LIBANON–Dunia dikejutkan oleh ledakan dahsyat yang terjadi di Beirut, Libanon pada Selasa (4/8/2020) lalu. Ledakan diduga disebabkan oleh ribuan ton amonium nitrat yang tersimpan di sebuah gudang dekat pelabuhan Beirut.
Keberadaan 2.750 ton amonium nitrat itu rupanya baru diketahui masyarakat setelah ledakan besar terjadi. Senyawa kimia ini tidak hanya digunakan sebagai bahan pupuk tapi juga untuk meledakkan tambang.
Masyarakat Libanon sangat terkejut dan sedih dengan kerusakan yang ditimbulkan ledakan ini. Mereka juga marah terhadap orang yang membiarkan ada bahan kimia mudah meledak disimpan di dalam gudang selama bertahun-tahun.
BACA JUGA: Terus Meningkat, Korban Tewas Ledakan Beirut 135 Orang dan 5.000 Luka-luka
Dokumen dan catatan publik menunjukkan, Pemerintah Libanon mengetahui ada amonium nitrat yang disimpan di Hangar 12 pelabuhan Beirut selama enam tahun terakhir. Catatan-catatan itu juga memperlihatkan pemerintah tahu senyawa kimia itu berbahaya.
Dilansir dari Aljazeera, Rabu (5/8/2020), kargo yang membawa amonium nitrat itu tiba di Lebanon pada September 2013. Kargo itu dibawa oleh kapal milik Rusia berbendera Moldova. Situs pelacakan kapal Fleetmon mencatat kapal yang bernama Rhosus itu berangkat dari Mozambik menuju Georgia.
Dokumen pengacara yang mewakili para kru kapal menyebutkan kapal itu terpaksa berlabuh di Beirut karena mengalami masalah teknis di laut. Menurut Fleetmon, pemerintah Libanon mencegah kapal itu berlayar lagi dan akhirnya pemilik dan awak kapal meninggalkan kapal tersebut.
Muatan kargo kapal tersebut dikeluarkan dan dipindahkan ke Hangar 12 pelabuhan Beirut. Sebuah bangunan abu-abu yang menghadap ke tol utara-selatan di pintu masuk ibukota.
Beberapa bulan kemudian, tepatnya pada 27 Juni 2014, direktur Bea Cukai Lebanon saat itu Shafik Merhi mengirim surat tanpa nama ke ‘hakim Urusan Mendesak’. Berdasarkan dokumen yang beredar di internet dalam surat tersebut Merhi meminta solusi mengenai isi kargo itu.
BACA JUGA: 300 Ribu Orang Kehilangan Tempat Tinggal Akibat Ledakan di Libanon, Sebagian Besarnya Muslim
Sejak itu Bea Cukai Libanon mengirimkan lima surat selama tiga tahun berturut-turut. Mulai 5 Desember 2014, 6 Mei 2015, 20 Mei 2016, 13 Oktober 2016 dan 27 Oktober 2017. Mereka meminta petunjuk mengenai keberadaan amonium nitrat yang tersimpan di hangar.
Dalam surat-surat itu Bea Cukai Libanon mengajukan tiga opsi yakni mengekspor amonium nitrat itu, menyerahkannya ke Tentara Libanon atau menjualnya ke perusahaan swasta Lebanese Explosives Company.
Salah satu surat yang dikirimkan pada tahun 2016 mencatat ‘tidak ada jawaban’ dari hakim yang dimintai petunjuk sebelumnya.
“Mengingat bahaya serius menyimpan benda-benda ini di hangar di kondisi iklim yang tak cocok, sekali lagi kami meminta badan kelautan untuk segera mengekspor kembali benda-benda ini demi menjaga keamanan pelabuhan dan mereka bekerja di sana, atau setuju untuk menjualnya ke (Lebanese Explosives Company),” bunyi salah satu surat tersebut.
Surat itu juga tidak dibalas.
BACA JUGA: Investigasi Awal Ungkap Faktor Pemicu Ledakan Dahsyat di Beirut
Satu tahun kemudian, direktur Administrasi Bea Cukai Lebanon yang baru, Badri Daher, sekali lagi menyurati hakim. Pada 27 Oktober 2017, dalam suratnya, Daher meminta hakim segera membuat keputusan mengenai masalah ini.
“(Mengingat) bahayanya meninggalkan benda-benda ini di tempatnya yang sekarang dan membahayakan orang-orang yang bekerja di sana,” tulis Daher dalam suratnya.
Namun tiga tahun kemudian amonium nitrat itu masih berada di dalam hangar.
Sementara itu, pasca ledakan yang menewaskan 100 orang lebih di Beirut, Perdana Menteri Libanon Hassan Diab, berjanji akan membawa siapa pun yang bertanggung jawab atas kejadian itu ke pengadilan. []
SUMBER: ALJAZEERA