Oleh: Pizaro
PADA 18 Desember 2005, mantan Perdana Menteri Israel Ariel Sharon mengalami stroke ringan dan segera dibawa ke rumah sakit. Ia dirawat selama dua hari dan dijadwalkan akan menjalani operasi pada jantungnya pada 5 Januari 2006. Namun pada 4 Januari 2006 ia kembali masuk ke rumah sakit dari peternakannya di daerah Negev Rupanya ia kembali mengalami stroke, dan kali ini tampaknya agak parah.
Bersamaan dengan serangan stroke itu, Sharon mengalami pendarahan otak. Sharon menjalani operasi selama tujuh jam untuk menghentikan pendarahan itu dan membuang darah yang mengumpul di otaknya. Ia dirawat ICU dan kecil sekali kemungkinannya untuk kembali ke ajang politik, andaikata pun ia berhasil bertahan.
Sementara itu, tugas-tugasnya sebagai perdana menteri dialihkan kepada Wakil Perdana Menteri Ehud Olmert, yang ditunjuk sebagai Pejabat Perdana Menteri.
BACA JUGA: Ketika Yahudi Bersembunyi di Balik Pohon Gharqad
Anggota-anggota kunci dalam Partai Kadima mengatakan bahwa mereka akan mendukung Olmert. Hal ini mengurangi kekuatiran bahwa gerakan tersebut, yang dibentuk oleh Sharon, akan retak apabila Sharon tidak ada.
Pada 11 Februari 2006, kondisinya memburuk dan ia kembali harus menjalani pembedahan darurat setelah sistem pencernaannya rusak parah.
Pada 11 April 2006, Kabinet Israel mengangkat Olmert sebagai Perdana Menteri Sementara yang berlaku mulai tanggal 14 April, kecuali apabila kesehatan Sharon membaik. Pada 14 April Sharon dinyatakan “berhalangan tetap”, karena sudah 100 hari ia dirawat di rumah sakit. Dengan demikian Olmert resmi menggantikannya pada hari itu.
Pada Agustus 2013 kondisi Sharon dilaporkan terus membusuk. “Kami sudah melakukan tindakan medis yang terbaik buat Sharon, tapi ternyata tidak bisa membuat Sharon sembuh. Mohon maaf, kami tidak bisa berbuat apa-apa,” ujar dokter setempat.
Pada 3 Januari 2014, Tim dokter Israel menyebutkan kondisi kesehatan Ariel Sharon makin memburuk setelah mengalami koma selama 8 tahun. Tim dokter mengungkapkan sejumlah organ vital mantan Perdana Menteri Israel itu mengalami gagal fungsi yang sangat berpengaruh terhadap kelanjutan hidupnya.
John Kerry, Menteri Luar Negeri AS, yang tiba di Israel pada awal kunjungan 4 harinya ke Timur Tengah untuk kelanjutan perjanjian Israel-Palestina menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap kondisi Sharon tersebut.
“Pikiran kita, pikiran saya adalah keluarga Sharon,” tuturnya jelang pertemuan dengan Benyamin Netanyahu, ketika itu.
Ariel Sharon terus dalam kondisi sangat kritis setelah pihak rumah sakit mengumumkan kondisi medisnya turun drastis.
BACA JUGA: Inilah Cara Warga Palestina Hafal Alquran di Tengah Penjajahan Israel
Sheba Medical Center di Tel Hashomer mengatakan, mantan perdana menteri yang koma itu sedang menghadapi “masa-masa akhir hayatnya,” lapor Jerusalem Post.
Pihak rumah sakit menurunkan status Sharon menjadi sangat kritis. Para pejabat rumah sakit mengatakan Sharon sewaktu-waktu bisa mati.
Mereka menjelaskan, orang lain yang berada dalam kondisi menjelang ajal seperti Ariel Sharon tidak ada yang berlangsung lama seperti yang dialami oleh tokoh Zionis Yahudi itu.
Sabtu, 11 Januari 2014, Ariel Sharon akhirnya meninggal dunia pada usia 85 tahun setelah berada dalam keadaan koma berkepanjangan. Direktur Rumah Sakit Tel Hashomer mengatakan dalam beberapa hari terakhir fungsi organ-organ penting Sharon melemah, padahal organ-organ ini sangat penting untuk kelangsungan hidupnya. []