Oleh: Ustaz Dr. Ihsan Zainuddin, Lc
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ المَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ ”
حَدِيْثٌ حَسَنٌ رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَغَيْرُهُ هَكَذَا
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Di antara kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat.” (Hadits Hasan, diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan lainnya semisal itu pula)
HADITS keduabelas di atas diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, sahabat yang juga meriwayatkan hadits kesembilan dan hadits kesepuluh pada Kitab Arba’in Nawawiyah.
Rasulullah SAW bersabda,
مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ المَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ
“Salah satu tanda kesempurnaan keislaman seseorang adalah ketika dia meninggalkan segala sesuatu yang tidak penting.“
BACA JUGA: Disebut dalam Alquran dan Hadis, Inilah Manfaat Daun Bidara
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan hadits ini adalah hadits yang hasan. Sabda Nabi SAW ini sangat singkat.
Pelajaran Pertama: Hadits ini mengajarkan kepada kita bahwa hidup sebagai seorang muslim ternyata bukan hanya sekadar menjalankan ibadah-ibadah yang mahdhah (ibadah yang sudah ditentukan syarat dan rukunnya), tetapi menjadi seorang muslim juga adalah bagaimana kita mempunyai sikap dalam kehidupan kita.
Seorang muslim juga harus memiliki sikap dan prinsip yang kuat dalam hidupnya seperti yang diajarkan Nabi SAW dalam hadits ini bahwa seorang muslim itu akan mempertimbangkan segala sesuatu yang akan dilakukan-dipilih apakah bermanfaat untuk dunia dan akhiratnya atau tidak.
Hadits ini mengajarkan untuk selalu memunculkan pertanyaan dari diri kita sebelum melakukan suatu keputusan, dimana pertimbangan untuk mengambil keputusan itu harus menimbang apakah bermanfaat bagi dunia dan akhiratnya.
Sebagian ‘Ulama mengatakan bahwa hadits ini bisa dikatakan mewakili sepertiga ajaran Islam, karena salah satu prinsip utama dalam Islam adalah mengambil sebanyak mungkin manfaat (kemaslahatan) dan menolak semaksimal mungkin bahaya (kemudharatan) yang tidak ada manfaatnya.
Mengambil kemaslahatan di sini bukan hanya untuk di dunia saja melainkan juga untuk akhirat. Contohnya adalah menjilat (membantu) kepada penguasa yang zalim atau pejabat yang korup, mungkin ia akan diberikan jabatan yang tinggi di dunia namun ia tidak akan selamat di akhirat kelak. Di sini kita memastikan bahwa kemashlahatan di akhirat adalah skala prioritas seorang mukmin.
Hadits di atas bersifat umum, mencakup aspek perkataan dan perbuatan. Semua perkataan dan perbuatan kita ini harus melalui “pertanyaan” di dalam diri kita; “Apakah perkataan dan perbuatan kita ini bermanfaat bagi dunia dan akhirat saya?”
BACA JUGA: Siwak, Ini Manfaatnya bagi Kesehatan Gigi dan Mulut
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah ra menjelaskan tentang bagaimana hadits ini mencakupi segala aspek dalam kehidupan kita kemudian beliau mengatakan bahwa segala sesuatu yang berlebihan dalam kehidupan seseorang dapat membawa mudharat, karena jika dia berlebihan artinya ia melewati batas yang dibutuhkan. Contohnya dalam persoalan makan dan beristirahat. Makan itu penting tetapi jika terlalu banyak makan itu akan berbahaya untuk tubuh kita. Istirahat itu penting tetapi jika terlalu banyak beristirahat itu akan menimbulkan kemalasan.
Pelajaran Kedua: Seorang muslim harus memastikan perkataan dan tindakan yang muncul darinya adalah sesuatu yang bermanfaat, alasannya karena hidup ini teramat sangat singkat. Karena hidup ini singkat maka Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita bahwa apa yang kita lakukan ini adalah hal-hal yang bermanfaat, baik untuk dunia maupun akhirat kita. Lakukanlah sesuatu amalan yang kapanpun Allah SWT memanggil kita (meninggalkan kehidupan di dunia ini), kita masih merasakan manfaatnya.
Rasulullah SAW bersabda:
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلا مِنْ ثَلاثَةٍ : إِلا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Jika manusia mati, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: (1) Sedekah jariyah, (2) Ilmu yang diambil manfaatnya, (3) Anak shalih yang selalu mendoakan orang tuanya.” (HR. Muslim, no. 1631). []
SUMBER: MARKAZ IMAM MALIK