Oleh: Muhammad Ihsan Tandjung
الله أكبر الله أكبر الله أكبر و لله الحمد
الله أكبر كبيرا و الحمد لله كثيرا و سبحان الله بكرة و أصيلا
لآإله إلا الله و لا نعبد إلا إياه مخلصين له الدين ولو كره الكافرون
لآإله إلا الله وحده صدق وعده و نصر عبده و أعز جنده و هزم الأحزاب وحده
لآإله إلا الله الله أكبر الله أكبر و لله الحمد
الْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَـذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلا أَنْ هَدَانَا اللّهُ
الْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ
لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
أشهد أن لآإله إلا الله و أشهد أن محمدا رسول الله
اللهم صلي على محمد و على آله و أصحابه و أنصاره و جنوده
و من تبعهم بإحسان إلى يوم الدين
فقال الله تعالى في كتابه الكريم:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
الله أكبر الله أكبر الله أكبر و لله الحمد
Jamaah sholat Idhul-Adha rahimakumullah
Marilah kita bersyukur kepada Allah SWT semata. Allah telah melimpahkan kepada kita sedemikian banyak ni’mat, baik lahir maupun batin. Marilah kita bersyukur kepada-Nya atas ni’mat paling istimewa yang telah kita terima selama ini, padahal tidak semua manusia memperolehnya. Yaitu ni’mat iman dan islam, yang dengannya hidup kita menjadi terang, lurus, benar, terarah, berma’na dan selamat di dunia maupun di akhirat.
Selanjutnya marilah kita sampaikan sholawat dan salam-sejahtera kepada pemimpin kita bersama, teladan kita bersama… imamul muttaqin pemimpin orang-orang bertaqwa, da’iyyan ila Allah penyeru ke jalan Allah serta qaa-idil mujahidin panglima para mujahid yang sebenar-benarnya nabiyullah Muhammad SAW, keluarganya, para shohabatnya dan para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman. Dan kita berdo’a kepada Allah swt, semoga kita yang hadir di tempat yang baik ini dipandang Allah SWTt layak dihimpun bersama mereka dalam kafilah panjang penuh berkah. Amien, amien ya rabbal ‘aalaamien.
Sesudah itu, marilah kita bersyukur pula kepada Allahu ta’ala atas limpahan ni’mat sehat-wal’aafiat. Ni’mat yang memudahkan dan melancarkan segenap urusan hidup kita di dunia. Semoga kesehatan kita kian hari kian mendekatkan diri dengan Allahu ta’ala. Dan semoga saudara-saudara kita yang sedang diuji Allah melalui aneka jenis penyakit sanggup bersabar menghadapi penderitaannya…bersama keluarga yang mengurusnya, sehingga kesabaran itu mengubah penyakit mereka menjadi penghapus dosa dan kesalahan. Amien, amien ya rabbal ‘aalamien.
Tak lupa khotib mengajak jamaah untuk mendoakan saudara-saudara kita kaum muslimin, mukminin, muwahhidiin dan mujahidin fii sabilillah di berbagai belahan bumi yang sedang didera berbagai kesulitan. Mereka yang sibuk membebaskan diri dari kezaliman fihak para thaghut (penguasa zalim) musuh-musuh Allah yang memerangi, memboikot, memfitnah hingga memenjarakan mereka. Ya Allah, berilah kesabaran kepada mereka dalam menghadapi berbagai ujian hidup ini. Ya Allah, berilah kesabaran kepada anak-isteri para mujahidin dan du’at mukhlishin dimanapun mereka berada. Amien, amien ya rabbal ‘aalaamien.
الله أكبر الله أكبر الله أكبر و لله الحمد
Jamaah sholat Idhul-Adha rahimakumullah
Kemarin tanggal 9 Dzulhijjah jamaah haji dari berbagai penjuru dunia berkumpul di Arafah melakukan wukuf. Wukuf merupakan puncak penyelenggaraan ibadah haji. Sah-tidaknya haji seseorang sangat ditentukan oleh hadir-tidaknya ia wukuf di Arafah. Sebab wukuf merupakan inti dari segenap rangkaian ibadah haji. Rasulullah Muhammad SAW menyatakan:
الْحَجُّ عَرَفَةُ
“Inti Haji adalah wukuf di Arafah” (Hadits Shahih Imam An-Nasai)
Walaupun seorang jama’ah haji melakukan kegiatan thawaf mengelilingi Ka’bah, sa’i bolak-balik antara Shofa dan Marwah, melontar batu di Jamarat, namun jika tidak ikut-serta wukuf di Arafah, maka orang itu tidak dianggap melakukan haji. Artinya hajinya tidak sah. Sebab inti daripada prosesi ibadah haji ialah melaksanakan wukuf di Arafah.
