SETIAP manusia pasti pernah mengalami rasa sakit pada jasmaninya. Baik itu penyakit yang ringan maupun yang sampai mengancam jiwa. Saat kita mengalami hal semacam itu, terutama pada saat sakit kita parah, terkadang pertanyaan muncul begitu saja dalam benak kita, “Mengapa Allah memberikan sakit ini?”
Saat Allah menakdirkan kita untuk sakit, pasti ada alasan tertentu yang menjadi penyebab itu semua. Tidak mungkin Allah subhanahu wa ta’ala melakukan sesuatu tanpa sebab yang mendahuluinya atau tanpa hikmah di balik semua itu. Allah pasti menyimpan hikmah di balik setiap sakit yang kita alami. Karenanya, tidak layak bagi kita untuk banyak mengeluh, menggerutu, apalagi su’udzhan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Lebih parah lagi, kita sampai mengutuk takdir. Na’udzu billah…
Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam pernah menemui Ummu As-Saa’ib, beliau bertanya, ”Kenapa engkau menggigil seperti ini wahai Ummu As-Saa’ib?” Wanita itu menjawab, “Karena demam wahai Rasulullah, sungguh tidak ada barakahnya sama sekali.” Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda, ”Jangan engkau mengecam penyakit demam. Karena penyakit itu bisa menghapuskan dosa-dosa manusia seperti proses pembakaran menghilangkan noda pada besi,” (HR. Muslim).
BACA JUGA: Obati Sendiri Rasa Sakit, Ini Cara dan Doanya
Sakit adalah Ujian
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam al-Quran, “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun,” (QS. Al-Baqarah: 155-156).
Dalam ayat yang lain, Allah juga berfirman, “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan,” (QS. Al-Anbiyaa`: 35).
Begitulah Allah subhanahu wa ta’ala menguji manusia, untuk melihat siapa di antara hambaNya yang memang benar-benar berada dalam keimanan dan kesabaran. Karena sesungguhnya iman bukanlah sekedar ikrar yang diucapkan melalui lisan, tapi juga harus menghujam di dalam hati dan teraplikasikan dalam kehidupan oleh seluruh anggota badan.
Allah subhanahu wa ta’ala menegaskan bahwa Dia akan menguji setiap orang yang mengaku beriman, “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, ‘Kami telah beriman,’ sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta,” (QS. Al-Ankabuut: 2-3).
Semua ujian yang diberikan-Nya semata-mata hanya agar hamba-Nya menjadi lebih baik di hadapanNya. Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda, ”Barangsiapa dikehendaki baik oleh Allah, maka Dia akan menguji dan menimpakan musibah kepadanya,” (HR. Bukhari).
Jadi, sudah selayaknya bagi setiap mukmin untuk kemudian bertambah imannya saat ujian itu datang, termasuk di dalamnya adalah ujian sakit yang merupakan bagian dari ujian yang menimpa jiwa. Jangan sampai kita menjadi seperti orang-orang munafik yang tidak mau bertaubat atau mengambil pelajaran saat mereka diuji oleh Allah subhanahu wa ta’ala, “Dan tidaklah mereka memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun, dan mereka tidak (juga) bertaubat dan tidak (pula) mengambil pelajaran?” (QS. At-Taubah: 126).
Sudah selayaknya pula kita merenungi segala amalan yang telah kita lakukan, karena bisa jadi ada beberapa amalan yang memang dianggap sebagai sebuah kemaksiatan di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala. Begitu cintanya Allah kepada kita sehingga Dia mengingatkan kita melalui sakit ini, agar kita dapat segera bertaubat sebelum ajal menjemput kita.
Dari Anas ibn Malik radhiyallahu ’anhu diriwayatkan bahwa ia menceritakan, Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya pahala yang besar didapatkan melalui cobaan yang besar pula. Kalau Allah mencintai seseorang, pasti Allah akan memberikan cobaan kepadanya. Barangsiapa yang ridha menerima cobaanNya, maka ia akan menerima keridhaan Allah. Dan barangsiapa yang kecewa menerimanya, niscaya ia akan menerima kermurkaan Allah,” (HR. Tirmidzi).
Sakit adalah Adzab
Bagi seorang mukmin sakit dapat menjadi tadzkirah atau ujian yang akan mendekatkan dirinya kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Namun bagi sebagian orang, sakit bisa menjadi adzab yang akan membinasakan dirinya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Katakanlah: Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan adzab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebahagian kamu keganasan sebahagian yang lain. Perhatikanlah, betapa Kami mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami silih berganti agar mereka memahami(nya),” (QS. Al-An’aam: 65).
Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman, “Dan sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebagian adzab yang kecil di dunia sebelum adzab yang lebih besar di akhirat, mudah-mudahan mereka kembali ke jalan yang benar,” (QS. As-Sajdah: 21).
BACA JUGA: Penjelasan dan Tata Cara Shalat Orang yang Sakit
Maka dari itu, pertaubatan adalah langkah nyata menuju kesembuhan. Sesungguhnya, segala macam bencana yang menimpa kita, pada hakikatnya adalah karena perbuatan kita sendiri. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Apa saja musibah yang menimpa kamu maka disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu),” (QS. Asy-Syura: 30).
Syaikh Abdurrahman As-Sa’di ketika menafsirkan ayat ini, beliau berkata, “Allah subhanahu wa ta’ala memberitakan bahwa semua musibah yang menimpa manusia, (baik) pada diri, harta maupun anak-anak mereka, serta pada apa yang mereka sukai, tidak lain sebabnya adalah perbuatan-perbuatan buruk (maksiat) yang pernah mereka lakukan.”
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata, “Aku mendengar Rasulallah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah seorang muslim tertimpa musibah walau hanya tertusuk duri, kecuali Allah akan mencatat baginya kebaikan dan dihapus baginya kesalahan dan dosanya,” (HR.Muslim). []
BERSAMBUNG