SAAT ini, sebagian umat Islam, ketika mendengar kata hijrah atau peristiwa hijrah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Mekah ke Madinah, menganggapnya sebagai suatu perpindahan biasa, layaknya migrasi penduduk dengan segala kerepotannya. Padahal tidaklah semudah itu. Ini adalah perjuangan yang besar. Bentuk perlawanan terhadap kaum musyrikin Mekah bahkan Jazirah Arab secara umum. Kehilangan nyawa sebuah resiko yang begitu terpapar di depan mata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamdan para sahabatnya.
Hijrah bukanlah melarikan diri. Hijrah adalah persiapan membekali diri untuk kehidupan akhirat. Karena itulah, Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ هَاجَرُوا فِي سَبِيلِ اللهِ ثُمَّ قُتِلُوا أَوْ مَاتُوا لَيَرْزُقَنَّهُمُ اللهُ رِزْقًا حَسَنًا وَإِنَّ اللهَ لَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ * لَيُدْخِلَنَّهُمْ مُدْخَلاً يَرْضَوْنَهُ وَإِنَّ اللهَ لَعَلِيمٌ حَلِيمٌ
“Dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, kemudian mereka di bunuh atau mati, benar-benar Allah akan memberikan kepada mereka rezeki yang baik (surga). Dan sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik pemberi rezeki. Sesungguhnya Allah akan memasukkan mereka ke dalam suatu tempat (surga) yang mereka menyukainya. Dan sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.” (QS. Al-Hajj: 58-59).
BACA JUGA: Perlindungan Allah bagi Rasulullah dan Abu Bakar ketika Hijrah
Ditambah lagi, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam barulah berhijrah tatkala sebagian sahabatnya telah berangkat menuju Madinah. Hal ini semakin menguatkan bahwa hijrah bukanlah bentuk melarikan diri. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jauh lebih mementingkan keselamatan dan keamanan umatnya dibanding keselamatan dirinya. Inilah jiwa seorang pemimpin. Seorang nahkoda bukanlah orang yang pertama meninggalkan kapal saat ia akan karam. Ia akan menjadi yang terakhir keluar setelah memastikan awak dan penumpangnya selamat terlebih dahulu. Tidaklah tersisa di Mekah kecuali Rasulullah, Abu Bakar, dan Ali bin Abi Thalib sebagai orang-orang yang paling akhir menempuh perjalanan.
Ada beberapa hal yang bisa dicermati dari peristiwa hijrah:
Pertama, hijrahnya umat Islam secara menyeluruh terjadi setelah pintu dakwah sudah tertutup di Mekah.
Hijrah ke Madinah bukanlah hijrah yang pertama dialami umat Islam. Sebelumnya sebagian sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menempuh dua kali hijrah ke negeri Habasyah. Kesempatan untuk berdakwah di Mekah begitu kecil atau bahkan tertutup. Mengapa tertutup? Karena orang-orang kafir Quraisy berencana untuk membunuh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah wafatnya paman beliau, Abu Thalib, tiga tahun sebelum hijrah. Saat itulah, strategi hijrah mulai disusun oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sejak mula, dakwah di Mekah memang sudah sulit. Namun Allah Ta’ala tidak memerintahkan Rasul-Nya untuk berhijrah. Hingga akhirnya pintu tersebut mulai dirasa begitu rapat, barulah Allah perintahkan Rasul-Nya dan umat Islam untuk berhijrah. Dari sini kita bisa mengambil pelajaran yang begitu mendalam, ketika pintu dakwah masih terbuka walaupun dirasa sulit, maka kita hendaknya berusaha mengajak orang-orang kepada kebenaran.
Kedua, saat seluruh umat Islam melakukan hijrah, maka Madinah yang dipilih menjadi tujuan bukan Habasyah.
Kota tujuan hijrah bisa saja bukan Kota Madinah jika Bani Syaiban atau Bani Hanifah atau Bani Amir beriman. Namun Allah Ta’ala menginginkan Madinah seabgai tempat hijrah Nabi-Nya. Kultur masyarakat Madinah yang merupakan bangsa Arab, tidak jauh berbeda dengan masyarakat Mekah sehingga para sahabat tidak begitu kesulitan untuk beradaptasi.
Jaminan keamanan di Madinah pun lebih besar dibandingkan di Habasyah. Di Habasyah, hanya An-Najasyi yang beriman, jika ia wafat, maka keselamatan kaum muslimin kembali terancam. Selain itu, terbentuknya negara Islam lebih besar peluangnya di Madinah dibanding Habasyah.
BACA JUGA: Peran Kaum Muhajirin Dalam Masa Hijrah
Ketiga, umat Islam diperintahkan menuju tempat yang sama untuk berhijrah.
Dalam syariat hijrah kali ini. Komunitas umat Islam Mekah diperintahkan menuju daerah yang satu bukan dibebaskan menuju daerah manapun yang mereka inginkan. Banyak sekali faidah dari hal ini. Di antaranya kebersamaan dan kekeluargaan tetap terjaga. Keselataman lebih terpelihara dibandikan satu orang menuju satu negeri lainnya. Lebih mudah beradaptasi. Keimanan juga terjaga dengan berkumpulnya mereka dengan orang-orang beriman lainnya. []
Sumber: Kisah 25 Nabi dan Rasul dilengkapi Kisah Sahabat, Tabiin, Hikmah Islam, Rasulullah, wanita shalihah/ kajian Islam 2