Uniknya, justru kegiatan wukuf merupakan kegiatan yang paling tidak menuntut kegiatan jasmani. Tidak seperti thawaf atau sa’i atau melontar jumrah. Semua kegiatan tersebut menuntut keterlibatan jasmani yang seringkali bahkan mengandung resiko. Tatkala sedang thawaf jamaah haji sangat mungkin berdesak-desakan selama mengelilingi Ka’bah. Ketika sedang sa’i sangat mungkin seseorang mengalami keletihan. Bahkan saat di Jamarat seseorang sangat mungkin malah terkena lemparan batu jamaah haji lainnya.
Sedangkan kegiatan wukuf merupakan kegiatan di mana seorang hamba Allah dituntut untuk berdiam diri, tidak melakukan kegiatan jasmani apapun. Yang menjadi tuntutan ialah bersibuk tenggelam di dalam dzikrullah (mengingat Allah SWT) dan tafakkur (merenung). Dan Rasulullah SAW menegaskan bahwa inilah inti ibadah haji. Inti sekaligus puncak ibadah haji ialah mengingat Allah SWT dan merenungi perjalanan hidup. Inti haji bukanlah pada aktifitas thawaf atau sa’i atau melontar jumrah. Seolah hal ini mengajarkan kepada kita bahwa bukanlah bersibuk-sibuk beraktifitas dalam kehidupan sehari-hari itu yang penting dan utama, tetapi yang lebih penting dan utama ialah memastikan bahwa berbagai kesibukan yang dilakukan berdasarkan hasil perenungan mendalam dan tidak terputusnya jalinan hubungan dengan Dzat Yang telah memberikan kita izin untuk beraktifitas.
Itulah sebabnya mengapa di dalam Al-Qur’an kata “amal sholeh” tidak pernah disebutkan sendirian tanpa dibarengi bahkan didahului dengan “beriman”. Artinya, memastikan bahwa kita telah benar-benar beriman jauh lebih penting dan utama daripada sekedar memperbanyak amal sholeh. Alangkah naifnya bila ada seorang yang mengaku muslim lalu ia tidak pernah merenungkan apa yang melandasi berbagai amalnya, yang penting menurutnya adalah banyaknya amal. Lalu dia berusaha mengisi waktunya dengan sebanyak mungkin amal. Lebih jauh lagi dia memandang remeh orang lain yang dinilainya tidak banyak beramal. Sehingga dengan mudah dia menstempel orang tersebut sebagai orang-orang yang hanya NATO (no action, talk only). Padahal Allah SWT memperingatkan kita bahwa ada sementara manusia di dunia ini yang mengira bahwa dirinya sudah banyak berbuat kebaikan namun ternyata di dalam pandangan Allah SWT justru mereka itulah orang-orang yang paling merugi.
