Oleh : Tita Rahayu Sulaeman
titarahayusulaeman@gmail.com
Siang dan malam, ibu menyusui..
Tiada merasa, lelah dan letih…
SUATU ketika saya menyanyikan lagu anak-anak jaman saya kecil dulu di hadapan si sulung. Hingga sampai pada lirik tentang ibu menyusui, mata tiba-tiba berembun. Membayangkan perjalanan hamil, melahirkan dan menyusui yang sungguh tidaklah mudah.
Dulu waktu kecil, mendengar atau menyanyikan lagu ini biasa saja. Tidak ada perasaan mendalam. Tapi berbeda kini setelah mengalami beberapa bagian yang diceritakan lagu tersebut, saya terharu dibuatnya.
Bagi orang tua, bisa jadi anak adalah segalanya. Bagaimana perjuangan untuk hamil, setiap ibu punya cerita berbeda. Demikian pula menjalani masa-masa kehamilan, ada yang berat di awal-awal trisemester saja, ada juga yang sepanjang masa kehamilan 9 bulan harus dikawal ketat ibu dan bayi dalam kandungannya oleh dokter karena riwayat kesehatan yang berbeda.
Belum lagi ketika si bayi lahir ke dunia. Entah melalui jalan lahir normal maupun operasi SC, keduanya adalah moment pengorbanan dengan mempertaruhkan nyawa. Seorang ibu rela merasakan sakit yang amat sangat atau bahkan rela tubunya disayat demi melihat manusia lain lahir ke dunia. Baru sampai episode melahirkan, pengorbanan seorang ibu sungguh berat. Ingin saya bersujud di kaki ibu, atas segala pengorbanannya.
Lalu baru-baru ini, ada segelintir orang berkata,
Orang tua parasit,
Orang tua tidak bertanggung jawab,
Orang tua gak boleh menganggap anak sebagai investasi.
Anak tidak boleh didesak menanggung nafkah orang tua,
Anak bagai robot penghasil uang yang dipiara orang tua.
Astagfirullahaladziim..
naudzubillah…
Saya tak habis pikir pada mereka yang berkata demikian.
Orang tua adalah “jalan” mereka bisa hadir ke dunia ini. Kondisi orang tua memang tak sama. Tidak semua lahir dalam keadaan ideal dalam hal pemenuhan kebutuhan maupun pendidikan. Tapi, pengorbanan orang tua tak akan mampu anak balas sampai kapanpun. Setiap tetes asi yang ibu diberikan, setiap peluh keringat ayah dalam mencari nafkah, apakah mampu anak hitung ulang untuk “dikembalikan” pada orang tuanya ? Tidak. Tidak akan pernah bisa.
Hubungan antara anak dan orang tua bukanlah hubungan bisnis yang selamanya diukur untung dan ruginya.
Hubungan anak dan orang tua adalah hubungan kasih sayang.
Sebagai seorang muslim hubungan kasih sayang ini harus dilandasi dengan iman. Hubungan ini harus dijaga tidak hanya di dunia tapi sampai ke akhirat. Orang tua diberi amanah anak, Allah perintahkan untuk menjaganya.
Tidak hanya tentang pemenuhan kebutuhan fisiknya tapi menjaganya dari siksa api neraka.
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allâh terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” [at-Tahrîm/66:6]
Sebagai anak, Allah berikan kewajiban untuk berbakti pada orang tua. Allah beri pahala bagi anak yang berbakti pada orang tuanya.
“Dan Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada orang tuanya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah lemah dan menyapihnya dalam dua tahun, bersyukurlah kalian kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada-Ku lah kalian kembali” [Luqman : 14]
Tidak akan pernah ada anak yang merasa terbebani oleh keberadaan orang tuanya, selama ia menyadari betapa banyak yang telah dilakukan orang tua terhadapnya. Berbakti pada orang tua adalah perintah Allah sebagai pencipta dirinya, bukan dalam rangka balas budi atas segala pengorbanan orang tuanya. Karena bagaimana pun, anak tak akan pernah bisa membalas segala kebaikan orang tuanya. []