SEWAKTU sekolah, satu dari tiga pelajaran yang sangat saya sukai adalah sejarah. Sejarah, buat saya, seperti menelusuri jalan-jalan ke masa lalu. Gambar-gambarnya terpeta dengan sendirinya mengikuti pikiran saya sendiri. Tidak heran, saya menggandrungi sirah demikian hebatnya. Saat ini, saya sedang membaca buku “Shahabydt Haula Ar-Rasul” karya Syeikh Mahmud Al-Mishri Abu Ammar. Buku sirah favorit saya, “Ketika Nabi di Kota” – Dr. Nizar Abazhah. Ini buku sejarah yang indah.
Sewaktu Pak Ahmad Mansyur Suryanegara merilis “Api Sejarah” (1), saya bela-belain nongkrong di Gramedia Matraman untuk menyimak pemaparannya selama 2 jam, dan setelah itu minta tanda tangan dan berfoto bersamanya.
Sejarah saya menyukai sejarah adalah saat saya di kelas 1 SMA. Hari Senin sore, bada Ashar, di bulan Juni, itu adalah pelajaran Sejarah. Gurunya Pak Cucup Supiani. Entah kenapa saya sangat mengantuk. Waktu itu, Pak Cucup sedang menerangkan Perang Bubat. Saya ingat itu. Saya duduk di baris kedua, jadi mudah buat beliau untuk melihat saya yang teler berat.
Beliau kemudian menunjuk saya. “Kamu,” ujarnya sambil tersenyum manis, “coba ke depan dan terangkan.” Hah, saya langsung kaget. Takut. Zaman itu, pokoknya aneh banget kalau ada murid yang ga takut sama gurunya. Saya masih inget, dua orang temen sekelas saya yang ngerokok di depan PLN, langsung lari terbirit ke arah Tegal Tulang (sekarang belakang Yogya), hanya karena mendengar nama Pak Awan sedang jalan menghampiri mereka.
So, ngantuk saya langsung hilang seketika. Ajaib. Tapi pelajaran Sejarah ga lanjut. Pak Cucup masih nunggu saya untuk maju untuk nerangin Perang Bubat. Delapan tahun kemudian, setelah saya jadi guru, saya mengerti perasaan beliau, betapa tidak enaknya saat ada murid yang dirasa tidak menyimak apa yang disampaikannya. Saya sendiri ga paham, kenapa saya ngantuk bangat ketika itu. Padahal belum makan siang. Padahal pelajarannya sangat saya sukai. Setelah kejadian itu, saya jadi dekat banget sama Pak Cucup. Setiap kali pelajaran sejarah, saya pasti baca bukunya dulu. Sayang, saya ga pernah lagi ditunjuk maju oleh beliau hehehe….
Hari-hari ini, 10 ribu kilometer dari Purwakarta, Recep Tayyip Erdogan membuka sejarah Islam; ia dikecam banyak negara Barat karena mengembalikan Hagia Sophia sebagai masjid. Para ulama dunia mengucapkan tahniah kepadanya lewat Twitter, sementara negara-negara Timur Tengah kebanyakan bungkam; mungkin diam-diam senang juga atas kembalinya Hagia Sophia jadi masjid. Pekan ini, ada adzan pertama lagi terdengar dari sana.
Oh ya, saya ga paham, kenapa juga YouTube memasukkan video yang saya unggah ini dalam kategori “Ad Suitability” yang artinya, iklannya dipilah alias bisa jadi ga dapat iklan. Kami sedang mengajukan banding, mudah-mudahan diterima. Sewaktu Covid-19 meledak pertama kali di bulan Februari 2020, pahamlah kenapa semua video yang berhubungan dengan wabah, kemudian ga bisa dimonetisasi. Tapi ini soal Hagia Sophia? So far, saya melihat, YouTube fair lah. Mereka mau terima banding setelah melakukan personal review untuk kategori video-video yang mereka anggap tidak sesuai keinginan mereka.
https://www.youtube.com/watch?v=LoVAAtPQTkk
Tapi lepas dari itu, tabik Mr. Erdogan. Apapun itu, Anda membangkitkan kembali api sejarah umat ini di Hagia Sophia. []
EDIT: Dua jam setelah kami melakukan banding, alhamdulillah, YouTube sudah memasukkan video ini ke dalam kategori “No Restriction” alias Asking Review kami diterima.