KEMATIAN, tak ada yang tahu kapan datangnya. Bangun tidur kita sehat wal afiat, siang nanti boleh jadi tergelatak tak berdaya.
Pagi-pagi kita sendiri yang mengenakan pakaian, boleh jadi nanti orang lain yang membukanya.
Saat ini kita sendiri yang memakai sepatu, boleh jadi nanti orang lain yang mencopotnya.
BACA JUGA: Hati-hati dengan Kunjungan Malaikat Maut
Saat ini kita sendiri yang mengenakan jam tangan, boleh jadi nanti orang lain yang melepasnya.
Saat ini kita sendiri yang menutup pintu mobil, boleh jadi nanti orang lain yang membukanya.
Saat ini kita sendiri bisa menyisihkan rezeki untuk bersedekah, boleh jadi sebentar lagi tak ada kesempatan serupa.
Saat ini lisan kita bisa melafal dzikir dan istighfar, boleh jadi sebentar lagi bibir kelu tak bisa bicara.
Saat ini kita masih bisa mandi, dandan dan shalat, boleh jadi sebentar lagi orang lain yang memandikan, mendandani dan menshalatkan. Entahlah. Hanya Allah yang tahu.
Selayaknya kita mengisi waktu sebaik-baiknya, beramal sebanyak-banyaknya, dan mentaubati dosa sebenar-benarnya. Menyebut asma Allah, selagi lisan masih bisa. Beribadah, selagi masa masih ada. Berada dalam kebaikan selagi nyawa masih di kandung badan.
Cukuplah kematian sebagai peringatan, pemutus segala kenikmatan, penghapus segala harapan, dan pemangkas segala keinginan dunia.
BACA JUGA: Ketika Nabi Musa Menampar Malaikat Maut
Cukuplah kematian sebagai pelajaran, penghilang arogansi, kesombongan dan keserakahan. Istri yang cantik tak lagi menarik, pangkat yang tinggi tak lagi bermakna, dan harta yang melimpah tak lagi berguna saat kematian itu tiba.
Cukuplah kematian sebagai pengharapan, kerinduan akan pertolongan, dan husnul khatimah di penghujung kehidupan.
Saat ini kita masih bernapas, esok hari boleh jadi tak bernyawa lagi. Atau mungkin lebih cepat, satu jam setelah ini kita tergeletak tak berdaya.
Maka, apalagi yang hendak kita sombongkan?
[]