Oleh: Andi Ryansyah, Pegiat Jejak Islam untuk Bangsa (JIB)
Menentang Penyimpangan RUU Perkawinan
ATAS inisiatif Ny. Sumari dkk., pada tahun 1957, diajukan kepada DPR sebuah Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkawinan. Usui ini oleh fraksi NU dan fraksi lainnya ditentang karena isinya secara keseluruhan dianggap menyimpang dari hukum-hukum perkawinan yang telah diatur dalam Islam.
Ny.H.Machmudah Mawardi dari fraksi NU dan Ny. Sunaryo Mangunpuspito dari fraksi Masyumi tampil sebagai juru bicara yang menolak usul tadi. Sementara itu Ny. Sutiyah dari PNI dan Umi Sarjono dari PKI mendukung RUU Perkawinan tersebut. Akhirnya RUU perkawinan usulan Ny. Sumari dkk. itu berhasil dikandaskan.
Upaya-upaya menggulung Hukum Islam di tanah air tak pernah surut. Termasuk kembali melalui UU Perkawinan. Sewaktu DPR hasil pemilu 1971 membicarakan RUU Perkawinan yang diajukan oleh pemerintah (Menteri Agama Prof Dr Mukti Ali), kembali organisasi perempuan mengalami pergolakan antara yang pro dan kontra.
RUU ini oleh umat Islam dinilai memuat pasal-pasal yang bertentangan dengan hukum Islam (mengubah hukum Islam) dan membuat ketentuan-ketentuan yang memungkinkan laki-laki dan perempuan dapat hidup bersama di luar pernikahan.
BACA JUGA: Perginya Natsir, Sang Khadimul Ummah
Fraksi PPP dalam DPR tampil dengan juru bicaranya Ny. H. Asmah Scahruni (Ketua Umum PP NUM) sebagai pihak yang menentang RUU tersebut, sedangkan Golkar dengan juru bicara Ny. Nelly Adam Malik mendukung RUU ini.
Keputusan akhir dari perdebatan ini adalah diterimanya RUU Perkawinan tersebut setelah seluruh pasal yang bertentangan dengan agama Islam disesuaikan dengan hukum yang sah.[1] Setelah diterima, maka lahirlah UU No.1 tahun 1974 atau dikenal dengan nama Undang-Undang Perkawinan. Keberhasilan lahirnya UU Perkawinan yang direvisi ini tentu saja buah kerja keras, termasuk dari NUM. [2]
Memajukan Pendidikan
NUM telah mendirikan “Yayasan Pendidikan Muslimat”. Programnya meliputi pendidikan formal dan pendidikan non formal. NUM mendirikan Sekolah Taman Kanak-Kanak di setiap ranting. NUM memandang taman kanak-kanak adalah lembaga pendidikan yang pertama membimbing dan membina rohani dan jasmani untuk perkembangan anak di bawah tujuh tahun secara sistematis.
Karena peran guru TK sangat diperlukan pada saat itu, dirasa perlu mencetak guru TK Muslimat NU yang memenuhi syarat untuk dapat menjangkau perkembangan TK selanjutnya.
Pada tahun 1951, PP Muslimat NU mengadakan kursus Pendidikan Guru Taman Kanak-Kanak bertempat di Surakarta, Jawa Tengah dan diikuti oleh cabang-cabang yang berminat, dengan tugas belajar selama 1 tahun.
Setelah selesai, mereka menerima ijazah sebagai guru TK yang memenuhi syarat. Kursus tersebut telah membawa manfaat besar bagi kehidupan TK muslimat NU.
Mereka yang telah pulang membawa ijazah, langsung mengembangkan berdirinya TK di cabangnya masing-masing dan mengadakan kursus kader guru TK, yang diikuti oleh anak cabang dan ranting-ranting setempat. Dengan demikian berkembanglah sekolah TK-TK Muslimat NU sampai di ranting-ranting yang tersebar di pelosok tanah air.
Untuk mengadakan keseragaman mata pelajaran TK Muslimat NU, PP Muslimat menyusun kurikulum dan dibentuklah ikatan guru tk muslimat yang disingkat igtk sampai di daerah-daerah. Sedangkan gedung sekolah diwuujudkan dengan gotong royong baik melalui pembangunan gedung TK itu sendiri, maupun dari anggota muslimat yang merelakan sebagian ruangannya untuk belajar. Bagi wilayah/cabang yang telah mampu, mereka mendirikan sekolah kejuruan.
Pendidikan non formal tak luput dari kerja keras Muslimaat NU. Mulai dari pemberantasan buta huruf arab dan latin serta keterampilan. Pada tahap pertama kursis pemberantasan buta huruf arab dan latin mengalami hambatan, karena kurangnya minat ibu-ibu rumah tangga untuk belajar membaca dan menulis.
Namun berkat kerajinan ibu-ibu guru mengaji, maka pemberantasan buta huruf arab maupun latin sedikit demi sedikit mengalami kemajuan. Pada umumnya para peminat datang ke pondok puteri di mana guru mengaji perempuan tinggal. Sadarakan akan pentingnya pemberantasan buta huruf ini, maka tidak sedikit para guru mengaji yang masih muda mendatangi para kelompok keluarga secara rutin, atas kehendak keluarga yang bersangkutan.
