Oleh: Sakura Zhee, Malang-Jawa Timur
PRIBADI dan lingkungan tidak mendukung mereka untuk bangga dan berprestasi. Tentu Anda sering mendengar jawaban, “Ah, saya sih cuma ibu rumah tangga,” dari seorang ibu, manakala ditanya tentang pekerjaannya. Biasanya si ibu menambahnya dengan tersenyum malu. Apakah karena profesi ibu rumah tangga ini memang memalukan? Hingga saat ini, adalah kenyataan bahwa profesi ibu rumah tangga ini belum diletakkan pada posisinya yang sebenarnya cukup tinggi.
Dianggap Pekerjaan Gampang
Masak, cuci, seterika, bersih-bersih rumah, bermain dengan anak, menyuapi makanan, siapa sih yang tak bisa melakukannya? Tanpa harus sekolah tinggi-tinggi pun tak ada kesulitan. Begitulah umumnya pendapat orang. Tapi apakah memang benar demikian?
BACA JUGA: Ibu Merindukanmu
Jika tujuan membesarkan anak hanya sekadar supaya mereka tumbuh besar sih, mudah. Tetapi untuk mendapatkan anak yang berkepribadian tinggi dan berakhlaq mulia, sama sekali bukan pekerjaan gampang. Tak ada jaminan gelar profesor akan membuatnya mampu.
Sayangnya, memang untuk urusan mendidik anak ini belum ada sekolah formalnya. Akibatnya, orang mengira seorang wanita akan bisa melakukannya begitu saja secara naluriah. Ditambah lagi, urusan mendidik anak ini hasilnya tidak bisa dilihat dalam waktu dekat. Perlu waktu bertahun-tahun untuk bisa merasakan hasilnya, memiliki anak yang baik dan berakhlaq. Demikian pula bila ada kesalahan dalam mendidik, akibatnya mungkin baru ketahuan bertahun-tahun kemudian. Sehingga orang merasa sudah mendidik anaknya dengan baik, sekalipun yang ia lakukan hanyalah mendidik sesuai pendapatnya sendiri.
Anggapan menyepelekan ini sangat berbahaya, mengingat pendidikan anak adalah tugas yang sangat menentukan kualitas generasi muda ummat. Kenyataan membuktikan, bahwa kualitas generasi penerus ummat Islam masih sebatas kualitas ibunya saja.
Tak Ada Pengakuan
Salah satu pendukung tumbuhnya rasa percaya diri adalah faktor pengakuan dari lingkungan atau masyarakat. Jika perempuan kita belum percaya diri sebagai ibu rumah tangga, salah satu sebabnya memang karena banyak elemen masyarakat yang kurang bisa memberikan penghormatan kepada profesi mulia ini.
Media massa, baik cetak maupun elektronik, penuh dengan artikel tentang keberhasilan karir kaum wanita di luar rumah. Gambar iklan senantiasa menampilkan wanita-wanita kantoran yang keren dan trendy. Kalaupun ada iburumah tangga, itu hanya iklan sabun cuci.
BACA JUGA: Meski Ibu Punya Seratus Nyawa, Aku Tidak akan Meninggalkan Agamaku
Hampir semua yang berbau modern diambil dari dunia Barat. Padahal, dunia mereka sudah banyakmendiskreditkan keluarga. Dianggap pembatas kebebasan wanita, kian banyak orang benci pada pernikahan. Keluarga sebagai institusi sudah dianggap tak perlu. Keinginan hubungan seks maupun punya anak pun bisa diperoleh tanpa nikah. Lantas, perlahan (tapi pasti) profesi ibu rumah tangga akan terhapus jika kecenderungan ini tak dihentikan.
Banyak yang berpendapat bahwa memang istri ditakdirkan untuk mengerjakan tugas-tugas rumah tangga. Akibatnya, merasa tak perlu memberikan imbalan apa-apa. Merasa tak perlu juga turun tangan membantu jika sang istri kerepotan. Bukankah sudah begini pembagiannya? Itu pendapat mereka.
Apakah anda juga berpendapat seperti ini? Jangan. Pendapat ini tidak sepenuhnya benar. Wanita tidaklah ditakdirkan untuk hidup mengabdi kepada suaminya semata. Pendapat ini perlu diluruskan. []