TRAGEDI buah apel telah mengubah seorang Tsabit menjadi orang yang penuh dengan kebahagiaan.
Tsabit, suatu ketika berjalan-jalan di sebuah kebun yang indah, tiba-tiba ia melihat buah apel lantas ia ambil lalu dimakannya. Setelah itu ia tersadar belum minta izin pada pemiliknya.
Dengan perasaan gelisah akhirnya ia menemui pemilik kebun itu. Singkat cerita, pemilik kebun tersebut mengikhlaskan apel tersebut dengan syarat Tsabit harus menikahi putrinya yang buta, bisu, tuli dan lumpuh. Ia sangat terguncang dengan pilihan pemilik kebun itu. Setelah ditimbang-timbang antara azab dunia dan akhirat, akhirnya ia pun setuju dengan persyaratan itu.
Setelah akad nikah, Allahu Akbar, ia nyaris tak percaya, ternyata istrinya adalah seorang wanita yang sangat cantik, berilmu dan penuh ketaqwaan. Dia buta dari melihat hal-hal yang haram, bisu dan tuli dari berbicara dan mendengarkan hal-hal yang dimurkai Allah ‘Azza wa Jalla serta tak pernah melangkahkan kakinya pada jalan yang haram.
Tragedi buah apel telah mengubah seorang Tsabit menjadi orang yang penuh dengan kebahagiaan. Dari pernikahannya lahirlah Nu’man bin Tsabit atau yang akrab disebut Al-Imam Abu Hanifah. Dialah imam besar yang telah mengukir dunia dengan ilmu dan amal shalih.
Buah Kebaikan
Hidup kadang unik dan sulit ditebak bagaimana akhirnya. Tetapi satu hal yang harus dipahami, ketika kita berbuat kebaikan, Allah pasti akan membalasnya.
Itu pasti ketika kebaikan itu benar-benar dari lubuk hati yang dilandasi ikhlas hanya mengharap keridhaan-Nya semata. Bisa jadi balasan itu dari orang lain yang sama sekali tak terduga. Mungkin di dunia atau bisa pula di akhirat. Allah berfirman:
“Tidak ada balasan kebaikan, kecuali kebaikan (pula),” (QS. Ar-Rahman: 60).
Dalam Q.S. Al-Muzzamil ayat ke- 20 Allah berfirman,
“Dan kebaikan itu apa saja yang kalian perbuat untuk diri kalian, niscaya kalian memperoleh (balasan) nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik.”
Begitu juga dengan keburukan yang kita tanam akan menghasilkan balasan atau azab di sisi Allah ‘Azza wa Jalla. Tinggal manusia bagaimana memposisikan dirinya apakah berbuat kebajikan atau kejelekan.
Energi Terdahsyat Bernama Iman
Iman yang tertanam kuat dalam hati adalah energi terdahsyat seorang mukmin untuk hidup bahagia di dunia dan di akhirat. Dengan motivasi iman yang benar tanpa keraguan terhadap perintah-Nya dan perintah Rasul-Nya, niscaya seorang mukmin akan selamat dan mampu hidup selaras dengan Islam.
Segala perkataan dan perbuatan ketika disematkan ruh iman maka hasilnya akan luar biasa dan berpahala. Itulah kedahsyatan iman yang mampu membuat segala aktivitas bernilai ibadah.
Imanlah yang bisa memasukkan seorang hamba ke dalam surga-Nya, sedangkan tauhid adalah intisari dari Islam. Ketika tauhidnya kokoh ia akan selalu menghindari perbuatan dosa dan maksiat. Dan berbagai penyimpangan akan dialami manusia manakala ia kehilangan iman.
Seseorang menganggap biasa saja bergaul bebas dengan alasan dia teman baik padahal bisa jadi hal-hal yang menurut nalar dan perasaan kita baik-baik saja dapat berkibat fatal.
Sebuah berita mengenaskan dilansir harian ibukota. “Tiba-tiba lelaki yang terkenal baik berubah menjadi buas, dia pun tak berdaya untuk melawan dan akhirnya kesuciannya terenggut.”
Na’udzubillahi min dzaalik, sungguh hati wanita malang itu hancur lebur nyaris tanpa bentuk. Ketika ia merasa aman dan nyaman dengan kebaikan orang lain tanpa memperhatikan rambu-rambu syari’ah.
Pahitnya Dunia, Madunya Akhirat
Untuk dapat merasakan manisnya madu akhirat manusia kadang harus menelan pahitnya dunia. Selaras dengan hadits yang mengatakan bahwa akhirat itu lebih baik meski harus ditebus dengan melawan hawa nafsu yang cenderung pada kejelekan.
“Surga itu dikelilingi oleh perbuatan yang dibenci, sementara neraka itu dikelilingi oleh perbuatan yang disukai hawa nafsu,” (H.R. Muslim ).
Dalam menapaki jalan hidup, manusia yang memiliki mata hati yang tajam akan mampu membedakan antara bisikan nafsu yang dominan pada kesenangan sesaat dengan petunjuk Allah Ta’ala yang membawa kebaikan dan kebahagiaan hakiki.
Dan mukmin yang bijak adalah ketika terbersit bisikan nafsu yang membawa kepada kesesatan, maka ia segera meninggalkannya.
Disinilah, ketika iman telah memenuhi hati dan menjadi raja niscaya ia akan mempunyai remote kontrol untuk segera mengendalikannya. []