DOA adalah senjata kaum Muslim. Karena berdoalah yang baik-baik dan jangan berdoa tentang keburukan. Pada dasarnya Allah melarang kita mendoakan keburukan untuk orang lain, terlebih kepada sesama muslim. Namun ada pengecualian, khususnya bagi orang-orang yang dizalimi.
Pada hakikatnya tak ada orang yang rela dizalimi dan dianiaya. Karena itu saat seseorang terzalimi, pasti ia akan berbuat apa saja agar terhindar dari kezaliman itu. Jika mampu, ia akan menghentikan kezaliman atas dirinya dengan tenaga atau lisannya.
BACA JUGA: Doa Seorang Pemburu yang Dizalimi
Namun ketika tak mampu untuk membalasnya, atau di sisi lain setiap muslim terbentur dengan aturan tidak boleh dendam, Allah membukakan pintu lain untuk membalas perbuatan zalim itu dengan bolehnya mendoakan keburukan untuknya.
Allah SWT berfirman,
لَا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلَّا مَنْ ظُلِمَ وَكَانَ اللَّهُ سَمِيعًا عَلِيمًا
“Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. an-Nisa: 148)
Imam Mujahid mengatakan bahwa ayat ini turun berkaitan dengan seorang laki-laki yang bertamu kepada salah seorang sahabat Rasulullah SAW. Akan tetapi sahabat ini justru menelantarkan dan tidak memberikan hak tersebut. Maka lelaki yang bertamu itu diperbolehkan menceritakan perihal kondisinya itu kepada orang lain. (Tafsir Mujahid, 295)
Adapun perihal makna, menurut Imam as-Sa’di ayat ini menunjukkan kebolehan seseorang yang dizalimi untuk mendoakan keburukan atas orang yang menzaliminya. Dia juga diperbolehkan menampakkan kezaliman itu di hadapan manusia tanpa menambah-nambahi dari fakta yang sebenarnya serta tidak membawa selain orang yang menzaliminya tersebut, meskipun jika orang tersebut mau memaafkan maka itu lebih utama. (Taisir al-Karim ar-Rahman, 12)
Pendapat ini senada dengan pendapat Ibnu Abbas yang disebutkan oleh Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya,
“Pada dasarnya Allah tidak menyukai orang yang mendoakan keburukan terhadap orang lain, kecuali bagi orang yang dizalimi, karena dia diberi rukhshah/keringanan untuk mendoakan keburukan atas orang yang menzaliminya, akan tetapi ketika dia bersabar maka itu lebih baik baginya.” (Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim, 2/442)
BACA JUGA: 4 Tingkatan Manusia dalam Membantu Kezaliman
Akan tetapi, para ulama berbeda pendapat ketika menafsirkan kata al-Jahr. Dalam tataran praktiknya seperti apa. Ada yang mengatakan dengan mendoakan keburukan untuk orang yang menzalimi.
Atau ada ada ulama lain yang mengatakan tidak mengapa menampakkan dengan kata-katanya bahwa dia telah dizalimi, “dia telah menzalimiku, si Fulan zalim,” dsb. Kecuali orang yang dizalimi tidak menyukai perbuatan-perbuatan seperti itu, maka itu mubah baginya. (Fathul Qadir, 612). []
SUMBER: DAKWAH