meninggal Dunia, MasyaAllah
Dan jika ada risiko kebenaran akan rusak atau hancur, dilarang untuk mengambil tindakan taqiyah. Ituah sebabnya, Penghulu Syuhada, dan Imam Husein a.s tidak melakukannya.
Ringkasnya, taqiyah ada tiga jenis: wajib, sunnah, dan haram. Tidak menutup kemungkinan, ada kasus ketika tindakan ini menjadi dibolehkan (mubah) atau sebaiknya ditinggalkan (makruh). []
Sumber: Belajar Mencintai Allah/Penulis: Prof. S. A. H. Dastaghib Shirazi/Penerbit: Pustaka IIMaN