Oleh: Iman Adipurnama
ORANG -orang yang menyaksikan perdebatan itu akhirnya lebih mengamini pendapat dari Sophronius. Mereka setuju jika kota Yerusalem diserahkan dengan jalan damai. Salah seorang utusan pun dikirim untuk menemui pihak Islam di luar benteng.
Utusan itu datang membawa syarat-syarat penyerahan kota Yerusalem, yaitu tidak akan ada pengangkatan senjata, diizinkan sisa pasukan Bizantium untuk berangkat ke Mesir, dan penyerahan Yerusalem diterima secara langsung oleh Khalifah Umar. Abu Ubaidah menerima syarat-syarat itu lalu kemudian mengundahng Khalifah Umar ke Yerusalem.
BACA JUGA: Umar bin Khattab Bantu Persalinan Ibu Ini
Khalifah Umar saat itu sedang berada di Jabiyah, sebelah selatan Damaskus untuk sebuah pengaturan administratif. Perutusan Abu Ubaidah pun datang menghadap Umar dan menyampaikan segala ketentuan yang tadi telah disebutkan.
****
Kabar kedatangan Khalifah ke Yerusalem telah menjadi isu santer ke seluruh penjuru kota. Semua menantikan kedatangannya. Mereka bertanya-tanya, manusia macam apa yang akan singgah di kota mereka itu. Semua menanti dengan penuh tanya.
Saat Umar datang, semua khalayak terkejut bukan main. Mereka kehilangan kata-kata untuk dapat mengomentari peristiwa luar biasa yang baru mereka saksikan sendiri. Uskup Agung Sophronius menyambut kedatangan sang khalifah itu dengan salam penuh takzim. Lalu kepada penduduk ia berkata dengan suara yang parau, “Lihatlah, sungguh inilah kesahajaan dan kegetiran yang telah dikabarkan oleh Danial sang Nabi ketika ia datang ke tempat ini.”
Semua sejarawan mencatat peristiwa ini. Pemimpin terbesar umat Islam saat itu datang ke Yerusalem tanpa adanya iring-iringan pasukan atau ajudan. Ia datang dengan menuntun seekor unta dan hanya ditemani Aslam, mawla-nya yang paling setia dan telah dibebaskan. Umar pun tidak mengenakan baju kebesaran yang megah selayaknya para Kaisar penakluk di zamannya. Ia mengenakan jubah lusuh penuh tambalan. Ia juga hanya membawa perbekalan makanan ala kadarnya; sekantung gandum, sekantong kurma, sebuah piring kayu, sebuah kantong air dari kulit, dan selembar tikar untuk beribadah.
Uskup Sophronius dengan penuh kesopanan mengajak sang khalifah untuk berkeliling ke tempat-tempat suci di Yerusalem. Saat waktu dzuhur tiba, sang uskup membukakan gereja Makam Suci, kiblat dan tempat tersuci umat Kristen, lalu mempersilakan Umar melaksanakan ibadah shalat. Tawaran itu disambut baik oleh Umar, tapi ia menolak, “Jika saya mendirikan shalat di dalam gereja ini, saya khawatir orang-orang Islam nantinya akan menduduki gereja ini dan menjadikannya sebagai masjid.”
Khalifah Umar lalu keluar dari gereja dan meminta ditunjukkan tempat reruntuhan Kuil Sulaiman. Uskup Sophronius lalu menunjukkan tempat itu, yang ternyata kotor tertimbun sampah. Bersama beberapa sahabat lain, Umar membersihkan sendiri tempat itu, lalu menggariskan sebuah tapak untuk dijadikan tempat shalat. Di tempat itu pula Umar memerintahkan agar dibangun masjid yang kelak dikenal dengan nama Masjid Umar.
Peristiwa penyerahan kota Yerusalem kepada Islam ini mengakhiri secara resmi kekuasaan Yunani-Romawi yang telah bercokol di sana selama beberapa abad lamanya. Sejak saat itu Yerusalem berada di bawah naungan Islam, hingga nanti meletus peristiwa Perang Salib.
BACA JUGA: Permintaan Terakhir dan Doa Umar bin Khattab
Yerusalem, yang semakna artinya dengan darussalam, adalah sebuah kota lintas peradaban. Dari ribuan tahun lalu hingga sekarang, tanahnya tetap memiliki pesona tersendiri, menjadi rebutan berbagai macam kekuasaan yang ada. Konon kota inilah yang akan menjadi kunci penjelas tentang peristiwa di Akhir Zaman, menjadi penjelas pula siapakah Ya’juj dan Ma’juj, serta penjelas turunnya Nabi Isa as dan munculnya Imam Mahdi. Dari beberapa ulasan terkini, konon Yerusalem inilah yang dimaksud di dalam ayat QS 21:95-96. Wallahu’alam.
Sungguh tidak mungkin atas (penduduk) suatu negeri (kota Yerusalem?) yang telah Kami binasakan, bahwa mereka tidak akan kembali (kepada Kami). Hingga apabila dibukakan (tembok) Ya’juj dan Ma’juj, dan mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi. (QS. 21:95-96) []
Dikutip sebagian dari buku “Kisah Hidup Umar Ibn Khattab” karya Dr. Musthafa Murad).