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالأخْسَرِينَ أَعْمَالاالَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا أُولَئِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ
وَلِقَائِهِ فَحَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فَلا نُقِيمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنًا
ذَلِكَ جَزَاؤُهُمْ جَهَنَّمُ بِمَا كَفَرُوا وَاتَّخَذُوا آيَاتِي وَرُسُلِي هُزُوًا
“Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. Mereka itu orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Rabb mereka dan (kafir terhadap) perjumpaan dengan Dia (Allah). Maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat. Demikianlah balasan mereka itu neraka Jahanam, disebabkan kekafiran mereka dan disebabkan mereka menjadikan ayat-ayat-Ku dan rasul-rasul-Ku sebagai olok-olok.” (QS Al-Kahfi 103-106)
الله أكبر الله أكبر الله أكبر و لله الحمد
Jamaah sholat Idhul-Adha rahimakumullah
Melalui kegiatan wukuf, setiap muslim disuruh untuk “stop and think” alias berhenti sejenak untuk merenung. Jangan biarkan diri tenggelam dalam berbagai kesibukan apalagi rutinitas sehari-hari sehingga apa-apa yang dikerjakan menjadi bersifat mekanistik belaka, kehilangan ruh bahkan tersesat arah dan tujuannya. Dan urusan wukuf ini menjadi lebih penting lagi bila dikaitkan dengan realitas dunia di zaman penuh fitnah seperti sekarang. Dan fitnah atau ujian zaman yang banyak mengancam kaum muslimin dewasa ini ialah realitas bahwa dunia sedang Allah SWT izinkan dipimpin oleh kaum yang tidak beriman alias kaum kafir, yaitu kaum yahudi dan nasrani. Kepemimpinan kaum kafir tersebut telah melahirkan sikap taqlid buta pada sebagian besar orang yang mengaku muslim sebagaimana disebutkan oleh Nabi Muhammad SAW lima belas abad yang lalu:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ
شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِي جُحْرِ ضَبٍّ
لَاتَّبَعْتُمُوهُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ
Rasulullah SAW bersabda: “Sungguh, kalian benar-benar akan mengikuti kebiasaan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga sekiranya mereka masuk ke dalam lubang biawak sekalipun, maka kalian pasti akan mengikuti mereka.” Kami bertanya; “Wahai Rasulullah, apakah mereka itu kaum yahudi dan nasrani?” Beliau menjawab: “Siapa lagi kalau bukan mereka?”
(HR Muslim – shahih)
Dewasa ini dunia sedang dipimpin oleh masyarakat barat Amerika dan Eropa (the western civilization) yang notabene terdiri dari kaum yahudi dan nasrani (the judeo-christian civilization). Kepemimpinan mereka telah menyebabkan begitu banyak muslim yang mengekor kepada millah (cara hidup) mereka. Dan Allah SWT jelas-jelas memperingatkan kita agar mewaspadai sikap kaum yahudi-nasrani yang tidak akan pernah senang kepada kaum muslimin sebelum mengikuti cara hidup mereka:
وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ
إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ
مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلا نَصِيرٍ
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti millah (cara hidup) mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu (kaum muslimin) mengikuti kemauan mereka (kaum yahudi dan nasrani) setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (QS Al-Baqarah 120)
Kaum muslimin sepatutnya hanya mengikuti petunjuk Allah alias dinul-Islam dalam menata segenap aspek kehidupan mereka. Tetapi kenyataannya, mereka lebih percaya kepada petunjuk kaum yahudi dan nasrani. Alhasil, kita saat ini harus menghadapi badai fitnah yang meliputi segenap aspek kehidupan. Fitnah ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, militer, pendidikan dan lain sebagainya. Rasulullah SAW memperingatkan bahwa akan tiba suatu era penuh fitnah di mana dunia menjadi laksana sepotong malam yang gelap-gulita.
بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ
يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا أَوْ يُمْسِي مُؤْمِنًا
وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنْ الدُّنْيَا
Nabi SAW bersabda: “Segeralah beramal sebelum datangnya fitnah-fitnah seperti malam yang gelap gulita. Di pagi hari seseorang masih dalam keadaan mukmin, lalu menjadi kafir di sore harinya. Di sore hari seseorang masih dalam keadaan mukmin, lalu menjadi kafir di pagi harinya. Dia menjual dien-nya (agamanya) demi memperoleh barang kenikmatan dunia.” (HR Muslim – 169) Shahih
Hadits di atas menggambarkan kondisi yang sangat mirip dengan dunia modern dewasa ini. Dan Nabi Muhammad SAW menggambarkan bahwa jika era badai fitnah itu sudah tiba, maka gejala yang muncul bukanlah sekedar terjerumusnya muslim dalam dosa-dosa kecil. Bahkan tidak juga dosa-dosa yang besar. Sebab betapapun besarnya dosa seseorang, bilamana iman tetap ada, maka ia masih berpeluang mendapat ampunan Allah SWT. Gejala yang muncul adalah riddah (kemurtadan). Sehingga Nabi SAW tidak mengatakan: “Di pagi hari seseorang berbuat kebaikan, lalu di sore harinya ia berbuat kejahatan.” Tapi kalimat beliau ialah: “Di pagi hari seseorang masih dalam keadaan mukmin, lalu menjadi kafir di sore harinya. Di sore hari seseorang masih dalam keadaan mukmin, lalu menjadi kafir di pagi harinya.” Inilah yang disebut gejala riddah. Ini merupakan puncak dosa, yaitu batalnya keimanan seseorang. Bila iman sudah batal, maka segenap amal yang dilakukan menjadi tidak bernilai di mata Allah SWT. Wa na’udzubillah min dzaalik.
