SUATU hari, Rasulullah berkata pada Abu Bakar, “Wahai Abu Bakar, aku begitu rindu hendak bertemu dengan ikhwanku (saudara-saudaraku).”
Suasana di majelis itu hening sejenak. Semua yang hadir diam seolah sedang memikirkan sesuatu. Lebih-lebih lagi sayidina Abu Bakar, itulah pertama kali dia mendengar orang yang sangat dikasihinya melontarkan pengakuan demikian.
BACA JUGA: Hidup Sederhana, Tidak Ada Kesitimewaan bagi Putri Rasulullah
“Apakah maksudmu berkata demikian, wahai Rasulullah? Bukankah kami ini saudara-saudaramu?”
Abu Bakar bertanya melepaskan gumpalan teka-teki yang mulai memenuhi pikiran.
“Tidak, wahai Abu Bakar. Kamu semua adalah sahabat-sahabatku tetapi bukan saudara-saudaraku.”
Suara Rasulullah bernada rendah.
“Kami juga saudaramu, wahai Rasulullah,” kata seorang sahabat yang lain pula.
BACA JUGA: Sebelum Ilmuwan, Rasulullah Lebih Dulu Sampaikan Perbedaan Warna Api
Rasulullah menggeleng-gelangkan kepalanya perlahan-lahan sambil tersenyum. Kemudian Baginda bersabda,
“Saudara-saudaraku adalah mereka yang belum pernah melihatku tetapi mereka beriman denganku dan mereka mencintai aku melebihi anak dan orang tua mereka. Mereka itu adalah saudara-saudaraku dan mereka bersama denganku. Beruntunglah mereka yang melihatku dan beriman kepadaku dan beruntung juga mereka yang beriman kepadaku sedangkan mereka tidak pernah melihatku.” (HR. Muslim). []