TIM kesebelasan pribumi tahun 1938 pernah ditakuti dunia. Lho, kok bisa?
Timnas Belanda ketar-ketir menghadapi PSSI–versi zaman penjajahan–di mana pemainnya orang-orang udik yang dipandang sebelah mata, ternyata memiliki kemampuan luar biasa.
Bagaimana ceritanya?
NIVU atau Nederlandsch Voetbal Uni dan Pemerindah Hindia Belanda (nama Indonesia saat itu) pernah membatalkan pertandingan tingkat dunia antara tim kesebelasan pribumi dengan Belanda.
BACA JUGA: Ketika Indonesia Tolak Bertanding Lawan Israel Demi Palestina
Kisahnya berawal dari FIFA yang mengundang kesebelasan Hindia Belanda untuk ikut dalam laga piala dunia. Team Hindia Belanda ini ternyata tidak melibatkan pribumi, sehingga PSSI yang manajer dan pemainnya pribumi meresa diremehkan.
Lantas tim pribumi ini menantang tanding tim Hindia Belanda yang keseluruhan pemainnya orang Belanda.
Saat itu disepekati, pemenangnya yang akan maju ke laga dunia. Dan benar saja pemain pribumi berhak mengikuti undangan FIFA.
Pemerintah Belanda di pusat, Eropa, juga pemerintah Hindia Belanda di tanah jajahan Nusantara, waktu itu sama-sama sudah menyepakati team pribumi yang udik itu untuk ikut tanding dalam laga Piala Dunia.
Tapi entah mengapa, secara tiba-tiba NIVU dan Hindia Belanda membatalkan pertandingan itu secara sepihak. Mereka menjegal tim pribumi untuk unjuk gigi di kancah internasional.
Desas-desus pun terjadi di kalangan para wartawan saat itu, bahkan ada dugaan bahwa pembatalan secara sepihak dan tanpa kompromi ini, disinyalir sebagai ketakutan NIVU dan Belanda atas strategi, daya tahan, kegesitan, dan kemampuan permainan sepak bola kaum pribumi. Yang secara diam-diam diakui oleh team kelas dunia saat itu.
Oh iya, meskipun demikian, kabar gembiranya mengatakan bahwa tim kesebelasan pribumi–yang mengatas namakan Hindia Belanda–tersebut diperbolehkan ikut dalam piala dunia dan bertanding di Stadion Rheims Prancis, melawan team Hunggaria pada 5 Juni 1938.
“Gaya menggiring bola pemain depan Team Hindia Belanda, sungguh brilian,” begitu laporan Koran Prancis L’Equipe, edisi 6 Juni 1938. “Tapi pertahanannya amburadul, karena tidak ada penjagaan yang ketat.”
“Namun di babak kedua,” laporan CJ Goorhoff, seorang wartawan olahraga Belanda yang saat itu meliput pertandingan, “Permainan tim Hindia Belanda jauh lebih baik. Mereka bermain terbuka dan berani menyerang.”
BACA JUGA: Cerita 3 Pesepakbola Dunia yang Mengagumi Islam
Pemain pribumi ini tubuhnya kecil-kecil, sementara lawannya tinggi besar. Wali Kota Rheims, Prancis, mengomentari para pemain pribumi dengan mengatakan, “Saya seperti melihat 11 pesepakbola Hungaria dikerubuti oleh 11 kurcaci.”
Tapi meski pun kecil mereka lincah, kencang, dan pandai mengocek bola. Walau takdir belum menghendaki menggondol titel juara, tapi paling tidak sebak bola Indonesia sudah tampil di kancah dunia.
Apa maknanya?
Di sini kita mengambil pelajaran, bahwa sesungguhnya Indonesia memiliki potensi. Hanya saja potensi yang ada saat itu dikebiri, dimandulkan, dipangkas, dan dibuat anarkis dengan angkuh.
Bahkan aksi anarkis itu terjadi hingga saat ini, di mana permainan bola kita kadang lebih banyak emosi, tidak fair, dan seringkali menimbulkan pertengkaran antar pemain di lapangan.
Belum lagi para suporternya galak dan arogan. Cacian, tawuran, dan kerusuhan.
Ah, semoga saja persepakbolaan kita kedepan lebih baik lagi. Kita pernah ditakuti, semoga suatu saat nanti masuk piala dunia. Semoga juara. Aamiin. []