Oleh: Irfan Toni
SUATU hari seorang penebang pohon pergi ke hutan. Ia melakukan aktivitas rutinnya disana. Sambil membawa peralatan ia menapaki jalan setapak demi setapak menujuĀ tempat tujuan. Tidak lama, ia telah sampai di tempat yang dituju. Kemudian ia mulai bekerja.
Tidak membutuhkan waktu lama, ia berhasil menebang sepuluh pohon hari itu. Lalu bergeggaslah ia pergi ke pasar untuk menjual hasil tebangannya itu.
Keesokan harinya seperti biasa, ia menebang sepuluh kayu lagi. Lalu hasilnya dijual. Begitulah setiap hari yang ia lewati.
BACA JUGA:Ā 2 Ekor Singa
Namun keesokan harinya, penebang kayu itu tidak bisa menebang sebanyak kemarin. Ia hanya mampu menebang 8 pohon saja. Makin lama, makin berkurang jumlah yang ia tebang.
āAh, mengapa ini semua terjadi, bukankah aku masih muda dan kuat?ā keluh si penebang. āUntuk orang seusiaku pasti bisa lebih banyak pohon yang ku tebang.ā Isterinya hanya mendengarkan. āAtau aku sudah tua?ā tanyanya kepada isterinya.
āSuamiku, engkau memang masih muda dan aku yakin engkau masih kuat menebang lebih banyak lagi. Namun apakah engkau pernah mengasah kapak mu sebelum digunakan?ā kata sang isteri kepada penebang kayu itu. āJika engkau terus bekerja tanpa mengasah kapakmu, engkau hanya menyianyiakan tenagamu saja,ā tukas isterinya.
***
Posisi kita saat ini adah seperti si penebang kayu muda itu. Kita selalu mengharapkan hal yang lebih tanpa melihat ke dalam diri kita. Kita terlalu sering meminta kepada Allah untuk mendapatkan pahala dan imbalan yang banyak dengan kwalitas ibadah yang minim sekali.
BACA JUGA:Ā Pendaki
Waktu yang kita gunakan untuk ibadah sedikit sekali. Anehnya dengan kondisi seperti itu kita mengharapkan pahala yang melimpah. Kita lupa untuk mengasah diri. Padahal disekeliling kita ada banyak hal yang bisa kita jadikan pengasah ākapakā batin dan iman kita. kebajikan-kebajikan sosial adalah salah satunya. Jika itu terjadi, bagaimana mungkin Allah akan memberi āhasil yang besarā kepada kita.
Mari kita asah kapak kita agar Allah, Rasul, dan orang-orang mukmin lainnya tersenyum melihat hasil tebangan kita yang berlimpah. []
Sumber: Majalah SAKSI, Jakarta