Kursus keterampilan juga digalakkan. Mulai dari, menjahit, menyulam dengan tangan maupun mesin, merangkai bunga segar, bunga kering, dan janur, memasak, merias pengantin, dan lan-lain. Bagi ibu-ibu yang berpenghasilan rendah, kursus keterampilan tersebut sangat berharga, karena sedikit banyak bisa menambah pemasukan untuk keperluan rumah tangga. [3]
Menyiarkan Dakwah
Setiap warga NUM dengan ilmu yang dimilikinya, merasa wajib berdakwah amar ma’ruf dan nahi munkar. Maka dalam waktu yang singkat kader-kader Mubalighah NUM telah tersebar di pelosok-pelosok kampung di Tanah Air. Mereka mengadakan pengajian rutin yang isinya pembacaan Al-Qur’an, ilmu tauhid, fiqih, peribadatan, pembinaan mental, dan lain-lain yang diperlukan daerahnya.
Kemudian ada pengajian umum yang biasanya diselenggarakan di tempat terbuka, lalu ceramah-ceramah yang bersifat pengetahuan yang dibutuhkan kaum ibu seperti kesehatan jasmani dan rohani, kesehatan lingkungan, ilmu gizi, kesejahteraan keluarga, perawatan keluarga, dan lain-lain. NUM juga menerbitkan Risalah Muslimat Gema Harlah Muslimat untuk memelihara kelangsungan komunikasi antara pusat dan daerah.[4]
Kepedulian terhadap Sesama
NUM membentuk Yayasan Kesejahteraan Muslimat pada 11 Juni 1963. Yayasan ini telah mengelola rumah bersalin/BKIA/Klinik KB dan panti asuhan yatim piatu.[5] Selain itu NUM juga telah memberikan beasiswa kepada sebagian anak-anak yang membutuhkan.[6]
Ada juga kegiatan yang sepanjang tahun dijalankan baik oleh pusat, maupun daerah, seperti menghibur anak-anak yatim piatu padapekan sosial NUM, mengadakan khitanan bagi anak-anak yang tidak mampu, membagikan zakat fitrah kepada fakir miskin setempat pada hari raya idul fitri, beranjangsana menghibur dengan membawa bingkisan-bingkisan ke lembaga-lembaga sosial seperti panti asuhan yatim piatu, penampungan Lansia/jompo, lembaga pemasyrakatan, penampungan anak-anak nakal/korban narkotika, dan membantu korban bencana alam.
Pendidikan rohani pada perempuan tuna susila juga dilakukan dengan memberikan buku-buku agama, memberikan ceramah-ceramah keagamaan dan lain-lain. [7]
BACA JUGA: Detik-detik Pemakaman Buya Hamka
Demikian cara NUM mengarahkan perempuan Indonesia. NUM berusaha menyatukan perempuan ahlussunnah wal jamaah, meningkatkan kecerdasan wanita tentang ajaran-ajaran Islam dan ketinggian akhlak, menyiarkan agama Islam di kalangan perempuan, menggiatkan amal sosial, dan memberikan tuntunan tentang kerajinan tangan dan jalan memperoleh rezeki yang halal.
Perempuan memang mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan kaum laki-laki, kecuali beberapa hal yang berlainan menurut kodratnya. Dalam mendapatkan haknya itu, NUM mempunyai tujuan yang murni dan mulia yaitu menyadarkan para perempuan Indonesia akan hak dan kewajibannya agar menjadi ibu sejati, ibu yang shalihah, sehingga dapat memperkuat dan membantu NU dalam menegakkan syariat Islam.[8]
NUM mengejar hak-hak perempuan bukan hanya untuk kepentingan pribadi, tapi juga kepentingan agama dan masyarakat. Inilah keutamaan NUM dan membedakannya dari pergerakan-pergerakan perempuan yang tidak berdasarkan agama. Kehadiran Muslimaat Nadhlatul Ulama menjadi cermin gerakan muslimah di Indonesia yang bertolak dari semangat untuk mendakwahkan agama, bukan dari pandangan kesetaraan gender atau semacamnya.
Catatan Kaki
[1]Ibid, hlm. 70-71
[2]Aisyah Hamid Baidlowi di bawah redaksi Lies M.Marcoes-Natsir dan Johan Hendrik Meuleman, Perempuan Islam Indonesia dalam Kajian Tekstual dan Kontekstual pada Makalah Profil Organisasi Perempuan Islam: Studi Kasus Muslimat NU, Jakarta:INIS, 1993, hlm.88
[3]Tim Penyusun ,Ibid, hlm. 133-135
[4]Ibid, hlm.135-136
[5]Ibid, hlm.136
[6]Ibid, hlm.139
[7]Ibid
[8]Dalam Anggaran Dasar Muslimaat pasal III, Aisjah Dachlan, Ibid, hlm.77