SYEKH Ali Thanthawi menceritakan saat ia berdialog dengan anaknya:
Semalam aku melihat anak gadisku mengambil sedikit nasi ditambah sayur buncis, diletakkan di piring kaleng. Lalu ia tambahkan potongan terong, mentimun dan kacang polong.
Ia bergegas keluar rumah.
Aku bertanya, “Untuk siapa makanan itu?”
“Untuk satpam penjaga rumah, nenek menyuruhku,” jawabnya.
BACA JUGA:Â Allah Sembuhkan Anakku dengan Sedekah
Lalu aku berkata: “Cobalah ganti dengan piring kaca, dan atur letaknya dengan bagus. Lalu letakkan piringnya di atas baki, siapkan sendok-garpu dan segelas air.”
Anak gadisku segera melaksanakan sesuai arahanku dan mengantarkan makanan itu kepada satpam rumah.
Saat ia kembali, ia bertanya: “Kenapa abah menyuruhku melakukan hal itu?”
Aku menjawab: ” Makanan itu sedekah dengan harta, sedangkan menyajikannya dengan indah itu adalah sedekah dengan rasa. Sedekah yang pertama dapat mengisi perut, sedangkan yang kedua mengisii hati. Sedekah (yang hanya) dengan harta akan menimbulkan perasaan di hati satpam bahwa ia seorang peminta-minta yang kita beri sisa-sisa makanan. Adapun sedekah dengan perasaan akan menimbulkan rasa bahwa ia adalah teman akrab kita atau tamu kita yang terhormat.”
BACA JUGA:Â Sedekah Sepuluh Ribu Rupiah Terakhir
“Di sana ada perbedaan yang amat penting antara pemberian dengan harta dan pemberian dengan jiwa.”
“Pemberian dengan jiwa, besar nilainya di sisi ALLAH dan di dalam perasaan orang yang menerima sedekah.”
Sederhana, tapi sangat penting kita perhatikan.
Demikian pula saat kita menasihati anak, berbicara dengan pasangan, teman, orang tua, atau apapun. Kita berlatih berbicara, menulis dengan rasa dan jiwa, bukan sekadar dengan kata. []
SUMBER: WA GROUP