الله أكبر الله أكبر الله أكبر و لله الحمد
Jamaah sholat Idhul-Adha rahimakumullah
Lalu apakah yang mesti dilakukan jamaah haji saat wukuf di Arafah? Untuk itu marilah kita ikuti arahan Nabi Muhammad SAW berikut ini:
خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ وَخَيْرُ مَا قُلْتُ أَنَا وَالنَّبِيُّونَ مِنْ قَبْلِي
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sebaik-baik do’a adalah do’a pada hari ‘Arafah dan sebaik-baik apa yang aku dan para Nabi sebelumku katakan adalah “LAA ILAAHA ILLALLAHU WAHDAHUU LAA SYARIIKALAHU LAHUL MULKU WALAHUL HAMDU WAHUWA ‘ALAA KULLI SYAI’IN QADIIR (Tiada Ilah melainkan Allah semata dan tiada sekutu bagi-Nya, milik-Nya lah segala kerajaan dan pujian dan Dialah Yang Maha berkuasa atas segala sesuatu).” (TIRMIDZI – 3509) Hasan
Ternyata Nabi Muhammad SAW mengarahkan jamaah haji untuk “stop and think” dengan cara mengulang-ulang komitmen keimanannya. Membaca kalimat tauhid. Dengan harapan tentunya bukan sebatas ucapan verbal, tetapi menjadi landasan bagi segenap gerak-gerik dan aspek kehidupan bagi dirinya, keluarganya kemudian ummat Islam secara umum. Dan menolak segala bentuk kemusyrikan. Jangan hendaknya menyekutukan Allah baik dalam hal berdoa, niat, kehendak dan tujuan. Maupun syirik ketaatan serta syirik mahabbah (kecintaan).
Dzikrullah dan tafakkur saat wukuf hendaknya mencakup tekad untuk bertauhid dalam hal mengembalikan hak atas segenap kerajaan/ pemerintahan kepada Pemilik sejatinya, yaitu Allah. Sebab Allah merupakan Dzat yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Hendaknya setiap mukmin menyadari dan meyakini bahwa kedaulatan hanyalah milik Allah SWT semata dan tidak pantas diserahkan kepada siapapun atau apapun selain Allah SWT.
DOA
رَبَّنَا ءَاتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا
“Wahai Rabb kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)”. (QS 18:10)
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ ءَامَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيم ٌ
“Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang”. (QS 59:10)
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
“Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).” (QS 3:8)
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
“Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS 25:74)
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
“Ya Rabb kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.” (QS 3:147)
رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
“Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Rabb kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Rabb kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma`aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.” (QS 2:286)
رَبَّنَا إِنَّكَ مَنْ تُدْخِلِ النَّارَ فَقَدْ أَخْزَيْتَهُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
رَبَّنَا إِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُنَادِي لِلْإِيمَانِ أَنْ ءَامِنُوا
بِرَبِّكُمْ فَآمَنَّا رَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكَفِّرْ عَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ الْأَبْرَارِ
رَبَّنَا وَءَاتِنَا مَا وَعَدْتَنَا عَلَى رُسُلِكَ وَلَا تُخْزِنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّكَ لَا تُخْلِفُ الْمِيعَادَ
“Ya Rabb kami, sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolongpun. Ya Rabb kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman (yaitu): “Berimanlah kamu kepada Rabb -mu”, maka kamipun beriman. Ya Rabb kami ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang berbakti. Ya Rabb kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rasul-rasul Engkau. Dan janganlah Engkau hinakan kami di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji.” (QS 3:192-194). []